Favo.song - Holy Ghost
Vote and comment guys ✌
****
"Aku marah, kau mempermalukan aku dikeluarga besar Platten, aku punya malu dan hati, Gigi. Kau selalu seperti ini, tapi sekarang kau sudah kelewatan Gigi, aku marah denganmu, dari pada kamu seperti ini terus dan membuat aku sakit hati, mendingan kita... "
Raut wajah Gigi mulai berubah tidak enak, kepalanya mulai pening hingga Gigi ingin memuntahkan isi di perutnya, jantungnya berdetak cepat seperti habis berlari maraton. Jangan, jangan ucapkan kata-kata yang akan membuat diriku mati, gumam hati Gigi.
Jevita yang melihat Evan dan Gigi sedang berargumen hanya memasang wajah polos, tapi kenapa juga Jevita mengikuti Gigi. Jevita menatap Evan penasaran dengan ucapan Evan yang dia gantung kalimat belakangnya, walaupun Jevita anak kecil, dia tetap mengerti tentang ini. Karena bocah itu selalu mengintip aktivitas orang tuanya jika sedang ada masalah. Dasar bocah.
Gigi memejamkan matanya agar air matanya tidak turun, Gigi wanita kuat, dia tidak akan menangis didepan banyak orang.
"Paman, mendingan kita apa? Jangan digantung dong, sakit tau." Ujar Jevita kesal, sedari tadi dia menunggu kepastian yang Evan ucapkan, sampai dua puluh lima menit, tidak jawaban. Dasar tukang gantung.
"Hei! Kenapa kamu disini Jevita, sana ketem--"
"Paman, cepat jawab jangan mengalihkan keadaan. " Potong Jevita, Evan menahan kesal ke anak kecil disampingnya.
Gigi sedari tadi tidak membuka matanya, tapi dia mendengar debaran Jevita dan Evan. Didalam hati Gigi tertawa dan mengejek Evan.
"Baiklah, mendingan kita... Mendingan kita kembali ke sana, dan kita lupakan argument ini. Kita selesaikan dirumah saja, ayo kita kesana, ayo Jevita." Evan menggandeng tangan kecil Jevita dan melangkah pergi meninggalkan Gigi yang sedang menghela nafas pelan.Gigi membuka matanya dan mengusap lembut air matanya yang tadi jatuh ke pipinya, setelah itu dia mengikuti Evan dari belakang. Syukurlah Evan tidak mengatakan sesuatu yang kejam, maaf. Gumam Gigi didalam hati.
Evan dan Jevita menduduki sebuah batu besar dan setelah itu mereka menikmati suasana yang indah. Gigi menendang rumput yang tidak bersalah dengan kakinya, segitunya cemburu dengan bocah. Gigi yang merengut kesal, melangkahkan kakinya ke tempat Morgan yang sedang bersama ayahnya. Gigi duduk disebelah Morgan, dia masih melihat duo sejoli yang sedang asik diatas batu, rasanya dia ingin mendorong Evan dengan kepalan tangannya.
Morgan memperhatikan Gigi dengan alis mengerut, dia meneliti wajah Gigi dengan seksama seperti ada yang ganjil.
"Hai bibi, kenapa mukanya merengut jelek seperti itu? " Tanya pelan Morgan.
"Lihat aja kesana, kau pasti tau. " Gigi memalingkan mukannya kekanan agar tak terlihat Morgan. Kebiasaan.
"Lihat kemana? "
"Lihat itu ke batu besar. " Morgan berbalik menghadap ke arah batu besar, disana terlihat paman Evan dan anak kecil yang Morgan tau dia adiknya Justin, Jevita. Terus masalahnya ap-- ohh ternyata Gigi cemburu dan Morgan baru mengerti.
"Cuman seperti itu doang cemburu, ingat sudah tua. " Morgan mengalihkan pandangannya ke Gigi yang sedang mencabut rumput liar disebelah kanannya.
"Kau mengatai ku tua, dasar bocah tidak tau apa-apa diam saja kau. "
"Bibi mengatai ku bocah! Dasar tua, seperti anak kecil. "
"Aku masih muda, Daddymu yang tua. " Gigi melotot sebal ke Morgan, mulai dah mulai Ejek-ejeknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Morgan (On GOING)
General FictionMencari keberadaan anak dan kekasihnya yang tidak pernah dia ketahui selama enam belas tahun, sampai dia sudah berumur 39 tahun tetap saja dia tidak mendapatkan lokasi keberadaan kekasihnya dan buah hatinya. Dia tidak tahu anaknya berkelamin laki-l...