PROLOG (??)

1.9K 114 12
                                    

Selamat membaca ,
Semoga hari anda menyenangkan !




"Beri aku alasan kenapa aku harus mengingatmu, mengingat masa lalu kita yang seharusnya tidak pernah ada. Aku membencimu , dan aku juga mencintaimu" -Raya Callista Sharman

*
*
*

Gadis cantik berusia 21 tahun itu terbangun dari tidur panjangnya, beberapa kali mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan penglihatannya.

Semakin lama penglihatannya semakin jelas, dan dia tau dimana dia sekarang, terbukti dari apa yang dilihatnya sekarang, alat-alat medis serta nuansa putih diseluruh ruangannya,

"Rumah sakit" Gumamnya

Gadis itu memegang kepalanya yang terasa berdenyut keras, menekannya dengan kedua tangannya agar rasa sakit itu hilang namun bukannya mereda justru sakit dikepalanya semakin menjadi-jadi.

"Argggghhhhhh... SAAKIIIITTTT" teriaknya.

Calistta dan Sharman, kedua orang tua Raya menghampiri putri mereka yang tiba-tiba berteriak.

"Raya...." lirih Calistta.

"Kalian siapa.... Argghhhhhh SAKIITTT" Raya kembali berteriak sembari menekankan telapak tangannya ke kepalanya.

"Kalian keluar, biar saya memeriksanya"
Ucap Dokter Wira.

"Kami akan tetap disini," Dengan suara yang gemetar serta airmata yang yg berjatuhan Calistta memperhatikan putrinya yang sedang kesakitan.

"Dia butuh ketenangan"

Calistta menggeleng, namun Sharman menuntun sang istri untuk keluar, hatinya juga sakit melihat sang anak dalam kesakitan namun dia tetap menegarkan jiwanya agar tidak ikut larut dalam kesedihan , dalam kesakitan sang putri.

****

Sudah hampir enam jam Raya masih enggan terbangun dari tidurnya, mungkin itu efek dari obat bius yang diberikan dokter ketika pasiennya itu berteriak-teriak.

Sharman dan Calistta, tak henti-hentinya melantunkan do'a kepada si Pemberi Kehidupan berharap yang Maha Kuasa memberikan anaknya kesehatan dan kehidupan yang lebih lama.

"Bagaimana keadaannya ?"

Sharman dan Calistta yang merundukan kepalanya sentak menengadahkan kepalanya, menatap mata sendu yang seakan sedang meminta penjelasaan dari mereka berdua.

Calistta berdiri dan langsung memeluk erat sosok dihadapannya. Tangisnya tak bisa terbendung lagi, untuk kesekian kalinya dia menangis, menangisi keadaan putrinya yang memburuk.

Sharman menangis dalam diam, ia merundukan kepalanya seolah menatap lantai dibawahnya lebih baik daripada melihat sang istri menangis seperti itu, hati mereka sakit, hatinya juga sakit.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Sharman kepada dokter Wirra yang menangani Raya baru saja keluar dari ruangan Raya.

"Berdo'alah, Semoga Raya segera membaik. Dan kalian bisa menjenguknya tapi bergantian" ucap dokter Wirra.

"Terima kasih dok,"

****

Untuk kesekian kalinya airmatanya jatuh membasahi pipinya disebabkan oleh wanita yang kini sedang damai dalam tidurnya. Mondy menjadi yang terakhir untuk menemui Raya diruangannya, setelah Sharman dan Calistta.

Digenggamnya tangan wanitanya itu, mata sendunya sarat akan penyesalan, airmata adalah bukti sakitnya dia melihat sang pujaan hati terbaring lemah yang mungkin saja salah satu penyebabnya adalah dia.

"Hai babs..." Mondy menghembuskan nafas beratnya lalu mulai berbicara.

Babs- adalah panggilan sayang Mondy untuk Raya.

"Emm.... gue harus mulai dari mana ya Ray... kita bertemu dalam situasi yang kurang baik, dan sekarang pun begitu. Namun itulah daya tariknya, gue seorang Mondy tertarik dengan gadis sok yess kayak elo, sok berani tapi sebenernya penakut" Mondy terkekeh miris, "gak nyangka ya kita bisa sedekat ini, gue mau jujur sama elo Ray..." Mondy mencium tangan Raya lama lalu melanjutkan bicaranya, "Babs... Mr. Nyett menyukaimu, sangat. Gak kurang tapi lebih. Bangunlah Ray... sore ini gue harus ke Amerika. Dan sebelum gue berangkat gue mau lo lihat gue dan jawab pertanyaan gue dengan 'yes nyett gue juga suka sama elo' " Mondy menatap kedua kelopak mata Raya yang tertutup. M I R I S.

Mondy enggan melepas gennggaman tangannya ke Raya, hingga sebuah panggilan merusak keheningan diruangan itu.

"Iya Mom..... Iya Mondy berangkat sekarang...... gak usah, Mondy bisa kesana sendiri.... iya Mom, love you too"

Setelah memutus panggilan itu, Mondy berdiri dari posisi duduknya,

"Gue pergi dulu ya babs... gue tunggu jawaban lo nanti setelah lo bangun... emmm.... semoga saja"

Mondy membungkukan tubuhnya, lalu mendaratkan sebuah ciuman pada bibir Raya yang terasa dingin.

Setelah itu Mondy keluar dengan sejuta perasaan tak rela, tapi apa boleh buat, situasi dan kondisinya tak mendukung untuk tetap menunggu pujaan hatinya bangun dari tidurnya.



*****


Anjjayy, 😂 entah apa namanya part ini tapi anggep aja ini Prolog ya guys... biar kayak cerita-cerita dilapak sebelah yang ada prolognya, diusahain ada epilognya dehh.. *gakjanji

Author mau spikking spikking sebentar,

Taukan kalo pemilik akun e_ramonlovestory itu orangnya labil beutt jadi kalo cerita ini terkesan wagu ya dimaklumi,

Beneran deh, pemilik akun ini kebanyakan nyemilin micin makanya otaknya gak pernah jalan, *tuhkanmalahcurhatbeneran

Plak!!! Gue lanjut kalo yang komentarnya buannyaakkk terus yang vote gak kalah buanyakkk, kalo bisa yg read dikit tapi vote n komennya banyak..
*gubrakk

Hahah, kebanyakkan bacot nihh authornya... ya udah ya shayyy, gue mau ngetik kelanjutan cerita ini, mumpung lagi ada semangat hidup..

Kecup kecup kecup muanjjahh 😘
Sorry typo!

You're The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang