Bagian 21

1.7K 123 2
                                    

Bau anyir darah tercium dimana – mana, baju putih myunghee terlihat berubah menjadi merah, mata myunghee nanar melihat darah yang begitu banyak didepannya, di angkatnya kedua tangannya sebuah pedang tersemat di tangan kanannya penuh dengan darah segar

" nui [ kakak perempuan ] kau harus membalaskan dendam kami " myunghee melihat sosok pangeran mahkota sang adik berlumuran darah didepannya

" seja..." myunghee menangis

" myunghee – ya... kau harus membunuhnya " ibunya berdiri dibelakang sang adik dengan tubuh berlumuran darah juga

" eomma – mama..."

" myunghee – ya... lakukan ... kau harus melakukannya " sang ayah terlihat disana dengan sebuah belati menancap di dadanya

" abba – mama... "

Myunghee menitikkan airmatanya, tangannya tiba – tiba menjadi berat dan diangkatnya tangan kirinya, ia memegang kepala ibu suri yang telah dipenggalnya

" haaaaa...aaahhhh " myunghee membuka matanya cepat, di lihatnya langit – langit kamarnya yang terlihat gelap, kemudian angkatnya kedua tangannya yang terlihat bersih tanpa kucuran darah segar

Ia bangun dari tidurnya, kepalanya terasa berdenyut, dilihatnya pintu kamarnya para dayang pasti sudah terlelap dalam tidurnya masing – masing, disingkapnya selimut tebalnya dan ia memutuskan untuk pergi keluar

*****

Sementara itu diistana ibu suri, ratu terlihat tengah minum teh bersama ibu suri, wajah santai mereka menyebarkan bau ketegangan

" jadi... sampai dimana myunghee merepotkanmu ?" Tanya ibu suri seraya meletakkan minumannya

" heeh... merepotkan ? yang mulia, gungjo sama sekali tidak merepotkan, hamba berterima kasih pada anda karena membantunya juga "

" aku.. membantunya ? hahahahahahhaha " ibu suri tertawa " apa maksudmu aku membantunya "

" mama – neun... selalu membiarkannya lolos keluar istana, anda juga membiarkannya bertemu dengan pamannya, anda juga... membiarkannya berkembang sampai sejauh ini, mama... apa anda sudah melemah dan ingin menyerah ditangannya ?" ratu menatap tajam mengancam kearah ibu suri

" heeeh... kau pasti salah paham ratu, membiarkannya ? aku tidak pernah membiarkannya lolos dari tanganku, tikus kecil itu tetap berada dibawah pengawasanku, haa... mungkin salahku karena membiarkannya melangkah terlalu jauh, kaki kecilnya mulai tak bisa diatur"

Ratu tersenyum sambil meniup tehnya

" lalu... kapan kau akan melancarkan seranganmu ? aku sudah terlalu bosan menunggunya, jika tak juga kau mulai, maka aku yang akan memulainya lebih dulu, gadis kecilmu itu mungkin akan semakin menyedihkan sebelum kematiannya "

" mama... anda tenang saja, itu akan segera dimulai hingga kepuncaknya nanti" ratu meletakkan cangkir tehnya

" heh... aku semakin tidak sabar menunggunya, serangan puncak jangan – jangan... sebuah kudeta ?" ibu suri menatap ratu dengan tatapan tajam yang menusuk " jangan – jangan... myunghee...." Ibu suri mulai menebak – nebak dan tak berapa lama tawanya meledak " kau begitu licik jungjeon... jadi tikus kecil itu hanya kau jadikan umpan ?"

Ratu tersenyum membenarkan ucapan ibu suri, ibu suri tertawa lepas melihat hal itu

" jadi anda baru menyadarinya yang mulia ? hamba sudah menunggu ucapan anda dan sepertinya anda terlalu focus pada putri saja dan tak tahu maksud hamba membantunya"

" kau benar – benar licik " ibu suri tersenyum

" putri... sebentar lagi juga akan keluar dari istana, jadi untuk apa mengulur waktu lagi"

" kau cari mati jungjeon, kau melawanku dengan kudeta dan bukan dengan politik ? kau tahu berapa banyak prajurit yang kumiliki ? apa kau gila ? apa kau mulai putus asa dan menjadi tidak berakal, melakukan kudeta yang sia – sia , kau seperti melakukan aksi bunuh dirimu sendiri "

Ratu hanya tersenyum, ia tidak mungkin menjelaskan rencananya lebih jauh lagi pada musuhnya jika hanya untuk membuat musuhnya gentar

Ratu terlihat keluar dari kediaman ibu suri, ia menatap kamar ibu suri dengan tatapan dingin

" bersiaplah... yang mulia "

********

Myunghee terlihat mengayun – ayunkan pedang kayunya, melampiaskan kekesalannya, yong do yang melihat hal itu segera mendekatinya, mendengar langkah mendekat myunghee berputar dan mengarahkan pedang kayu kearah yong do

" ooo.. mama... hati – hati... pedang kayu ini berat " kata yong do seraya memperlihatkan bekas lebam dimatanya

" aa.. maaf.. apa masih sakit ?" Tanya myunghee seraya menghampiri yong do

Yong do tersenyum " tidak yang mulia, sudah tidak bengkak lagi "

" aaahh.. syukurlah " myunghee kemudian meletakkan pedang kayunya dan duduk di teras istana sang ibu

Saat berlatih myunghee berlari, kakinya tersandung batu dan yong do yang ingin menolong myunghee malah terkena pangkal pedang kayu dimatanya dan membuat sebuah lingkaran lebam dimata kanannya

" coba kulihat " myunghee hendak memastikan bahwa yong do benar – benar baik – baik saja

" hamba baik – baik saja yang mulia "

" makanya coba kulihat " myunghee dengan paksa mengarahkan kepala yong do kearahnya dengan kedua tangannya

Wajah mereka beradu dengan dekat, myunghee tiba – tiba terdiam ada yang aneh yang ia rasakan, tiba – tiba saja ada getaran aneh yang ia rasakan, jantungnya berdebar dengan kencang

" mama..."

" hee... aa.. benar.. kau sudah baik – baik saja " myunghee mengalihkan pandangannya dari yong do segera

" mama... anda.."

" aku harus segera pergi sekarang... yong do – ya... sampai jumpa besok " myunghee buru – buru pergi dari sana, ia tak tahu harus bagaimana, entah kenapa gerak tubuhnya begitu sulit ketika didekat yong do

Yong do melihat aneh kearah myunghee yang kini sudah jauh pergi

Myunghee menuju kedalam dapur istana, ia berjongkok didekat perapian sambil memegangi dadanya, ia binggung dengan apa yang dirasakannya

" omo !!!" haerim yang baru masuk terlihat terkejut hingga mangkuk yang dibawanya terjatuh " mama..."

Myunghee menoleh kearah haerim

" haerim – ah "

Mereka lalu mengobrol santai diluar dapur, haerim membuatkan kue madu untuk menenangkan pikiran sang putri

" jadi... dada putri berdebar ?" Tanya haerim seraya melapah kuenya

" ooo... aneh, rasanya seperti sesak didadaku " myunghee memegang dadanya dan memijatnya

" lalu... bagaimana sekarang yang mulia ? apa masih sakit ?" Tanya haerim cemas

Myunhee menggeleng " sudah tidak terasa lagi... aneh bukan "

" oo.. ini aneh mama, apa mungkin karena pengaruh obat itu ?" heerim terlihat polos, ekspresinya begitu menggemaskan, kepolosannya itu membuatnya terlihat menggemaskan

" mungkin saja... haah...aku benar – benar tidak mengerti "

Kedua gadis polos ini bahkan tidak tahu bagaimana rasa sebuah cinta, mereka masih belum bisa mengartikan tanda – tanda ketika cinta itu datang, sikap polos mereka tersebut membuat siapa saja yang melihatnya akan tertawa geli akan hal itu

The Precious Luck [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang