Mencintai itu adalah sebuah pilihan yang hanya memiliki dua akhir. Bahagia atau terluka. Namun jika luka itu adalah akhir yang membawa seyuman pada orang yang dicintai, mungkin itu adalah akhir terbaik dari semuanya.
Damar POV
Aku sedang duduk disalah satu kursi Garuda lounge. Sesekali menyesap kopi panas yang tadi ku beli di salah satu resto di bandara Soetta. Sambil berusaha mengerjakan beberapa kerjaan selama ditinggal ke Jakarta. Saat lelah, mataku mengamati para calon penumpang di salah satu penerbangan terbaik negara ini.
"Aahhhh.. Akhirnya kelar juga ni kerjaan," gumamku sambil mengirim laporan yang telah rapi itu ke email atasan.
I-padku sudah tersimpan dalam tas. Kini ganti aku mengambil ponsel yang beberapa kali bergetar di saku celanaku. Ada beberapa sms dari atasan dan rekan kerjaku menanyakan beberapa pekerjaan. Dengan cepat aku menyentuh tombol dial.
"Sudah beres pak. Barusan saya kirim"
"...."
"Iya pak. Saya sudah dibandara. Sebentar lagi juga take off"
"...."
"Beres bos" tutupku sebelum bos bawel tapi baikku itu meneruskan ceramahnya.
Penat sekali rasanya. Kantorku ini seperti hanya punya satu karyawan saja. Apa-apa aku. Kalau bukan aku yang menangani, selalu saja ada kesalahan dimana pada akhirnya aku yang harus membereskan. Ck! Harusnya mereka menggajiku 3kali lipat kalau begini!
Daripada makin kesal, aku segera membuka aplikasi wechatku dan mengetikkan pesan pada Saras.
D: hmmmm
S: hai kak
D: udah dikantor?
S: belum. Hehehe.. Baru bangun
D: kamu ini beneran perempuan? Mana ada yang mau kalau tiap hari bangun siang
S: hahaha... Biasa.. Habis lembur.
D: *hammer
S: duh. Kakak udah berangkat ke bandara? Jadi balik?
D: udah dari tadi keles. Ini bentar lagi take off
S: ooh.. Ya udah take care. Hati-hati dijalan. Tunggu pesawat berhenti baru turun. Jangan loncat pas lagi terbang
D: *hammer
Duh. Absurd banget ni cewek. Tapi asik juga. Nggak mainstream. Nggak seperti kebanyakan cewek yang jadi teman chatku lainnya. Mereka selalu memberikan perhatian lebih.
Ok. Nggak selalu. Ada juga yang tottally jutek.
Mia's calling..
Nah loh. Kalau yang ini salah satu cewek yang agresif tapi gimanaaa gitu. Mending diangkat dulu deh. Daripada nanti malah ngomel.
"Hal.."
"Halo beb. Kamu dimana? Dari tadi di sms nggak bales. Di chat nggak bales. Di telepon nggak diangkat-angkat. Aku khawatir tauk"
Tuh kan aku bilang juga apa...
"Hmm.. Gue udah dibandara"
"Dibandara? Mau balik? Kok nggak bilang-bilang sih beb. Kan aku bisa ngaterin"
"Tadi pagi kan udah bilang"
"Eh iya ya? Hahaha.. Maaf ya sayang.. Aku lupa. Abisnya..bla bla bla"
Huaaahhh...
Ni cewek mulutnya bisa diem bentar nggak sih. Akhirnya aku hanya menanggapi dengan 'hmm' dan 'iya' sampai akhirnya dia menutup sambungan.
Mia... Cewek kelas 3 SMA yang aku kenal 6 bulan lalu melalui aplikasi wechat saat aku sedang bertugas di Jakarta seperti kali ini. Cewek itu langsung ngajak ketemuan dan ku sanggupi. Pertemuan kami yang tadinya hanya makan-makan di restoran dekat hotelku menginap, berakhir di ranjang. Dan hal itu berlangsung hingga sekarang. Meskipun tanpa komitmen diantara kami.
Bukan berarti aku penjahat kelamin dan ingin menikmati tubuhnya saja. Aku memang menyukai abg-abg yang terlihat masih segar dan kinyis-kinyis. Tapi aku nggak suka memanfaatkan tubuh dan kepolosan mereka untuk memuaskan hasratku.
Tapi Mia.. Hmmm... Bagaimana menjelaskannya ya...
Dia remaja yang... Errr.. Sexy dan cantik.
Bibir mungilnya itu selalu mengundang untuk dicium. Dan bodynya yang meskipun masih berseragam abu-abu putih tapi terlihat padat dan berisi. Apalagi dia gadis yang cukup agresif dan dengan mudahnya menaikkan libidoku sekali sentuhan saja.
Aku hanya tertarik secara biologis padanya. Tentu saja. Aku tidak mencintainya. Setidaknya aku tidak mau terjebak perasaan dengan abg labil yang nanti pasti akan menghancurkanku setelah dia bertemu pangeran mahasiswanya yang lebih keren.
Ok. Bukan berarti aku nggak keren. Tapi egoku terlalu tinggi hanya untuk dikalahkan dengan seorang mahasiswa ingusan yang bahkan belum mapan sepertiku sekarang. Rumah sudah punya, mobil dan motor juga ada. Bahkan penghasilanku sebulan sudah lebih dari cukup untuk dihambur-hamburkan begitu saja.
Tapi tetap saja aku tidak mau terikat komitmen dengan remaja macam Mia itu. Terlalu riskan. Aku takut tidak akan sanggup untuk tidak menghajar para lelaki yang menatapnya lapar. Apalagi Mia selalu mengenakan pakaian yang meskipun tidak terlalu terbuka, tapi cukup untuk membuat puluhan mata pria memandang takjub pada gundukan dada dan pinggulnya yang menantang.
Bisa-bisa aku mengurungnya dalam kamar jika dia menjadi pasanganku. Tapi untungnya aku terlalu egois untuk mau berbagi pemandangan indah pasanganku dengan orang lain. Lagipula Mia juga fine-fine saja hubungan kami hanya sebatas pada sex.
"Mohon perhatian. Kepada para penumpang Garuda airlines. GA026 dengan jurusan Pekanbaru, silahkan memasuki gerbang A16"
Panggilan customer service terdengar melalui pengeras suara. Spontan aku berdiri dan mengangkat ranselku untuk segera masuk. Lebih cepat duduk aku bisa lebih cepat beristirahat. Aku masih mengantuk mengingat waktu tidurku semalam terpotong karena menikmati tubuh Mia yang menggoda.
#####
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Senja Tiba
RomanceBerawal dari satu keisengan di dunia maya saja saat berkenalan dengan Damar Satria Bagaskoro. Namun siapa sangka keisengan kecil itu justru membuat perubahan besar bagi kehidupan Sarasvati Wulan Sasongko, gadis 22 tahun yang bekerja di sebuah perusa...