DIA SARAS

1.6K 22 2
                                    

Damar PO

Badanku capek sekali. Tadi pagi dari bandara aku langsung menuju kantor pusat. Kemudian bosku memaksaku ikut meeting dengan EO yang mengurus acara kantor kami sekaligus survey tempat yang ternyata jauh di Bandung. Dan sekarang akhirnya aku sudah bisa menikmati kasur empuk di hotel tempatku menginap.

Sejenak aku merebahkan badan. Tiba-tiba aku teringat pada Saras, gadis yang bertanggung jawab untuk acara kami nanti. Aku masih penasaran, apa dia adalah orang yang sama dengan Saras di wechat? Kalau benar mereka adalah sama, waaahhh... Ini akan sangat menyenangkan.

Aku ingat saat di bus dia tertidur sangat nyenyak. Wajahnya polos seperti tanpa beban. Terlihat sangat manis. Apalagi ketika pipinya memerah saat aku mengobatinya tadi. Rasanya ingin mencubit pipinya dan kemudian memeluknya.

Jantungku kembali berdetak kencang.

"Eh, ini kenapa jantungku kenceng gini ya? Tadi pas ngobrol dengan Saras juga seperti itu"

Aku memegang dadaku, merasakan tiap degupan jantung didalamnya. Apa aku sakit ya? Atau... Ah tidak mungkin. Tidak mungkin.

Tapi kenapa rasanya aneh? Aku tidak pernah lagi merasakannya setelah kejadian itu. Sejak 7 tahun lalu saat perempuanku pergi. Dan sial sekali aku hari ini bertemu lagi dengan wanita itu lagi.

*flashback*

Aku terkejut saat Saras memperkenalkan wanita yang kini berada di depanku. Wanita itu... Aku melihat dia sama terkejutnya denganku. Tapi kami segera bersikap senormal mungkin saat Saras bertanya apakah kami saling mengenal.

Dewi Fitria, atau sebentar lagi bisa kusebut Dewi Bhirawa karena dia akan menikah dengan seorang Bagas Bhirawa. Aku benar-benar tidak menyangka bisa bertemu dengannya lagi. Padahal aku sudah berusaha sebisa mungkin untuk menghindar sejak kejadian 7 tahun lalu itu.

"Lama nggak ketemu ya Sat. Kamu apa kabar?"

Suara itu masih melekat di kepalaku. Suara yang dulu selalu aku rindukan. Suara yang selalu bisa membuatku tenang. Suara perempuan yang aku cintai...

Aku menoleh ke arahnya. Dia masih seperti dulu. Cantik, keibuan, dengan rambut hitam sebahu. Seleranya tentang fashion masih sama. Rok span sedikit di atas lutut dipadu dengan blazer pas badan beruflle di bagian leher.

"Kamu makin kurus sekarang Sat. Tapi masih terlihat tampan seperti dulu"

"Thank's"

Aku hanya menjawab sekenanya. Sebenarnya aku tidak ingin bertemu apalagi berbicara dengannya diwaktu seperti ini. Tapi siapa sangka Dewi adalah pemilik gedung yang akan kami sewa.

Dewi adalah mantan pacarku dulu. Cinta pertamaku. Kami pacaran selama 5 tahun sejak kami berdua masih duduk di bangku kuliah di Bandung. Aku jurusan teknik perminyakan ITB, sedangkan Dewi di ekonomi Universitas Padjajaran.

Awalnya kami kenal juga secara kebetulan. Aku ngontrak rumah dengan 4 kamar bersama 3 senior yang dekat denganku. Otakku terlalu jenius hingga menarik perhatian orang-orang yang dulu memploncoku di ospek itu.

Salah satu seniorku itu punya pacar anak Unpad. Pacarnya itu sering diajak kekontrakan bersama beberapa temannya, salah satunya Dewi. Sejak itulah aku sering mengamati Dewi, gadis rata-rata dengan kepintaran di atas rata-rata. Hal itulah yang membuatku jatuh cinta padanya.

"Udah punya anak berapa Sat?"

"Eh?"

"Kamu udah nikah kan sama siapa itu namanya? Yang temen sekantormu itu?"

"Melly?"

"Iya Melly. Udah nikah kan?"

"Nggak jadi"

"Kenapa?"

"Nggak cocok"

"Bukannya udah lamaran?"

"Nggak jadi"

"Ohh... Terus sekarang sudah ada calon lagi?"

"Gue capek. Masuk dulu ya"

"Sat..."

"...."

"Aku tahu mungkin kamu masih sakit hati karena kejadian waktu itu. Aku minta maaf. Aku udah pernah jelasin semuanya. Saat ini aku cuma minta restumu. Dua bulan lagi aku menikah. Aku tidak ingin meninggalkan orang-orang yang sakit hati saat aku ingin bahagia"

"...."

"Sat..."

"Gue nggak mau ngebahas ini"

Tanpa menunggu ocehannya lagi, aku segera bergabung dengan rombonganku yang nampaknya sudah selesai makan. Aku sendiri tidak terlalu berselera makan setelah melihat Dewi pertama kali tadi. Bertemu dia lagi rasanya seperti mengupas luka lamaku lagi. Lebih baik aku menghindar sebisa mungkin dari pada nanti aku justru hilang kendali.

*flashback off*

Lamunanku buyar saat ponselku tiba-tiba berbunyi, menandakan ada pesan masuk.

Dari Mia.

Beberapa hari ini aku memang sengaja mendiamkannya. Aku sedang malas bermain-main dengan abg labil itu. Pasti ujung-ujungnya dia minta bertemu dan having sex sepanjang malam. Aku sedang tidak berselera.

Ada pesan berbunyi lagi. Kali ini nadanya berbeda, pesan dari wechat.

S: Kak maaf.. Seharian ini tadi aku sibuk banget ketemu klien.

Ah gadis ini. Segera ku balas untuk memastikam rasa penasaranku.

D: emang dari mana?

S: tadi ke bandung lihat lokasi buat acaranya klien

Ah, dia bilang ke bandung? Jangan-jangan ini Saras yang sama. Daripada makin penasaran, lebih baik ku pastikan lagi saja.

D: Bandung? Daerah mana emang?

S: Di daerah Dago. Di Waroeng Daoen

Benar kan dugaanku! Dia Saras, si gadis tukang nenen yang bersamaku seharian ini. Ah, maksudnya gadis yang menjadi event planner tempat kerjaku. Ini dia! Gadis ini benar-benar luar biasa.

Entah kenapa aku merasa sangat senang. Gadis ini akan jadi partner yang asik. Sambil masih tersenyum sendiri aku melangkah ke kamar mandi. Berendam air hangat dan melupakan sejenak masalah Dewi.

####

Ketika Senja TibaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang