Terimakasih udah buat gue berani sama hujan.
To; Kafi Alyasa.
Tasya POV.
Sore itu aku tersedak di sebuah Cafe bersama seorang pria. Tubuhku mulai gemetar lagi dan terus gemetar ketika suaranya dengan hebat mengejutkanku. Bukan, bukan suara pria itu tentunya. Ini suara gelegar petir dari langit tempatku berteduh di bawah atap Cafe.
Suara gelegar itu sudah lama tak kudengar. Bulu kuduk ku merinding dibuatnya. Aku gemetar, kakiku lemas, apa ini pertanda bahwa tiap tetes darinya masih akan menusukku perlahan?
Oh Tuhan. Tolong jangan lagi...
Tubuhku melemas, rasanya sangat dingin, aku mulai memeluk tubuhku sendiri. Sekitarku seolah hampa. Sosok dihadapanku seolah kabur menjadi bayangan.
"Tasya?" Sapanya. "Lo gapapa kan?" Tanya Kafi. Ya. Pria yang di sebutnya adalah Kafi.
Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku dan tertunduk lemas. Ia tampak sangat kebingungan karena melihatku yang berubah mendadak. Tidak, aku tidak akan berubah menjadi wonder woman atau superhero lainnya.
Petir-petir yang muncul dilangit kala itu seperti sedang menghukum seseorang. Aku melihatnya sangat mengerikan. Sudah sekita sepuluh menit aku memeluk diriku sendiru dengan mata ku pejamkan. Akhirnya ku beranikan diri membuka mata dan menatap sekitar.
Kafi yang kala itu harusnya ada di depanku mendadak hilang dari pandangan.
Kalian tau dia ada dimana?
Dia ada disampinku, merangkul bahuku dan menyelimutiku dengan jaketnya. Ia seperti merasakan juga apa yang aku rasakan. Ternyata sedari tadi ia bersenandung pelan untuk menenangkanku.
Aku mulai membenarkan posisi kepala ku yang menyandar oada bahunya.
"Maaf." Kataku singkat.
"Loh kenapa minta maaf. Gue tau kok lo kenapa."
Aku hanya mengangguk.
"Lo udah takut hujan trus takut petirnya?"
Aku menggeleng.
"Bukan petirnya, hujan yang bawa petirnya." Kataku.
"Lo bukan takut hujan berarti ya, lo phobia hujan toh. Alasannya karena Nenek lo?"
"Bukan itu aja. Hujan udah ambil--" aku tak berani melanjutkan. Aku takut hujan malah mengutukku.
"Dicky?"
Aku mengangguk.
Ia mendekatkan dirinya ke diriku, mengusap kepalaku ringan kemudian menatap mataku dalam. Aku tak mengerti kenapa bisa ia seperti ini.
"Tha..." jedanya "Liat mata gue."
Aku memberanikan diri mengangkat daguku. Manik matanya sekarang tepat berada di depan manik mataku.
"Hujan itu anugerah. Hujan itu menyenangkan."
Wajahky tetap datar. Aku hanya terdiam mendengar perkataannya.
"Kalo lo ngerasa hujan jahat karena udah ambil Dicky, itu salah." Katanya tersenyum.
"Justru Allah ambil pacar loh disaat hujan turun itu karena Dia sayang Dicky dan pengen Dicky pergi barengan dengan hujan." Katanya menenangkan ku.
Kata-kata ini belum pernah aku dengar sebelumnya, sungguh kalimatnya membuatkan ku tertampar.
"Sini deh." Katanya lalu menggandeng tanganku dan mengajakku beranjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Comeback?
Fiksi RemajaSelamat datang di kisahku. Kisah ini ku tulis hanya sekedar mengingat. Kisah dimana diriku menangis karena mu. Ketika ku mulai membuka hati untuk mu namun kau malah memberi ku perasaan yang lain. Perasaan yang harus ku terima. "Maaf aku bukan yang t...