Level 3 - Time Paused

583 103 22
                                    

In Jiho's Eyes...

Ancaman bodoh tidak berdasar yang Baek-Hyun berikan nyatanya berhasil membuatku masuk ke dalam survival mode1—meski sebenarnya aku enggan. Jam masih menunjukkan pukul empat saat aku masuk ke dalam mode ini, dan sekarang, sudah hampir tiga jam kuhabiskan dengan berputar dari satu Town ke Town lain—untuk informasi, ada satu Town di tiap stage yang berisikan sekitar lima sampai tujuh level—aku bahkan mencarinya di tempat-tempat bonus.

Tapi ia tidak ada dimanapun. Ia masih online tapi pesanku diabaikannya. Lalu sekarang mengapa aku berputar-putar seperti orang bodoh?

Hah. Ia pasti sudah mempermainkanku. Kupastikan sekarang ia tengah menertawaiku, menganggapku seorang player idiot yang dengan mudahnya bisa ia bohongi hanya karena ancaman kecil dan keingin tahuan.

Akhirnya, aku duduk di salah satu sudut Town yang ada di Spring Stage. Membiarkan diriku larut dalam indahnya pemandangan musim semi virtual yang WorldWare sajikan sementara aku berpikir.

Kenapa ia memintaku untuk menemukannya? Apa ia sedang mempermainkanku? Hah. Konyol sekali. Kurang dari satu jam lagi, aku akan berhadapan dengannya di turbulence2 dan sekarang aku sudah menghabiskan human wealth3 yang seharusnya kugunakan saat battle4 nanti.

Aku kelelahan.

Setidaknya keluar dari survival mode dan beristirahat sampai jam delapan akan memberiku waktu untuk mengumpulkan kembali human wealth dan membuatku sanggup memberi perlawanan saat battle nanti.

Lagipula, aku tak mungkin membiarkan Countryku hancur bukan? Meski aku bukanlah seorang player master, atau terkenal di kalangan player lainnya, setidaknya aku bisa berusaha.

Well, aku memang hanya satu dari ribuan pemain yang ada di dalam WorldWare. Meski aku sudah pernah memainkan WorldWare dalam versi trial selama setengah tahun, hal itu tidak lantas membuatku menjadi seorang master.

Aku punya keterlambatan yang cukup fatal di normal mode saat versi full dari WorldWare dirilis. Sebuah kecelakaan terjadi dua tahun lalu dan membuatku sekarang tidak bisa dengan bebas menggunakan kesepuluh jemariku.

Terkadang, akan ada kalanya jemariku kaku dan tidak bisa digerakkan. Karena hal itu sering terjadi ditengah-tengah PK atau battle melawan Villain5, levelku juga naik dengan cukup lambat, dan namaku secara otomatis berada di bawah belasan player lain yang bisa bermain dengan handal—

—Ah, sudahlah. Untuk apa mengenang masa lalu?

Meski aku berhasil menyelesaikan survival mode dengan cepat dan naik level dengan cepat juga, tetap saja mereka tidak menganggapku ada. Ya, setidaknya survival mode tidak membutuhkan kerja jemari dan hanya membutuhkan kecerdasan berpikir saja.

Akhirnya, aku hanya bisa menghela nafas panjang. Merasa menyesal pada apa yang sudah terjadi jelas tidak akan berbuah apapun, dan menginginkan sebuah ketenaran di saat yang tidak tepat juga bukanlah hal yang benar.

"Kurang ajar! Kau sudah bermain-main denganku!" kusadari aku berseru sendiri, penuh kekesalan saat sadar jika dalam nasib yang menyedihkan ini aku kembali diberi sebuah alasan untuk kesal lantaran seorang player yang bahkan tidak kukenal.

Tanpa pikir panjang, aku keluar dari survival mode, terbangun dalam sebuah tabung yang ada di dalam kamar—tabung yang setiap harinya menjadi tempatku berbaring selama beberapa jam dan masuk ke dalam survival mode.

Lapar segera menyerangku, selalu seperti itu. Rasa lapar dan haus adalah dua hal yang menyerang ketika aku kembali dari survival mode. Apa karena saat berada di survival mode aku tidak bergerak dan hanya menghabiskan waktu dengan berpikir dalam tidur?

GAME OVER [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang