Level 17 - Fire on The Temple

357 90 9
                                    

In Jiho's Eyes...

Mengapa Baekhyun semakin terlihat tampan saja? Apa dia baru melakukan upgrade pada penampilannya? Tidak, dia masih terlihat sama sempurnanya. Dan jantungku masih juga melompat tidak karuan karenanya.

Ada apa denganku? Bagaimana bisa aku menomor duakan Baekhyun dan melupakannya padahal bagi jantungku, dia adalah yang nomor satu?

"Baekhyun, apa kau percaya tentang cinta virtual yang dikatakan orang-orang?" tanyaku membuat Baekhyun akhirnya menatapku dengan alis berkerut.

"Mengapa? Kau ingin katakan kalau kau telah jatuh cinta padaku?" tanyanya to the point.

Ugh, bagaimana bisa ada manusia yang begitu terus terang sepertinya? Apa dia tidak bisa mengatakannya dengan lebih halus?

"Ah, itu, maksudku—"

"—Apa kalian akan membicarakan perihal yang rahasia? Aku tidak keberatan untuk pergi." tiba-tiba saja Wendy bicara memotong perkataanku.

Aku sendiri masih memasang ekspresi kaku, setelah Baekhyun, sekarang Wendy. Keduanya benar-benar punya bakat menyudutkan orang lain.

"Kalau kau tidak keberatan, tidak apa-apa. Sepertinya Jiho ingin bicara berdua saja denganku." kata Baekhyun kemudian.

"Baiklah, aku masih menerima permintaan maafmu sampai esok hari." kata Wendy, dia lantas beranjak berdiri, tidak tampak seolah dia tadi baru saja menangis tersedu-sedu di pangkuan lelaki yang sudah jadi milik orang lain.

Aih, apa lagi yang sekarang ada dalam pikiranku? Merasa cemburu pada Wendy? Jangan bercanda, Jiho, Wendy adalah temanmu.

"Jadi, apa tadi yang mau kau bicarakan?" pertanyaan Baekhyun sekarang menyadarkanku dari lamunan.

"Ah... itu, yah, kau tahu maksudku. Orang-orang kadang bicara tentang bagaimana mereka benar-benar jatuh cinta pada pairmereka dalam permainan. Apa menurutmu, itu masuk akal?" termasuk jika aku katakan aku mungkin jatuh cinta padanya?

Sejenak, Baekhyun terdiam. Ekspresinya yang datar membuatku berpikir, apa yang tengah ia pertimbangkan sekarang dalam benak jeniusnya?

"Kemarilah, Jiho." kata Baekhyun kemudian, ditariknya lenganku untuk duduk di sebelahnya. Menuruti Baekhyun, aku akhirnya menyandarkan tubuh di batang kayu yang jadi tempat Baekhyun sedari tadi menyandarkan diri.

Selagi berdiam, kuperhatikan keindahan Tacenda Corner yang tak pernah membuat mata merasa bosan. Menyenangkan sekali hidup seperti Wendy, yang setiap hari bisa menikmati keindahan semacam ini tanpa adanya pengusik. Well, meskipun ada playeryang masuk ke Tacenda Corner tapi tidak berarti mereka setiap hari datang, bukan?

"Menurutku, semua perasaan yang dirasakan manusia itu, masuk akal. Meskipun hanya secara virtual, tapi dua orang bisa saling berkomunikasi dengan baik, bekerja sama, bertengkar, mereka bisa saling merindukan. Bukankah wajar saja kalau akhirnya jatuh cinta secara virtual itu benar-benar terjadi?" Baekhyun memulai.

"Ya... Dulu, kupikir semua itu konyol. Kau tahu, jatuh cinta secara virtual berarti kau tidak tahu keadaan fisik pasanganmu, bagaimana mereka hidup, atau... apa mereka benar-benar tidak punya pasangan di kehidupan nyata... apa perasaan mereka benar-benar nyata atau hanya euforia sesaat saja. Bagiku, cinta itu tidak nyata." kataku, teringat pada bagaimana teman-temanku dulu di Town pernah berkelakar mengenai pair mereka yang mereka katakan akan menjadi kekasih sesungguhnya di dunia nyata namun pada akhirnya mereka tinggalkan karena keadaan fisik mereka.

"Cinta itu tumbuh dari rasa percaya, Jiho." kata Baekhyun, "Kalau kau tidak bisa memercayai pasanganmu, bagaimana dia bisa memercayaimu? Kalau kau hanya menilai pasanganmu dari segi fisik saja, bagaimana dia akan menilaimu? Kalau yang kau inginkan hanya euforia dalam dunia virtual saja, mengapa lantas berani jatuh cinta?" sambungnya membuat hatiku mencelos.

GAME OVER [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang