Level 21 - Eden's Nirvana

298 83 21
                                    

In Jiho's Eyes...

Aku mungkin sudah jadi orang paling tolol sedunia, karena memercayai tiap kata yang terucap dari bibir seorang Invisible Black. Nyatanya, semua kata itu adalah kebohongan. Sebab, eksistensinya pun merupakan sebuah kebohongan.

Tapi, mengapa aku seolah ingin memaksa logikaku untuk menerima saja dia apa adanya? Padahal, perasaan yang terlanjur melingkupi batinku sudah kelewat tidak masuk akal. Jatuh cinta pada sebuah karakter game yang tidak pernah ada, tidak pernah hidup dan tak akan bisa hidup.

Bisa bayangkan bagaimana mengerikannya perasaanku ini? Bayangkan saja jika kau harus mencintai seseorang yang tampak sempurna namun kesempurnaan itu hanya berupa sebuah media tiga dimensi.

Baekhyun, adalah seorang NPC.

Dan tidak satu kata pun dia ucapkan untuk berusaha meyakinkanku atau menjelaskan padaku tentang apa yang terjadi ketika dia lihat ekspresiku berubah menjadi begitu kaku dan terluka.

"Ah, bukan situasi seperti ini yang aku harapkan." keheningan yang tadi sempat menyelimuti Hall utama sekarang kembali berubah menjadi sebuah arena perang karena Black Radiant baru saja buka suara.

"Situasi apa yang kau harapkan? Apa kau pikir aku akan menyerangnya dan berusaha memuaskan keinginanmu, begitu?" aku akhirnya menatap Black Radiant, sadar benar kalau dia memang sengaja meletakkanku di tengah situasi ini karena dia ingin menghancurkan rivalnya, Invisible Black.

Masa bodoh dengan fakta bahwa keduanya sama-sama NPC dan sekali lagi, bukan seorang manusia. Mereka hanya sebuah karakter yang diciptakan programmer game. Lagi-lagi, aku merasa begitu bodoh.

"Bagiamanapun, dia seorang villain, HongJoo. Tidakkah ada keinginanmu untuk menaikkan rank dengan mengalahkannya?" tanya Black Radiant.

Dia mungkin berpikir dia tengah menjadi angin kencang di tengah api yang membara, tapi tidak. Aku tidak seegois dan selabil itu. Aku masih bisa menata benakku, membedakan mana yang harus dan tidak seharusnya aku lakukan.

Dan memercayai perkataan yang telah Baekhyun ucapkan adalah sebuah opsi untukku.

"Tidak." aku berkata tegas. Lekas kuraih lengan Baekhyun, meski sekarang rasanya menyentuh Baekhyun sama saja dengan menyentuh sebuah karakter tak nyata. Menyentuh Baekhyun rasanya setara dengan menyentuh semua equipment yang kumiliki.

"Dia adalah pairku, dan kau tidak punya hak untuk menentukan ataupun beropini tentang sikap apa yang harus aku lakukan. Ayo pergi, Baekhyun." kataku, bergerak menarik Baekhyun untuk beranjak pergi namun ia bergeming.

"Kita perlu bicara, Jiho." lirih vokal Baekhyun terdengar.

"Ya, benar, dia memang butuh bicara. Mengapa tidak kalian bicarakan saja sekarang di tempat ini? Aku sudah meluangkan lahanku untuk jadi arena pertarungan ataupun bicara kalian. Jangan merasa terbebani.

"Toh, aku sudah menghancurkannya, bukankah begitu, Invisible Black? Seperti caramu menghancurkanku di arena utama karena keserakahanmu yang ingin menguasai tempat itu, aku juga punya caraku sendiri untuk balas dendam."

Aku memang tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Meski sekarang Black Radiant terdengar bicara dengan nada kelewat ramah dan kelewat bersahabat untuk bisa Baekhyun pastikan sebagai musuh, tapi aku tahu ada kejadian lain yang sudah membuat mereka berada di dalam keadaan seperti ini.

Dan, bagaimana bisa NPC terjebak dalam situasi kelewat manusiawi? Apa itu bahkan masuk akal? Aku tidak bisa membayangkan bagaimana situasi konyol macam ini bisa ada di tengah-tengah kehidupan tak nyata para NPC.

"Bicara di sini hanya akan buang-buang waktu. Baekhyun, kau hanya akan diam saja?" kataku, meski hatiku begitu remuk sekarang, diinjak-injak oleh fakta yang jika saja kudengar dalam kehidupan nyataku mungkin akan bisa membuatku menangis tersedu-sedu karena terluka, tapi aku masih cukup kuat.

GAME OVER [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang