Level 4 - Wild Rose

603 98 12
                                    

In Jiho's Eyes...

Berdiam, adalah satu-satunya hal yang bisa kulakukan saat aku menunggu battle1 antara Baek-Hyun dan empat Country2 yang terjebak dalam lapisan plasma miliknya selesai. Aku tidak tahu weapon jenis apa yang sekarang ia gunakan untuk mengurungku, tapi yang jelas aku menjadi buta dan tuli pada semua hal.

Aku tidak bisa mengakses global chatting3, tidak juga bisa mengirimkan pesan pada player yang ada di dalam list pertemananku. Satu-satunya yang bisa kukirimi pesan hanyalah Baek-Hyun.

Tapi untuk apa aku mengirimkan pesan padanya di saat seperti ini? Diam adalah jalan keluar terbaik, bukan?

SRASH!

"Argh!" kulihat Royal Thrope akhirnya ambruk.

Sekon itu aku sadar, bahwa hampir semua player dari empat Country yang menyerangnya, sudah dilumpuhkan oleh Baek-Hyun. Apa dia memang sehebat itu? Atau tingkat levelnya berpengaruh pada kemampuan battlenya juga?

Jika bukan kedua alasan itu, lantas bagaimana bisa ia memainkan weaponnya dengan begitu sempurna di dalam survival mode4?

Atensiku kembali beralih saat lapisan plasma berwarna hijau yang melingkupi tubuhku menghilang. Sekarang, saat aku bisa mengakses seluruh mode, kusadari serverku menjadi overload. Terbukti dengn bagaimana sulitnya aku berkonsentrasi dan menaruh fokus pada battle yang terjadi di depanku.

"Urgh!" tatapanku seketika melebar ketika kudengar suara lantang di dekatku, begitu dekatnya hingga bisa kudengar bagaimana sound effect WorldWare menciptakan suara berkemeretak patah—yang mungkin bisa kami anggap sebagai patahnya tulang—dari player yang baru saja terhempas ke sebelahku.

Kini pandangku dan Baek-Hyun bertemu. Melihat aku sudah tidak terlindungi perisainya, segera ia merajut langkah—hal yang membuatku terhuyung mundur dan waspada—sementara beberapa player di dekat kami kembali melancarkan serangan pada Baek-Hyun.

Ministry swordku terayun, tapi gelengan samar Baek-Hyun tunjukkan, menyadarkanku kalau aku tidak boleh sedikit pun membantunya di dalam battle ini. Dalam satu sekon—yang begitu cepat—Baek-Hyun mengayunkan salah satu amulet5 berbentuk cambuk ke sekitarnya, dan empat player yang tadi sempat mengikis jarak dengannya, terhempas.

Aku membeku ketika Baek-Hyun berdiri di hadapanku, tangan kirinya terulur dan setangkai mawar berwarna merah muncul dari sela jemari pucatnya.

"Apa kau tahu arti dari Wild Rose6 ini?" Baekhyun bertanya, tidak di dalam pesan pribadi, tapi ia mengucapkannya di percakapan global.

Seketika, global chat meledak. Puluhan percakapan masuk ke dalam pendengaranku, tidak semuanya bisa kudengar dengan jelas karena overload yang menyerangku setelah plasma pelindung Baek-Hyun hilang tadi rupanya mengacak-acak koneksiku pada survival mode.

"Apa itu?"

"Wild Rose? Bukankah benda itu diberikan oleh seorang player pada player lain sebagai tanda bahwa ia akan mengikat janji pernikahan dengan player tersebut?"

"Apa-apaan ini? Apa HongJoo dari Enterprise mengenal Invisible Black?"

Mengabaikan keterkejutan sesaatku karena melihat Wild Rose itu, jemariku justru bergerak melawan logika yang ingin mendominasi. Seolah terhipnotis, jemariku bergerak meraih mawar merah tersebut, meski kudapati jariku berdarah karena duri dari tangkainya.

"Maaf. Aku harus membersihkan tempat ini." sekon kemudian kudengar Baek-Hyun berucap di percakapan global. Semua orang mendengarnya. Semua orang tahu ia mengucapkan kata maaf padaku dan—

GAME OVER [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang