"Lo gak mandi ya? Kucel begitu, bau mulut lagi." Reuben melihat geli ke arah Ben yang sedang membersihkan wastafel.
Memang dengan rambut gondrong hingga menutupi telinga, akan terkesan lusuh dilihatnya. Apalagi dengan mata Ben yang selalu beler seperti orang kurang tidur. Jaket hitamnya yang juga mulai pudar mengeluarkan aroma yang tidak sedap.
Tidak heran jika ada orang yang baru mengenalnya akan melihat jijik. Tapi Ben tidak semenggelikan itu, dia masih terlihat seperti makhluk hidup.
Keuntungan memiliki kulit putih serta darah Chinese dari sang Bunda membuatnya masih terlihat sedap dipandang. Ya walau ketika kita berjalan beriringan dengan dia akan tercium bau tembakau dan asam yang bercampur.
"Iya! Gue gak mandi! Puas? Kaya liat gembel aja lo." Sautan Ben yang tidak ramah, malah membuat emosi Reuben terpancing.
"Dih, santai dong! Gue tanya baik-baik, kenapa lo nyolot?" Reuben yang tadinya membersihkan lantai, berdiri dan menghampiri.
"Muka lo gak enak ngeliat gue!"
Reuben yang sedang memegang sponge penuh busa, melemparkannya tepat mengenai wajah Ben. Jadilah dia basah kuyup dengan busa-busanya yang masuk ke dalam mulut.
"Lo nyari ribut, hah?" Kembali Ben membentak. "Kalo gak suka sama gue bilang!"
"Ya jelas gue gak suka, gue masih normal masa suka sama laki-laki. Gila apa lo?"
Arti 'suka' yang salah tangkap oleh Reuben tentu membuat Ben semakin kesal, semakin marah. Dia berpikir bahwa memang pria di hadapannya ini sengaja memancing emosinya yang mudah muncul.
"Lo ada masalah sama gue? Jangan sampe muka lo yang sok ini abis sama tangan gue." Ben menyentuh pipi Reuben dengan kepalan tangannya.
Dengan gerak santainya, Reuben menepis tangan Ben di pipinya. "Jangan dikira gue takut, emang lo siapa? Ngerasa hebat, iya?"
Baru saja Ben ingin melayangkan tinjunya, suara dari arah belakang menyeruak mengganggu adu mulut mereka.
"Udah dikasih hukuman, masih ngeyel juga mau berantem lagi?" Anto menginterupsi.
Karena sisa kekesalan itu masih terpendam, Ben akhirnya hanya mendorong kedua bahu Reuben hingga membentur dinding.
"Benji! Sudah! Saya akan awasi kalian dari deket pintu, kalau masih ribut-ribut juga. Biar kalian rasain gimana rasanya tulang punggung patah sama tangan saya ini."
Menyatukan Ben dan Reuben dalam satu ruangan memang masalah yang besar. Bahkan mempertemukan mereka di satu sekolah saja sudah cukup membuat keonaran.
Seperti menempatkan dua preman yang tidak akur dalam satu pasar. Tentu ini akan menjadi goncangan yang hebat.
"Sampe mulut sampah lo itu ngomong lagi, gue gak segan-segan buat tendang lo sampe muntah darah." Ancam Ben.
Senyum meledek serta gelengan Reuben menanggapi. "Sok jagoan."
•-•
Mereka baru menyelesaikan hukuman ketika hampir malam. Sekolah sudah sepi karena murid sudah pulang, hanya tersisa satpam dan Anto yang masih mengawasi hingga akhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sawala [1]
Teen FictionMereka hanya sekedar dua murid sekolah biasa. Pelajar yang sedang menempuh nikmatnya masa muda. Kesenangan serta kebebasan dalam mengekspresikan diri. Berlari belum tentu arah, karena tujuan hidup masih dalam bayang samar. Namun sepercik gelombang...