Bab 3

15.4K 1.2K 11
                                    

Sandri hanya menceritakan garis besarnya saja, tentang siapa Sidiq. Mengenai perasaannya, dia simpan. Hanya sahabatnya, Mai dan Bella, yang tahu. Sandri sedikit takut saat Sam memperlihatkan ketertarikan pada Sidiq. Dia bisa sangat persisten bila menginginkan sesuatu.

Ting! Pintu lift terbuka. Sandri melangkah keluar. Pagi ini dia sengaja bangun lebih awal untuk mampir ke apartemennya. Tidak ada yang penting, hanya mengambil beberapa buku yang sengaja dia tinggalkan agar bisa kembali dan bertemu Sidiq. Mudah-mudahan belum terlambat. Biasanya Sidiq berangkat pagi-pagi sekali.

Sandri mengeluarkan kunci dari tas. Ketuk dulu atau langsung masuk saja?

Akhirnya Sandri mengetuk tiga kali dan membuka pintu. Tidak ada siapa-siapa. Apa sudah pergi?

"Assalamu 'alaikum."

Tidak ada jawaban. Sandri mengembuskan napas pendek. Terlambat, dia sudah berangkat.

Walau kecewa, Sandri tetap melangkahkan kaki ke kamar. Apartemen terlihat rapi seperti biasa. Dia membuka kamar dan mencari buku di rak. Setelah mendapatkan bukunya, Sandri melangkah keluar dan menutup pintu. Dia terdiam sejenak saat melewati kamar Sidiq. Sebuah dorongan kuat membuat tangannya memegang gagang pintu.

Buka... tidak....

Buka... tidak....

Trekkk.

Sandri membuka pintu perlahan. Tidak dikunci!

Pintu terbuka sedikit, Sandri mengintip ke dalamnya.

Deggg.

Dia melihat seseorang sedang tidur. Apa itu Sidiq? Jadi dia belum berangkat? Sebuah senyuman terukir di wajah Sandri.

Bangunkan tidak, ya?

Sandri memilih keluar dan menutup pintu perlahan. Dia beranjak ke sofa ruang televisi dan mengeluarkan ponsel. Sandri memutuskan untuk menunggu Sidiq bangun.

Tidak lama, dia mendengar pintu kamar dibuka. Sepertinya Sidiq langsung ke kamar mandi. Sandri mendengar bunyi air mengalir.

Sandri memutuskan membuat sarapan selagi Sidiq mandi. Saat membuka kulkas, dia tidak menemukan bahan yang bisa diolah. Sepertinya Sidiq lupa belanja.

Akhirnya Sandri memasak air dan membuat teh. Cukup untuk menghangatkan tubuh di pagi hari.

Ceklek. Sepertinya Sidiq sudah selesai.  Sandri menuang teh ke cangkir dan meletakkan di meja makan. Mudah-mudahan tehnya masih panas saat Sidiq keluar kamar nanti.

Sandri mendongak saat merasakan kehadiran seseorang di hadapannya.

Ya Tuhan...

Sandri menatap tidak berkedip pada apa yang dilihatnya.

"Ndi...?" sahut sosok yang baru keluar dari kamar mandi terkejut.

"Guuu... gue biii... bikin teh," ucap Sandri gugup tanpa mengalihkan pandangannya.

Sidiq hanya terpaku tidak tahu harus berkata apa. Kondisinya tidak bisa disebut pantas untuk bertemu dengan Sandri. Celana pendek dengan handuk melingkar di lehernya. Tapi dia tidak mengharapkan Sandri ada di dapurnya sepagi ini.

"Gue ke kamar dulu." Hanya itu yang keluar dari lisannya dan langsung masuk kamar.

Dada Sandri berdegup kencang, seperti habis lari maraton. Dia masih belum bisa melupakan apa yang baru saja terjadi. Dia tidak yakin akan bisa melupakannya.

Apa Sidiq marah padanya?

Sandri duduk dan berusaha mengendalikan gugup saat Sidiq keluar menuju meja makan.

London Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang