Bab 13

15.3K 1.2K 23
                                    

"Aku lapar," elak Sandri seraya menatap sarapan di meja.

Sidiq hendak membantah, tapi ditahannya. Dia menggeser kursi dan bangkit mengambil piring. "Cukup segini?" tanya Sidiq memperlihatkan isi piring. Satu sosis dan omelet.

Sandri mengangguk singkat. "Thanks."

Sidiq meletakkan piring di depan Sandri, membiarkan perempuan itu makan.

Sandri mengunyah dengan pelan, sengaja mengulur waktu.

Sidiq tidak sabar menunggu. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Temannya menelepon. Innalillahi, dia lupa memberitahu untuk izin dari proyek hari ini. "Excuse me," pamit Sidiq dan masuk ke kamar.

Sandri bernapas lega. Keberadaan Sidiq cukup mengintimidasi. Setelah selesai, dia membawa piring ke sink dan mencucinya. Baru saja selesai dan hendak masuk kamar, Sidiq sudah kembali. Langkah Sandri terhenti.

"We need to talk," ucap Sidiq bernada perintah. Pandangannya beralih ke sofa. "Kita duduk di sana."

Sandri menghela napas dan mengikuti keinginan Sidiq. Dia duduk dan memeluk bantalan kursi.

"Kalo lo masih menghindar. Demi Allah gue akan cari Will sekarang juga. Jangan cari-cari alasan buat ngelindungin dia. Gue tahu lo sama dia kemaren," ucap Sidiq menahan emosinya. Dia sudah cukup sabar sejak semalam.

Mata Sandri menyiratkan ketakutan. Tidak. Dia tidak mau berurusan lagi dengan laki-laki itu.

"Kemaren lo pergi sama dia, kan?" tanya Sidiq langsung.

Sandri mengangguk pelan. Iya. Seharusnya dia tidak pergi.

"Ke mana?" tanya Sidiq lagi

"Gue ... gue ke ... ke .... Dia ngajak gue ke suatu tempat," Sandri mulai bercerita.

Sidiq mendengarkan dengan saksama.

"Ke pertokoan. Dia ... dia menyewa tempat untuk butik gue."

Sidiq menautkan alisnya. Butik Sandri?

"Dia bermaksud berinvestasi. Membuka cabang Simplie Fashion di London," jelas Sandri.

Modus, batin Sidiq kesal.

"Gue menolak. Tapi dia memaksa. Dia nyuruh gue untuk pikir-pikir dulu." Sandri menelan ludahnya. "Terus ... terus dia ngajak gue ke ... ke pesta temennya.

"Di sana nggak lama. Dia bilang punya kejutan buat gue. Terus ... dia ... bawa gue ke ... apartemennya."

Sidiq menahan nafasnya. Will membawa Sandri ke apartemennya. Jadi benar. Mereka hanya berdua saja saat itu.

Sidiq berusaha mengenyahkan pikiran buruk dari kepalanya. Tapi sulit sekali. Melihat kondisi Sandri kemarin. Apakah laki-laki itu sudah ....

Tangan Sidiq terkepal kuat. Dia butuh untuk menemui Will dan menghajar laki-laki itu sampai hancur.

"Dia ... dia ngelamar gue." Sandri tidak berani menatap Sidiq. Pandangannya lurus ke bawah.

Sidiq menoleh ke Sandri. Menatap tidak percaya. Will melamar Sandri? Bagaimana bisa? Jadi laki-laki itu benar-benar serius mencintai Sandri. Tapi kalau cinta ... kenapa ...?

"Gue tolak. Dia tetap maksa dan ngasih gue waktu untuk berpikir," lanjut Sandri. "Terus ...."

Sidiq berusaha menahan gemeletuk. Dia harus bisa mendengar cerita Sandri sampai selesai.

"Then he tried to kiss me."

Kepalan tangan Sidiq menguat. Dia bisa merasakan kukunya menusuk. Kepalanya tertunduk. Merasa bersalah.

London Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang