Bab 16

17.8K 1.4K 69
                                    

Sandri mendesah panjang. Fikirannya sedang tidak fokus. Kalau begini terus, tugasnya tidak akan selesai.

"Kenapa? Kangen, ya?" tanya sebuah suara di samping Sandri.

Sandri melirik sekilas dan mengacuhkan Sam yang menggodanya. Bagus sekali. Sekarang dia kehilangan selera menyelesaikan desainnya.

"Kalau kangen tinggal ketemuan aja. Nggak susah, kan?" goda Sam lagi.

Huh, menyesal Sandri menceritakan perihal pernikahannya ke Sam. Temannya itu tidak berhenti menggodanya. Kalau Sam tahu, otomatis yang lain tahu. Sam tidak begitu pandai menyimpan kabar gembira. Dalam hitungan menit, semua temannya tahu.

Sandri kembali mendesah. Bertemu dengan Sidiq? Seandainya semudah itu ....

Pernikahan mereka di undur selama satu bulan.

Orang tua Sidiq meminta agar pernikahan menunggu hingga mereka datang ke London. Mau tidak mau Papa sepakat. Karena menikah menyatukan dua keluarga. Tidak boleh mengedepankan kepentingan sendiri.

Mengurus visa perlu waktu, apalagi visa ke Inggris. Papa meminta asistennya di Jakarta untuk mengurus segala sesuatunya. Keluarga Sidiq sudah berada di Jakarta sekarang. Mereka tinggal di rumah Papa di Senopati. Mama yang meminta mereka tinggal di sana.

Tentu saja Sandri bisa bernapas lega. Pernikahannya di undur. Tapi ... setiap keputusan ada konsekuensi.

Papa dan Mama akan tetap di London sampai pernikahan. Mereka tidak membolehkan Sandri dan Sidiq bertemu, kecuali bersama mereka. Awalnya Sandri yakin akan bertahan, toh selama hampir satu tahun ini dia bertahan tanpa selalu bertemu Sidiq.

Tapi ....

Semua berbeda saat laki-laki itu melamar Sandri dan menyatakan isi hatinya.

Hati Sandri semakin terikat. Pikirannya dipenuhi oleh Sidiq. Degup di dadanya berdebar kencang saat menerima pesan singkat di ponsel. Hanya pesan singkat dari Sidiq. Bayangkan bila laki-laki itu meneleponnya.

Sandri tersiksa. Menyesal dia tidak mengiyakan permintaan papanya saat itu. Kalau saja ... tentu mereka sudah menikah saat ini, dan ....

Muka Sandri memerah membayangkan hidup berdua dengan Sidiq. Hal yang hanya bisa dibayangkan dalam mimpi, sebentar lagi menjadi nyata.

Sandri mendengus kesal. Ini semua gara-gara papanya. Kalau saja Papa tidak melarang mereka bertemu, tentu rasa rindu tidak akan menyiksa seperti ini.

Ditraiknya napas panjang. Sandri ingat betul kata per kata yang diucapkan papanya saat itu. Ketika mereka sepakat mengundur pernikahan.

"Papa percaya kalian bisa menjaga adab. Tapi ... Papa akan merasa tenang jika sementara waktu kalian tidak bertemu dulu," ucap Reza penuh penekanan. "Kecuali ... ada Papa dan Mama di sana. Saat kita membicarakan tentang teknis pernikahan.

"Sekarang situasi sudah berbeda, kalian adalah calon suami istri. Godaannya akan lebih berat. Percaya dengan Papa. Ini untuk kebaikan semua," tutup Reza.

Seminggu pertama Sandri lewati dengan berat. Benar apa yang Papa bilang. Situasi sekarang sudah berbeda. Sandri merasa bisa melewati hari tanpa merasakan rindu. Tapi dia salah. Setiap waktu Sandri mengecek ponsel, kalau-kalau ada pesan atau miss called dari Sidiq.

Dan sekarang sudah dua minggu. Rasanya ....

Dadanya sesak. Dia butuh bertemu Sidiq. Walau hanya melihatnya saja. Hanya melihat. Itu saja.

Menunggu seminggu lagi saat pertemuan keluarga, rasanya Sandri tidak sanggup.

Sandri berfikir untuk melanggar perintah papanya dan datang ke apartemen Sidiq. Toh mereka tidak akan melakukan hal terlarang. Hanya ngobrol dan ....

London Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang