Bab 12

13.2K 1.1K 41
                                    

Sidiq menggeliat dan berusaha duduk. Jam berapa ini? pikirnya. Dia melihat jam dinding. Sudah sore. Selama itu kah dia tertidur? 

Innalillahi! Sidiq segera bangkit dari tempat tidur. Dia belum salat Zuhur. Sekarang sudah masuk Asar.

Semalam dia tidak pulang. Ada trouble di proyek. Dia dan temannya terpaksa lembur sampai Subuh. Sidiq terlalu ngantuk untuk pulang. Akhirnya dia tidur di proyek. Jam sembilan baru pulang. Sampai di apartemen dia mandi dan tidur lagi. Badannya terasa remuk. Kepalanya pusing.

Sidiq sudah berniat untuk bangun Zuhur. Sepertinya dia tidur terlalu lelap, sampai tidak terbangun. Zuhur terlewat, sekarang sudah hampir masuk maghrib. Dia bergegas menjamak salatnya.

Badannya masih terasa lemas. Mungkin karena terlalu banyak tidur.

Selesai salat, Sidiq menuju dapur. Perutnya lapar. Sejak pagi belum makan, sekarang hampir waktunya makan malam. Dia mengeluarkan mie instan dari lemari. Masakan cepat dan enak.

Sementara merebus air, Sidiq mengambil ponsel di kamar. Sepertinya sejak semalam ponselnya mati. Sidiq tidak sempat mengecas.

Dia mengecas ponsel di dapur. Saat dinyalakan, masuk beberapa pesan ke ponselnya. Sidiq membiarkan. Dia kembali memasak mie. Setelah selesai, Sidiq memakan mie dengan cepat. Tidak sampai lima menit sudah tandas. Setelah minum, Sidiq kembali melihat ponselnya.

Ada dari ibunya. Dari temannya. Dari Sandri?

Sidiq membuka pesan dari Sandri.

Sandri: Will mengajakku ke pesta pernikahan anak temannya. Menurutmu bagaimana?

Sandri mengirim pesan semalam. Pasti dia sedang sibuk bekerja, jadi tidak sempat melihat ponsel.

Hmmm, apa yang harus ditulisnya? Sidiq tidak pernah suka dengan Will. Laki-laki itu menginginkan sesuatu dari Sandri. Dan Sidiq tidak mau hal itu terjadi.

Sebenarnya bagaimana perasaannya ke Sandri?

Sidiq tahu, Sandri masih menyimpan rasa untuknya, walau Will hadir kembali dalam hidup perempuan itu.

Dia memang peduli dengan Sandri, tapi itu semua karena rasa tanggung jawabnya. Tidak bisa dipungkiri, Sidiq tertarik secara fisik. Sandri terlalu menarik untuk diabaikan. Hanya egonya lah yang menolak.

Tapi akhir-akhir ini, ada sesuatu yang berubah. Entah lah Sidiq tidak tahu pasti. Dia tidak suka Sandri dekat dengan Will. Apa itu cemburu? Atau hanya karena dia ingin melindungi Sandri dari laki-laki seperti Will?

Sidiq menghela napa panjang. Dia mulai mengetik.

Sidiq: Sebaiknya tidak.

Sent!

Dia yakin sudah memberi jawaban yang benar. Sudah seharusnya Sandri tidak lagi bepergian berdua dengan Will. Sidiq harus menjaga izzah Sandri sebagai muslimah. Tidak peduli Sandri menganggapnya mengekang. Sidiq hanya ingin yang terbaik untuk Sandri.

Seharusnya dia melakukan itu sejak dulu.

Ah, sudahlah. Tidak ada gunanya menyesal. Terpenting bagaimana ke depannya.

Sidiq kembali mengecek ponselnya. Belum ada balasan dari Sandri. Apa ditelepon saja?

Setelah menimbang, ahirnya Sidiq mencobanya.

Nada sambung, tapi tidak diangkat.

Sidiq mencobanya sekali lagi.

Tidak diangkat.

London Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang