Bab 21

16.9K 1.3K 74
                                    

Sandri bisa merasakan kasur bergerak saat suaminya merebahkan diri di samping. Sidiq memeluknya dari belakang. Lembut tangan itu membelai perutnya. Sebuah kecupan mendarat di leher Sandri. Begitu lembut sampai dia ingin menangis karena merasa begitu dicintai.

Sidiq menghirup dalam-dalam wangi istrinya. Seketika itu juga semua masalahnya hilang. Dia hanya butuh Sandri. Pelan kantuk memeluknya. Matanya terpejam dengan napas yang teratur diikuti dengkuran halus.

Mendengar suaminya sudah tertidur, Sandri memberanikan diri menolehkan kepala. Betapa damai suaminya saat tidur. Apa dia tidak tahu kalau Sandri menangis sedari tadi saat menunggu kepulangannya?

Sandri mencoba untuk tidur. Tapi tidak bisa. Dia duduk dan beranjak ke kamar mandi. Akhir-akhir ini dia sering sekali buang air kecil saat malam. Setelahnya Sandri berwudu. Ada baiknya dia salat dua rakaat sebelum tidur.

Selesai salat, Sandri memperpanjang doa. Dia minta kepada Allah agar memberikan jawaban atas semua gundah hatinya. Dihapus air mata perlahan. Dia tidak boleh menangis lagi, atau Sidiq akan mendengarnya dan terbangun.

Saat merapikan mukena dan meletakkan di meja, mata Sandri terpaku pada ponsel suaminya yang tergeletak di sana.

Pandangan Sandri beralih dari ponsel ke Sidiq yang sedang tidur, lalu kembali lagi ke ponsel. Hatinya ragu.

Gemetar dia meraih ponsel suaminya. Ini akan menjadi yang pertama bagi Sandri melihat ponsel Sidiq tanpa izin.

Sandri menarik napas panjang. Degup jantungnya bertalu. Tangannya dingin. Ya Allah. Ampuni hamba.

Dibukanya pesan masuk. Sandri tidak tahu apa yang dicarinya. Ditelusuri nama yang tertera satu per satu. Ada papanya, Bang Andy, Angga, juga nama-nama yang tidak dikenal. Ada nama perempuan. Tiba-tiba perut Sandri terasa mual. Dengan jari bergetar dibukanya pesan.

Hani: Pak, sore meeting di pusat ya.

Sidiq: Jam berapa?

Hani: Jam lima.

Sidiq: Ok.

Sandri mengembuskan napas yang sedari tadi ditahannya. Hanya pesan biasa dari rekan kerja.

Kembali ditelusuri nama-nama yang tertera. Tidak ada nama Maya. Apa itu artinya Sidiq sama sekali tidak pernah mengirim pesan ke perempuan itu?

Sandri kembali membaca perlahan, sampai pada ....

Eh, nama yang tidak biasa. Everlasting? Seperti bukan sebuah nama. Sandri membukanya.

Everlasting: Bisa ketemu nanti malam?

Sidiq: Ada apa?

Everlasting: Ada yang ingin aku tanyakan.

Sidiq: Tidak bisa lewat SMS saja?

Everlasting: Kalau kamu sibuk, tidak apa-apa.

Sidiq: Oke, bisa. Di mana?

Everlasting: Tempat biasa.

Sidiq: Oke.

Deg!

Sandri menahan napasnya. Apa ini seperti yang dipikirkannya? Waktu percakapan tadi siang. Mereka berjanji bertemu malamnya. Berarti benar. Orang ini, Everlasting, adalah perempuan yang dilihat Sandri tadi.

Air matanya menggenang. Everlasting ... siapa dia?

Sandri mencoba melihat pesan sebelumnya. Tidak ada. Hanya pesan ini saja. Apa Sidiq sudah menghapusnya?

London Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang