Bab 17

18.8K 1.4K 56
                                    

Sidiq menatap pantulan diri di cermin. Akhirnya hari itu tiba. Pernikahannya ....

Rasanya waktu cepat sekali berlalu sejak terakhir dia melamar seseorang, dulu ....

Sidiq segera menepis kenangan itu. Tidak. Dia tidak boleh memikirkan masa lalu. Dia harus fokus, berfikir ke masa depan. Dia telah memutuskan untuk melamar Sandri, artinya hanya ada perempuan itu di hatinya. Tidak ada yang lain.

"Antum, apaaa?!" seru Angga tidak percaya.

Sidiq mengingat kembali pembicarannya dengan Angga malam itu. Setelah dia mencium Sandri.

Sidiq benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan, dia menelepon Angga, berharap suami Mai sekaligus temannya saat kuliah itu bisa memberi jalan keluar yang baik.

"I kissed her," jawab Sidiq lambat. Entah kenapa dia malu saat mengucapkannya. Malu karena sudah berbuat maksiat kepada Allah.

"Astaghfirullah. Serius, antum?" Angga masih tidak percaya dengan apa yang telah dilakukan sepupu istrinya itu. "Bagaimana bisa? Memangnya kalian tinggal serumah?"

"It just happened, okay. Ana juga tidak habis pikir kalau mengingatnya," sahut Sidiq. " We cought in a moment."

Angga menghela napas panjang di ujung sana. "Now what?"

"I don't know. Makanya ana nelpon antum. Menurut antum?"

"Tanggung jawablah ...," putus Angga.

"Tanggung jawab gimana?"

"Ya ... nikahin."

"Nikahin? Hanya karena ana mencium dia?" Sidiq tidak yakin.

"Kenapa antum mencium Sandri?" tanya Angga langsung.

Sidiq terdiam sesaat. Mencari alasan. "I don't know for sure. Kan ana udah bilang. Kami hanya terbawa suasana. Lagi pula, ana sudah minta maaf."

"Antum tidak mencium orang sembarangan, hanya karena terbawa suasana," tukas Angga. "Dan minta maaf tidak menyelesaikan masalah."

Sidiq tidak bisa menjawab. Dia membenarkan ucapan Angga.

"You have feelings for her, that's why," beritahu Angga.

"No I don't," elak Sidiq.

"Tapi antum peduli?"

"Hanya karena Pak Reza dan Pak Sandy."

"Yakin?"

"Dia baru hijrah, sudah seharusnya ana membantu beradaptasi."

"Kalau antum tidak punya perasaan apa-apa pada Sandri, tidak akan segelisah ini," tembak Angga.

Sidiq mencoba mencerna ucapan Angga.

"Antum masih belum membuka hati untuk orang lain?" tuduh Angga. "Sampai kapan? Lupakan Maya!"

"Ana sudah melupakan Maya. Dia tidak ada hubungannya dengan ini," elak Sidiq.

"Tapi antum masih mengharapkan sosok perempuan seperti Maya. Iya, kan?"

"Tidak." Sidiq tahu dia tidak jujur. Angga telak menghajarnya, dia masih mengharapkan sosok pendamping seperti Maya.

Angga mendesah pelan. "Antum nggak akan ke mana-mana kalau begini terus. Coba buka sedikit hati dan pikiran. Kenapa semua ini bisa terjadi? Kenapa antum sampai bisa melakukan hal itu pada Sandri?"

Kenapa? Bukankah sudah sudah Sidiq ceritakan tadi? Mereka hanya terbawa suasana. Tapi ... dia juga tidak akan mencium sembarang orang, hanya karena terbawa suasana. Dia tidak akan melakukan hal itu kepada teman kampusnya, Fatimah, atau kepada Emiliy teman Sandri, misalnya. Dia tidak akan melakukannya karena ... karena Sidiq tidak punya perasaan apa-apa pada mereka.

London Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang