Sandri menarik napas panjang. Mencoba menenangkan diri. Dia duduk di tepi tempat tidur seraya memegang erat pinggiran kasur.
Bella ....
Kamu di mana?
Sandri sudah mencoba menelpon beberapa teman di Jakarta yang mungkin tahu keberadaan Bella. Nihil. Mereka juga kehilangan jejak.
Setelah abangnya meminta bantuan untuk menemukan Bella, Sandri langsung bergerak. Dia tidak tahu masalah apa yang sedang menimpa abangnya dengan Bella. Sepertinya serius, sampai Belle menghilang dari peredaran.
Sandri mengingat-ingat, kapan terakhir kali berkomunikasi dengan Bella. Sepertinya belum lama. Bella sepertinya sedang bahagia waktu itu. Dia bercerita kalau hubungannya dengan Abang mengalami kemajuan. Tapi sekarang ...? Ada apa sih?
Kring! Kring!
Sandri melirik ponsel yang tergeletak di sampingnya. William. Sandri meraih ponsel dan menggeser layarnya.
"Hey, you," sapanya di ujung sana, terdengar senang.
"Hey, you," balas Sandri seraya tersenyum. Will dengan mudah membuat mood-nya naik.
"Miss me?" candanya.
"Yeah, like a lot," sarkas Sandri.
Will tertawa. "Come to Harvard, then."
"Tugasku sedang banyak."
"Aku bisa minta dispensasi dengan dosenmu. Siapa, sih?"
"Sombong!"
Will kembali tertawa. "Aku akan ke London dalam beberapa hari ke depan. Luangkan waktu untukku, please ...."
Entah apa hubungan yang mereka jalani saat ini. Mereka bertemu saat Will ke London. Hanya makan siang atau kopi di sore hari. Berbincang ringan. Tertawa. Setelah itu mereka berpisah, sibuk dengan urusan masing-masing.
Will tidak pernah meminta lebih. Dia benar-benar ingin menjadi temannya. Dan itu bukan hal yang buruk, kan?
Sandri tidak menceritakan tentang hubungan dengan Will dulu kepada teman-temannya. Sam sangat penasaran, dari mana dia bisa dekat dengan Profesor William Campbell? Well, itu tetap akan menjadi rahasia.
Tapi ....
Abangnya sudah tahu. Sandri hampir tidak bisa menyembunyikan apa pun dari Bang Andy. Abangnya seolah punya lie detector, dia tahu saat Sandri berbohong. Mau tidak mau dia memberitahu kalau bertemu dengan Will di London. Untung saja abangnya tidak bertanya macam-macam.
"Pumpkin ...."
"Eh, okay. Aku akan luangkan waktu."
"Great. Bye, now."
"Bye."
Kami hanya berteman. Kami hanya berteman. Kami hanya berteman. Sandri mengulang kalimat itu dalam pikirannya. Iya, mereka hanya berteman.
*****
"Kamu ingat pertama kali kita bertemu?" tanya Will saat mereka tengah duduk di kafe langganan. Sandri sengaja skip kelas sore ini. SENGAJA. Catat itu. Hal yang belum pernah dilakukannya.
Sandri menyeruput pelan hot cappucinonya seraya mengangguk pelan. Bagaimana mungkin dia lupa.
"Aku selalu bersyukur akan hari itu. Dan hari-hari selanjutnya saat tanpa sengaja kita bertemu," kenang Will. "Sepertinya semesta mendukung kita."
Sebuah senyum senyum simpul terpatri di wajah Sandri. Iya. Terlalu banyak kebetulan yang terjadi antara hidupnya dengan Will.
Kebetulan mereka bertemu saat Sandri sedang diskusi dengan salah satu dosennya yang ternyata adalah teman Will. Dia kebetulan sedang mengunjungi temannya itu di London.
KAMU SEDANG MEMBACA
London Love Story
SpiritualShe. Sang Perempuan berusaha melupakan masa lalu dan melangkah ke depan. Dia berusaha menjadi lebih baik demi seorang laki-laki yang diam-diam mencuri perhatiannya. Laki-laki yang berbeda. Perempuan ini yakin, dia tidak salah memilih sang Lelaki unt...