Chapter 8

30.6K 3.5K 31
                                        

ZEVA POV

Setelah keluar dari ruangannya, aku langsung kembali ke ruanganku. Moodku jadi jelek. Meskipun begitu aku nggak bisa menyalahkan Alba karena aku memang memiliki kesalahan.

"Eh kenapa tuh muka bete banget?" Suara Geo menginterupsiku. Aku pun menghampirinya lalu ikutan duduk di sofa. Geo masih sabar menanti jawaban dariku ketika aku memijit kepalaku.

"Pak Alba emang gitu ya orangnya?"

"Oalaahh, jadi gara-gara dia nih muka lo jadi kusut begitu? Kenapa? Kena omel?" Aku hanya mengangguk.

"Haha, sabar. Ini pun baru awal-awal. Kerja sama dia memang butuh tenaga ekstra. But, as long as kerjaan lo bener, dia bakalan fine-fine aja kok. Ya meskipun kadang omongan dia tajem banget. Dia hanya berusaha tegas dan profesional dalam bekerja."

Aku menautkan alisku, "Oh, jadi lo di pihak Pak Alba nih?"

"Ya ampun, gue mah nggak di pihak siapa-siapa. Emang bener kok apa yang gue bilang. Lo kena semprot dia mungkin gara-gara ada yang nggak beres sama kerjaan lo, iya kan?"

Aku terdiam. Benar juga apa kata Geo. Alba berhak marah or ngomel karena di sini memang aku yang salah. Oke, fine aku bisa menerimanya. Tapi, seharusnya dia menegurku dengan cara yang lebih baik bukannya malah memberikan sarkasme dengan bertanya bahwa aku ini ngapain aja selama kerja di sini. Sarkasme seperti itu hanya bikin gondok aja.

Dia bahkan menolak mentah-mentah tawaranku untuk mempersiapkan semua kebutuhan untuk presentasi nanti. Dia nggak menghargai niat baikku untuk menebus kesalahan yang sudah kulakukan.

"Udah, nggak usah cemberut. Di bawa santai aja kalau kerja sama dia."

"Iya, gue lagi berusaha beradaptasi sama sifat dia yang begitu," balasku.

"Bagus, lo harus cepetan beradaptasi dan memahami dia dengan baik, karena lo bakalan jadi milik dia," ujar Geo. Aku langsung memberikan tatapan yang sangat mematikan mendengar kalimatnya yang terdengar sangat sensitif di telingaku. Kalimat yang barusaja Geo ucapkan benar-benar bikin telingaku geli cenderung sakit.

"Kalem, kalem. Maksud gue, bakalan jadi drafter dia. Hahahaha. Panik banget mukanya." Aku masih melihat Geo dengan tatapan super datar. "Jangan banyak emosi, tar cepet tua loh. Oke?" katanya sembari menepuk pundakku beberapa kali. Setelah itu Geo beranjak dari sofa lalu kembali ke ruangannya.

Aku pun ikutan kembali ke ruanganku sendiri dan mempersiapkan diri menjelang presentasi dengan para surveyor nanti.

Beberapa belas menit telah berlalu, telepon di ruanganku tiba-tiba berdering.

"Halo," kujepit gagang telepon di antara telinga dan bahu karena kedua tanganku sedang sibuk mengerjakan hal lain.

"Kamu sudah siap?"

"Iya, Pak. Bentar lagi saya ke ruangan Bapak."

"Oke, makasih."

"Iya," balasku. Setelah itu sambungan telepon terputus. Aku pun memberesi barang-barangku lantas bergegas menuju ke ruangan Alba.

Saat memasuki ruangannya lagi, Alba tengah duduk di sofa dengan sebuah tab di tangannya. Tanpa di suruh, aku pun ikutan duduk di depannya. Laki-laki model dia nggak mempan dikasih kalimat basa-basi. Jadi, daripada buang tenaga buat basa-basi dengannya, mending aku diam saja.

Aku membuka aplikasi Whatsapp ponselku, lalu kuserahkan ponselku pada Alba.

Alba menaikkan alisnya, "Kenapa?"

"Minta nomor hape bapak."

"Buat apa?"

"Share location, tempat presentasi nanti," jawabku.

InterlockingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang