Chapter 14

39.4K 4.7K 249
                                    

Guyss lama nggak ketemu yaa
Wkwk
Wkwk
Btw, Minal aidzin wal faidizin, mohon maap lahir batin yaa😉
Selamat membacaa:))

======♥♥♥======

"Waduh, rame juga ya ini warung soto," ujar Zeva. Saat ini Zeva dan Firda tengah berada di sebuah warung soto yang terletak tidak jauh dari kantornya. Menjumbulkan kepala masing-masing, keduanya mencari tempat yang masih kosong.

"Apa masih ada tempat yang kosong?" Tanya Zeva.

"Itu masih ada beberapa kursi yang kosong kok. Enggak juga kalau lama, jamin deh." Keduanya pun memutuskan untuk tetap memesan makanan meskipun keduanya tahu warung soto tersebut saat ini tengah ramai-ramainya.

Setelah memesan dua porsi soto daging dan dua gelas minuman, keduanya mulai memosisikan diri di kursi yang masih kosong. Mereka lantas duduk berhadapan.

Firda menengok ke kanan dan kiri, memastikan lagi lingkungan sekitar bahwa memang tidak ada rekan sekantornya. Ia hendak menginvestigasi perempuan di depannya ini.

"Mumpung kita lagi berdua aja nih, aku mau nagih utang penjelasan dari kamu," kata Firda. Mata Zeva sedikit memicing setelah mendengar penuturan Firda barusan.

"Penjelasan? Penjelasan apa mbak?"

"Penjelasan mengenai hubungan kamu dengan Alba. Dulu waktu pacar kamu datang ke kantor, ehmm, siapa namanya? Ahhh, iya, Ryan. Kalian bertiga kok kayak ada something. Aku kan jadi penasaran.... Terus, Pak Alfred kenapa nyariin kamu?"

Zeva terkejut. Ia tak menyangka kalau Firda serius menuntut penjelasan darinya tentang hubungan antara dirinya, Alba, dan Ryan waktu itu. Apalagi kemarin Pak Alfred meminta untuk bertemu dengannya, yang Zeva yakin akan menimbulkan tanda tanya besar.

Ia tak tahu harus menjelaskan dari mana, karena ceritanya sedikit rumit. Suka tak suka, dengan berat hati akhirnya Zeva merelakan satu rahasianya lolos kepada satu rekan kerjanya ini.

"Kok mbak masih inget aja sih?"

"Inget lah."

"Aduh, aku bingung banget mau ceritain dari mana."

"Yaudah ceritain ajaa. Soalnya kalian tuh terlihat ada something," ucap Firda menaikkan jarinya membentuk tanda kutip pada kata something. Kalau bukan Firda, ia tak mau menceritakan hal se krusial ini. Ya, baginya, hal ini adalah hal krusial untuk diceritakan kepada orang lain. Dan ia mempercayai rekan kerjanya yang satu ini.

"Hmm. Jadi gini mbak. First of all, Ryan bukanlah kekasihku. Dia hanyalah laki-laki sampah brengsek tak tahu malu, dan jangan tanyakan kenapa. Oke? Lanjut, saat aku bertemu dengan Ryan malam itu, aku tidak sengaja melibatkan Pak Alba ke dalam drama yang kubuat. Aku mengenalkan Pak Alba sebagai kekasihku di depan Ryan yang notabene adalah mantanku, padahal Pak Alba waktu itu hanya kebetulan lewat di sampingku, tapi aku kayak refleks narik dia! Aku gila nggak sih, Mbak?" Zeva menganalisis ekspresi wajah Firda yang terlihat sedikit shock.

"Hah?" Hanya itu satu kata yang keluar dari mulut Firda, tidak percaya. "Gimana, gimana?"

"Jangan gitu dong mbak, aku kan jadi sungkan mau cerita," kata Zeva.

"Ini kamu serius ngenalin Alba sebagai pacar kamu di depan mantanmu?" Firda menyangga dagunya dengan kedua tangannya. Ia semakin penasaran dengan cerita yang Zeva hendak utarakan.

"Serius Mbak, itulah pertemuan pertama kami. Dan aku lebih kaget saat dia ternyata kerja di Mandala! Ya ampun, waktu itu aku langsung percaya kalau dunia itu cuma selebar daun kelor." Zeva menarik selembar tisu dari kotak kecil di sebelahnya, lalu ia mengusap dahinya. Keringat halusnya mulai muncul.

InterlockingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang