Chapter 20

29.1K 3.6K 157
                                    

Hallo, selamat membaca yaa.

Btw chapter 5, 8, 9 sudah kupublish ulang, jadi buat kalian yg belum baca sekarang udah bisa baca.

AUTHOR POV

Sejak pertama kali Zeva dan seorang laki-laki menemaninya masuk ke ballroom hotel, Alba sudah melihat perempuan itu. Terkejut? Tentu saja. Alba tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Zeva di sini, setelah tadi pagi Alba mengurungkan niat bertemu dengan Zeva di kantor.

Alba tidak bisa meragukan lagi penampilan Zeva malam ini. Dengan setelan kebaya dan rok bernuansa soft grey, serta heels yang mempercantik kaki jenjangnya, perempuan itu kelihatan cantik banget. Rambutnya yang tebal ia biarkan terurai dengan rapi. Make up tipis menghiasi wajah perempuan itu, seperti biasanya. Cantiknya effortless.

Akan tetapi ada perasaan gundah yang Alba rasakan ketika mengetahui Zeva menghadiri resepsi itu bersama seorang laki-laki. Siapa laki-laki itu?

Dari tempatnya duduk, Alba sesekali mencuri pandang ke arah Zeva yang sekarang berdiri sendirian di tepi ruangan, menempel dengan tembok. Perempuan itu terlihat sedang berusaha menelpon seseorang, tapi sepertinya tak ada jawaban terbukti dengan wajah Zeva yang terlihat kecewa. Ke mana laki-laki yang tadi? Tanya Alba dalam hati. Inilah momen pas bagi Alba untuk menghampiri perempuan itu. Alba nggak tahan lagi.

"Zeva." Alba memanggil.

Zeva menoleh dan terlihat sangat terkejut, "Pak Alba?"

"Sama siapa?"

"Sama temen, tapi dia lagi ke toilet," jawab Zeva. Dua pertanyaan Alba terjawab sudah. Pertama, bahwa laki-laki yang bersama Zeva adalah seorang teman. Kedua, bahwa temannya itu sedang pergi ke toilet.

"Oh.... Saya lihat kamu daritadi berdiri di sini, kirain kamu dateng sendiri." Alba ngibul. Padahal dari tadi dia tahu kalau Zeva datang sama seorang laki-laki, dan itu membuat pikirannya sedikit terganggu.

Zeva menggeleng sambil senyum tipis, "Enggak kok. Bapak sendiri datang sama siapa?"

"Saya sama teman-teman, di sana," Alba menunjuk tempat duduk VIP yang berisi beberapa orang laki-laki yang tengah bercengkrama hangat.

"Oh..., Siapanya pengantin?"

"Pengantin laki-laki itu sahabat saya waktu kuliah. Kamu sendiri?"

"Pengantin perempuannya teman saya waktu SMA," Lagi-lagi Zeva tersenyum. Kalau Alba merupakan seorang pejabat pemerintahan yang bertugas membuat peraturan, dia pasti sudah membuat aturan bahwa tidak boleh asal memberikan senyuman manis. Aturan khusus untuk Zeva, karena senyuman perempuan itu sungguh melemahkannya.

"Ya ampun Zev, sorry banget ya bikin lo nunggu lama." Tiba-tiba seorang laki-laki yang Zeva sebut sebagai teman itu datang. Laki-laki itu lumayan gagah, tingginya agak sedikit lebih pendek dari Alba. Wajahnya lumayan tampan, bersih, tapi Alba curiga kalau laki-laki ini memakai parfum yang wanginya mirip dengan sabun kamar mandi miliknya. Alba mengeyahkan pikiran anehnya.

Zeva terlihat khawatir, "Ngga papa, lo sendiri gimana? Nggak papa kan? Atau masih sakit?"

Sakit? Sakit apa? Alba cuma bisa bertanya dalam hati.

"Yeah I'm fine."

"Oh iya kenalin Wil, ini Pak Alba, rekan kantor gue."

"Wildan."

"Alba." Keduanya tersenyum sembari menjabat tangan satu sama lain.

"Yaudah Wil kita balik aja kalo emang lo lagi nggak enak badan," kata Zeva. Balik? Pulang maksudnya? Sirine dalam tubuh Alba langsung berbunyi nyaring. Mereka baru aja ketemu bahkan belum ada lima menit, dan Zeva sudah mau enyah dari hadapannya? Apakah Zeva segitu malesnya ketemu dengan dirinya? Pikiran dan jiwa Alba langsung sedikit terguncang.

InterlockingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang