Zeva bergegas menuju ke ruangannya sendiri setelah berhasil keluar dari ruangan Alba. Dia memang sengaja nggak bilang sama Alba kalau Pak Alfred mencari dirinya. Setelah ini dia akan mengaku secara langsung pada Pak Alfred kalau dia bukanlah kekasih Alba. Bahwa apa yang terjadi kemarin adalah sebuah ketidaksengajaan, kesalahpahaman, sebuah insiden.
Jantungnya berdetak semakin kencang seiring kakinya melangkah. Zeva nggak bisa membayangkan bagaimana pikiran rekan-rekan satu divisinya, mengetahui seorang CEO sekelas Pak Alfred mau repot-repot datang menemui pegawai baru seperti dirinya.
Begitu memasuki ruangan divisinya, dari kejauhan, dia bisa melihat Pak Alfred tengah berbincang dengan Pak Surya. Jantungnya kini tambah berdebar tak karuan. Begitu mereka bertemu, Pak Alfred langsung mengajak Zeva untuk ke pergi ke ruangan sang CEO.
Kenapa beliau nggak menyuruhku datang langsung ke ruangannya saja dan malah memilih datang ke ruangan divisiku? Pikir Zeva.
Di sepanjang perjalanan menuju ruangan sang CEO, Zeva mengedipkan mata berkali-kali untuk mengurangi rasa gugupnya.
"Tadi habis dari mana, Zeva?" Tanya Pak Alfred ketika mereka sudah duduk di sofa ruang tamu di dalam ruangan milik Pak Alfred.
"Saya dari..., ruangan Pak Alba," jawabnya ragu. Dia nggak bohong sih, tapi rasanya justru nggak enak di hati dan membuatnya gelisah. Zeva merasa bahwa dia baru saja salah bicara. Dia hanya nggak ingin Pak Alfred berpikir macam-macam terhadap dirinya.
Alfred hanya mengangguk sembari tersenyum tipis. Senyuman yang mengingatkan Zeva akan senyuman tipis laki-laki yang pernah ia lihat sebelumnya, senyuman tipis milik Alba.
"Bagaimana kabar ayah kamu?" Tanya Alfred lagi. Kali ini pertanyaan yang Pak Alfred lontarkan membuat Zeva tertegun. Pasalnya, Zeva nggak mengerti apakah Pak Alfred hanya basa-basi, ataukah memang beliau mengenal ayahnya?
Perasaan Zeva mulai nggak enak mengetahui bahwa sepertinya Pak Alfred mengenal ayahnya.
"Alhamdulillah ayah saya baik-baik saja, Pak." Sebuah senyuman mengembang di wajah perempuan itu.
"Alhamdulillah," ujar Alfred. "Tolong katakan sama ayahmu bahwa semakin tua jangan semakin memforsir tenaganya." Pak Alfred tertawa kecil sedangkan Zeva hanya bisa tersenyum kecut. Kini ia semakin yakin bahwasanya Pak Alfred memang tahu kalau dia adalah putri dari Zen Hefranz. Dan tampaknya, Pak Alfred mengenal baik ayahnya.
Ini bukan hal baik, kata Zeva dalam hati. Senyumnya semakin kecut saja. Zeva meracau dalam hati. Damn this shit circle!
Sampai saat ini Zeva masih nggak tahu tahu arah pembicaraan Pak Alfred, juga tujuan beliau mengundangnya ke ruangannya. Tiba-tiba seorang perempuan memasuki ruangan dengan sebuah nampan dengan dua cangkir di atasnya. Zeva yakin bahwa perempuan itu adalah sekertaris Alfred.
"Silakan diminum," kata Alfred ramah padanya. Dia semakin salah tingkah saja diperlakukan seperti ini oleh CEO Mandala Architeam. Keduanya lalu meminum teh hangat dalam diam.
"Kamu pasti bingung ya mengapa saya ingin bertemu dengan kamu? Santai aja, saya hanya ingin berbicara sedikit mengenai hubungan kamu dengan anak saya," ujar Pak Alfred pada akhirnya.
Kini kesadaran Zeva kembali seketika. Tenaganya terasa penuh kembali teringat tujuannya menemui Pak Alfred, yaitu meluruskan kesalahpahaman kemarin.
Zeva menegakkan posisi duduknya. "Sebelumnya, saya ingin meminta maaf, Pak. Saya ingin menjelaskan bagaimana hubungan kami yang sebenarnya. Kami bukanlah sepasang kekasih. Semua ini hanya salah paham pak," terang Zeva. Jiwanya bergejolak hendak melihat bagaimana respon Alfred setelah mengetahui fakta yang sesungguhnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Interlocking
ChickLitZeva tidak tahu ini semua salah siapa. Ia sama sekali tidak mengerti mengapa ia bisa terjerumus ke dalam kehidupan seorang Alba, arsitek bermulut tajam dengan kalimat-kalimat tegasnya. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, ternyata dia lah yang justru me...