Chapter 23

42.2K 3.3K 204
                                        

"Hah?" Ibi sedikit melongo.

"Gue boleh nebeng ngga? Kalo semisal nggak bisa juga nggak papa kok bi." Suara Zeva terdengar sedikit lemah dari bisanya.

"Gue bisa kok." Ibi menatap Zeva sebentar. "Cuman yang gue heranin. Kok tumben?"

"Yaa sekali-kali gue mau manfaatin temen," balas Zeva sekenanya dengan maksud bercanda namun ada seriusnya juga. Ibi terkekeh dengan ekspresi wajah penuh tanya, merasa aneh saja. Ibi tidak tahu kalau Zeva membawa mobil sendiri. Entah mengapa Zeva enggan untuk menyetir dan lebih memilih pulang bersama Ibi.

"Yaudah ayo." Ibi mulai berjalan meninggalkan Zeva, sedangkan perempuan itu mengekor di belakang Ibi.

"Nih, pake." Ibi memberikan sebuah helm kepada Zeva. Dengan wajah yang sedikit terkejut, perempuan itu menerima helm itu lantas memakainya. Zeva sama sekali tidak tahu kalau hari ini Ibi ternyata mengendarai motor.

"Ngga usah takut, gue ada SIM kok, jadi lo aman," kata Ibi setelah melihat wajah Zeva yang sedikit ragu.

"Gue nggak takut ya bi. Cuman ini tuh....," Zeva melihat keseluruhan bodi motor Ibi lalu melanjutkan, "boncengannya kecil amat sih."

"Yee, kalo gede mah amal gue namanya. Buruan ayo ntar keburu ujan." Ibi mulai menghidupkan mesin motornya.

"Emang mendung ya?"

"Iya mendung."

"Lo bawa jas ujan?"

"Nggak tuh."

"Trus kalau hujan nanti gimana?"

"Yaa kehujanan. Ayo buruan naik sebelum gue berubah pikiran nih." Zeva pun bergegas menaiki motor Ibi tanpa berpikir panjang lagi. Perempuan itu berdoa dalam hati supaya tidak hujan selama perjalanan.

"Lo nggak ada niatan buat nanya dimana gue tinggal? Main ngegas aja lo?" Tanya Zeva.

"Hah?? Apaaa?? nggak kedengeraann??!!"

Zeva sedikit menyampingkan tubuhnya lalu condong ke punggung Ibi. "Emang loo tauu dimana gue tinggaal, bii?" Zeva mengencangkan suaranya.

"Orang lo aja nggak pernah ngasih tau ke gue, trus mana gue bisa tau Zev? Emang gue cenayang apa?" Zeva hanya mencebik kesal. Ibi memang benar, tapi laki-laki itu juga nggak ada inisiatif buat nanya.

Ibi ini terkadang bisa menjadi tipe cowok yang ngeselin setengah mati. Untung saja Zeva sabar meskipun hati dan pikirannya tengah ruwet. Setelah itu langsung saja Zeva menyebutkan alamat apartemennya dan Ibi hanya menganggukkan kepalanya tanda dia sudah paham jalan mana yang harus dia tempuh untuk menuju apartemen Zeva.

Udara malam cukup mampu untuk membuat Zeva sedikit kedinginan. Pasalnya, perempuan itu tidak memakai jaket ataupun outer. Di tengah perjalanan, ia merasakan ponselnya bergetar dari dalam tasnya, berkali-kali.

Penasaran, akhirnya Zeva pun dengan perlahan mengecek ponselnya.

Alba menelpon.

Zeva kaget setengah mati. Dia tidak lantas mengangkat teleponnya, justru hanya memandang layar ponselnya sampai panggilan itu berakhir tanpa jawaban. Setelah missedcall yang ketiga kalinya, Alba tak menelpon lagi. Zeva membuka kaca helmnya. Dengan perlahan jemari Zeva melihat notification bar dan mendapati sebuah pesan dari Alba melalui whatsapp.

Pak Alba: Zeva, besok lusa keluarga besar saya mau ada acara makan malam bersama. Kamu apa ada acara? Kalau nggak ada, kamu bisa datang nggak sama saya?

Zeva spontan mematikan ponsel lalu menaruhnya kembali ke dalam tas. Setelah seminggu laki-laki itu menghilang tanpa kabar, dan sekarang tiba-tiba dia datang dan memintanya untuk menghadiri acara keluarganya?

InterlockingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang