Hallo!
Kalau kalian masih nungguin cerita ini, selamat! Kalian masuk ke dalam golongan orang yang sabar☺️ wkwk please dibaca dulu:1. Bakal double update. Chapter 25 udah selesai ditulis, dan bakal dipublish sekitar satu atau dua jam setelah chapter ini di up. Nunggu votes dan komennya banyakan dikit wkw.
2. Maaf kalau komen temen2 di chapter sebelumnya blm sempet kebales yaa🙏🏼 jangan lupa votesnyaa hehe makasii.Selamat membaca.
AUTHOR POV
"Pak Alba" dua kata itu terucap cukup jelas dari mulut Zeva sehingga Alba menoleh ke arahnya. Perempuan itu berjalan perlahan mendekati laki-laki yang tengah berdiri sembari menatapnya dengan ekspresi wajah yang terlihat khawatir.
"Zeva," kata Alba. Kini keduanya sudah berdiri dengan jarak yang cukup dekat, saling menatap satu sama lain. Dengan jarak yang sedekat ini, Zeva samar-samar bisa mencium aroma wangi khas dari Alba. Wangi yang jujur saja sangat ia rindukan akhir-akhir ini. Kalau saja, dia, Alba dan hubungan mereka tidak serumit ini, mungkin keduanya sudah menghambur dalam pelukan. Namun Zeva sadar dia tidak bisa melakukannya. Yang bisa dia lakukan saat ini adalah berpikir jernih supaya bisa membuat keputusan tepat di setiap detiknya.
"Zeva kamu kenapa? Mata kamu sembab. Kamu sakit?" Alba hendak menyentuh dahi atau puncak kepala Zeva, namun perempuan itu segera menepisnya dengan pelan.
Saya baru aja nangisin bapak, sepanjang perjalanan pulang ini.
Zeva tersenyum sangat tipis. "Saya nggak papa kok."
"Aku telpon kamu, tapi kamu nggak angkat."
"Lagi di jalan, jadinya nggak bisa angkat telpon. Dan setelah ini mau langsung istirahat soalnya lagi agak lemes, banyak pikiran juga." Sedetik setelah itu Zeva baru sadar kalau panggilan dari Alba yang semula 'saya' berubah menjadi 'aku'.
"Udah ke dokter? Ayo aku anter," ucap Alba. Zeva belum menjawab. Perempuan itu mengeluarkan keycard dari dalam tasnya lalu menggunakannya untuk membuka pintu.
"Aku nggak sakit kok, cuma butuh tidur aja kayaknya. Aku juga udah makan sama minum vitamin juga, jadi jangan khawatir," balas Zeva.
"Kamu ngerjain proyek siapa? Besok biar aku suruh ganti biar kamu istirahat dulu."
"Nggak usah, santai aja." jawab Zeva spontan. "Aku beneran nggak apa-apa. Trust me, I can handle my self." Perempuan itu sudah di dekat pintu masuk unitnya, menandakan bahwa ia ingin segera masuk.
"Yaudah kalau gitu istirahat aja, jangan sampai sakit."
"Oke."
"Oke." Terjadi keheningan di antara keduanya. Alba membuka obrolan lagi, "Kamu mau langsung masuk?" Zeva mengangguk. "Kita belum ada semenit ketemu," ucap Alba lagi. Zeva sedikit menahan napasnya.
Zeva pun memberikan tawaran, "Talk to me tommorow after work?"
"Talk to you at work. No, no, talk to you now. Boleh ikutan masuk? Kamu mau ngapain aja terserah, biar aku di ruang tengah."
"Ngapain?"
"Nggak ngapa-ngapain. Aku cuma....," nyatanya Alba tak mampu menyelesaikan kalimat dia sendiri. Buru-buru Alba menambahi, "Hmm, boleh nggak?"
"Iya, ngapain?"
"Ngobrol-ngobrol sebentar mungkin?"
Zeva tertawa kecil. "Mau mastiin kalau aku bisa dateng atau nggak di acara keluarga besarnya bapak?" Tebak perempuan itu.
"Enggak," jawab Alba dengan tegas. "Aku bahkan nggak kepikiran soal itu sama sekali. Hal itu nggak begitu penting."
"Terus apa yang penting yang mau diobrolin?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Interlocking
Literatura KobiecaZeva tidak tahu ini semua salah siapa. Ia sama sekali tidak mengerti mengapa ia bisa terjerumus ke dalam kehidupan seorang Alba, arsitek bermulut tajam dengan kalimat-kalimat tegasnya. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, ternyata dia lah yang justru me...