Alba terdiam beberapa detik, terkejut bukan main. "Ma—ma?"
Mata Zeva melotot sejadi-jadinya mendengar Alba menyebut kata 'mama'. Jantungnya berpacu dengan sangat cepat, perutnya serasa di aduk-aduk.
Otaknya ia paksa untuk berpikir keras secara spontan kali ini, mencari cara. Ia tak ingin bertemu dengan mamanya Alba. Lihat dirinya saat ini. Ia hanya mengenakan piyama, rambut yang ia kucir seadanya, dengan wajah tanpa goresan rias sama sekali.
"Ihh kamu kaget? kok kayak panik gitu? Hayoo, kamu sembunyiin cewek yaa di daleem?" Goda mamanya sembari menekan-nekan dada Alba dengan jari telunjuknya. Mendengar ucapan mamanya Alba membuat Zeva semakin kalang kabut. Ia harus pergi bagaimanapun caranya. Ia harus bersembunyi!
"Aku cuma kaget aja mama tiba-tiba dateng tanpa kasih kabar dulu." Alba menjabat tangan mamanya lalu mencium punggung tangan mamanya itu.
"Hahaha iya, namanya juga surprise masak bilang-bilang sih! Kirain kamu kaget sekaligus panik gara-gara sembunyiin cewek. HhaHhhA. Awas aja kamu sembunyiin cewek, langsung mama bawain penghulu nanti!" Alba hanya tersenyum kaku, tak berniat menyangkal pernyataan mamanya karena memang saat ini ada seorang perempuan yang tengah menyantap bebek goreng di ruang tengahnya.
Dengan panik, Zeva mengambil tisu sebanyak mungkin. Ia membawa sepiring makanannya dan juga segelas minumannya. Ia akan bersembunyi tanpa meninggalkan jejak sama sekali!
"Yaudah masuk yuk, Ma." Suara langkah kaki mulai terdengar.
Zeva, dengan sepiring makanan dan segelas minuman di tangannya, secara asal memasuki sebuah ruangan lalu menutup pintunya dengan pelan. Dia lalu menaruh piring dan gelas itu di meja terdekat yang dapat dia raih. Setelah itu dia menutupi piring berisi makanan itu dengan berlembar-lembar tisu supaya aromanya tak menguar di ruangan yang mirip seperti kamar itu.
Ini memang kamar, bego! Suara hati Zeva berteriak.
Tunggu dulu, ini kamar Pak Alba?!
"Loh, ini kok banyak makanan gini?" Tanya mamanya ketika mereka sudah sampai di ruang tengah. Sama dengan mamanya, ia pun bertanya-tanya namun dengan pertanyaan yang berbeda. Di manakah gerangan gadis itu berada?
Alba sungguh tahu situasi apa yang tengah terjadi saat ini. Zeva sengaja bersembunyi saat tahu kalau tamunya adalah mamanya. Bahkan perempuan berusaha tak meninggalkan jejak dengan membawa piring serta gelasnya ikutan bersembunyi!
"Ohh iya ma. Tadi ada temen main ke sini."
"Siapa tuhh?"
"Si Oswald, ngasih undangan kawinan teman SMA," jawabnya secara asal. Kini ia merasa bersalah karena telah membohongi mamanya sendiri. Andai saja Zeva tidak pakai acara sembunyi-sembunyi segala, Alba pasti sudah mengenalkan Zeva pada mamanya.
Keduanya lantas duduk. Mamanya meletakkan dua kantung kresek putih di atas meja.
"Ohalaahh, anak itu...," respon mamanya.
Mata Alba tak sengaja menangkap satu buah sandal ruangan berbentuk beruang berbulu lebat di sebelah meja. Kepanikan pun melanda dirinya. Mamanya tak boleh melihat kalau ada sandal kamar milik perempuan ada di apartemennya, ditambah sandal itu hanya bagian kiri saja! Nyatanya gadis itu masih saja ceroboh. Alba mengusap wajahnya.
"Ohiya ini mama belanja banyak buat isi kulkas kamu yang isinya sangat mengenaskan itu," mamanya beranjak lagi dari sofa lalu membawa dua kantong kresek itu ke dapur. Buru-buru Alba mengambil satu buah sandal kamar milik Zeva itu lalu menyembunyikannya di dalam nakas terdekat.
Di sisi lain, Zeva mondar-mandir di dalam kamar Alba, dengan hanya mengenakan satu buah sandal kamarnya. Ia berbuat kesalahan lagi. Tidak semestinya ia menyelinap masuk ke dalam kamar laki-laki itu. Tapi, demi menyelamatkan diri, rasanya semua hal menjadi mungkin untuk dilakukan. Oh iya satu lagi, tidak semestinya ia meninggalkan satu pasang sandal kamarnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Interlocking
ChickLitZeva tidak tahu ini semua salah siapa. Ia sama sekali tidak mengerti mengapa ia bisa terjerumus ke dalam kehidupan seorang Alba, arsitek bermulut tajam dengan kalimat-kalimat tegasnya. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, ternyata dia lah yang justru me...