Chapter 12

35.4K 4.4K 154
                                        

AUTHOR POV

"Mau dibantuin ngangkatnya?"

Zeva sontak menoleh ke arah sumber suara. Dia mendapati Alba tengah berdiri di belakangnya. Laki-laki itu tampak mengenakan outfit serba polos, meliputi sendal jepit, celana pendek, dan juga kaos hitam polos. Zeva memandangi Alba dari ujung kaki hingga ujung kepala, sedikit terkejut dengan penampilan Alba yang nggak pernah ia lihat sebelumnya.

Selama ini dia melihat Alba dengan balutan celana kain dan kemeja. Namun saat ini dia melihat sosok Alba yang lebih normal dan manusiawi.

Alba melambaikan tangannya di depan wajah Zeva ketika gadis itu nggak memberikan respon sema sekali. "Zeva?" Zeva lalu tersadar bahwa sedari tadi dirinya hanya melongo.

"Eh iya, Pak. Gimana?" Tanya Zeva sedikit mendongak karena posisinya saat ini tengah berjongkok di dekat kardus, sedangkan Alba masih berdiri dengan sebuah plastik kresek berwarna putih bertuliskan sebuah minimarket.

"Bisa nggak ngangkatnya?"

"Maksudnya?"

Alba menggeleng. "Itu," tunjuknya ke arah kardus depan Zeva.

"Ohalahh." Setelah itu Zeva bangkit berdiri, kini tatapan mereka bisa sedikit lebih sejajar. "Bapak nggak sibuk?"

"Enggak."

"Wah kebetulan, boleh deh," jawab Zeva. Kemudian keduanya mengangkat kardus itu bersama-sama memasuki unit apartemen Zeva.

"Pelan-pelan aja," kata Zeva sesekali merasakan ketidakseimbangan langkah kakinya dengan milik Alba.

"Iya, ini juga udah pelan-pelan," balas Alba. Keduanya masih berjalan menuju ruang tengah, menggotong kardus berisi monitor komputer yang berukuran besar itu. Diletakkanlah kardus itu di dekat layar monitor yang lama.

"Ini kamu lagi masak, ya?" Tanya Alba ketika mencium bau harum masakan.

"Ya ampun!" Zeva terperanjat, baru teringat kalau ia meninggalkan masakannya dengan posisi kompor yang masih menyala. Zeva berlari terbirit menuju dapur dan memastikan apakah masakannya selamat. Perempuan itu mengembuskan napasnya lega, karena masakannya enggak gagal. Mau nggak mau dia harus melanjutkan aktivitas memasaknya.

Alba berjalan menuju dapur, hendak pamit pada sang pemilik unit karena tugasnya membantu mengangkat kardus sudah selesai. Begitu ia hampir sampai di dapur, ia reflek menghentikan langkahnya untuk alasan yang tidak pasti hanya kerena melihat Zeva tengah mengucir rambutnya.

Zeva menoleh. Mata mereka bertemu. Mulanya Alba memang hendak segera pamit. Namun, yang keluar dari mulutnya justru, "Mau dipasangin sekalian?"

Alba juga nggak habis pikir mengapa dia dengan mudah menawarkan diri untuk memasangkan seperangkat monitor baru milik perempuan itu.

"Wah, kebetulan saya nggak bisa, Pak. Boleh banget," balas Zeva antusias. Sepertinya hari ini ia sedang hoki karena menerima bantuan yang nggak diduga melalui Alba. Tangannya masih sibuk menggerakkan spatula, tatapannya beralih dari masakan di depannya ke Alba secara bergantian.

Tak menunggu Zeva berkata-kata lagi, Alba segera melakukan apa yang sudah menjadi konsekuensi atas omongannya sendiri. Dia hanya menjalankan perannya sebagai tetangga yang baik.

Beberapa saat telah berlalu, Zeva telah selesai memasak, sedangkan Alba masih sibuk berkutat dengan barang baru milik Zeva.

"Susah ya?" Tanya Zeva.

"Enggak kok, ini juga udah mau selesai," jawab Alba tak repot menoleh ke arah Zeva. "Kenapa ganti monitor baru? Yang itu rusak?" tanya Alba lagi.

"Enggak rusak."

InterlockingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang