Chapter 1

118K 6.7K 246
                                    

ZEVA POV

Aku termenung di dalam mobil sembari menunggu lampu hijau menyala. Malam ini, setelah beratus-ratus hari aku tidak bertemu dengannya, akhirnya dalam kurun waktu kurang dari satu jam kami akan bertatap muka lagi.

Ryan. Mantan kekasihku. Mantan tunanganku. Laki-laki yang pernah mengisi kehidupanku selama beberapa tahun. Laki-laki yang pernah menyakitiku hingga aku mau gila rasanya.

Rasanya baru kemarin kami berpisah. Tapi setelah kuhitung-hitung lagi, ternyata sudah satu tahun lebih dua bulan kami tak bertemu. Resmi berpisah. Namun tiba-tiba dua hari yang lalu Ryan menghubungiku. Dia bilang ada sesuatu yang ingin dia sampaikan padaku.

Gerimis kecil masih mengguyur jalanan. Petir disertai guntur menyambar, bersamaan dengan lampu hijau yang akhirnya menyala. Beberapa kali suara klakson terdengar, membuatku segera melajukan mobilku.

Kalau ditanya apakah aku gugup atau tidak, jawabannya adalah iya. Aku jadi teringat oleh saran dari sahabatku Risya, bahwa kalau Ryan macam-macam langsung saja siram pakai minuman. Minuman panas kalau perlu.

Aku tersenyum geli. Apalagi membayangkan kalau Risya lah yang menyiram minuman tepat di wajah Ryan. Sahabatku yang satu itu memang sedikit berlebihan jika menanggapi sesuatu.

Beberapa menit membelah jalanan yang licin di tengah malam, akhirnya aku sampai di sebuah kafe yang cukup terkenal. Di kafe ini Ryan mengajakku bertemu. Aku yakin bahwa laki-laki itu sudah berada di dalam sana karena aku belum lupa bahwa dia adalah laki-laki yang sangat menghargai waktu dan tak pernah terlambat.

Belum sempat aku keluar dari mobil, ponselku berdering. Terpampang nama Risya di layar ponselku.

"Hallo," jawabku.

"Hallo, gimana Zev? Udah ketemu sama Ryan belum? Udah lo siram pake air es itu laki-laki brengsek?" Cerocos Risya.

"Ini gue baru aja sampe, belum ketemu sama dia. Lagian gue juga nggak bakal ngelakuin hal yang semacam itu kali...."

"Whahaha iya sih, gue tau lo nggak bakal berani ngelakuin hal gila semacam itu."

"Lo se penasaran itu ya? Ini aja gue masih di dalem mobil." Aku mulai mengingat-ingat di mana tepatnya aku menaruh payung di dalam mobilku. "Mana ujannya makin deres," sambungku yang pada akhirnya menemukan payungku.

"Yaudah gih langsung aja masuk. Besok cerita ama gue ya gimana-gimananya."

"Iyaaa, bu." Kami berdua terkekeh geli. Sebuah guntur sekali lagi terdengar menggelegar. Aku membuka payung dan segera keluar dari mobil.

Begitu memasuki kafe, aku langsung menuju meja nomor 8, di mana aku dan Ryan janjian untuk bertemu. Perasaanku sungguh tak karuan. Bagaimana kabar dia? Seperti apa penampilannya saat ini?

Dari kejauhan aku melihat Ryan sedang duduk sembari memainkan ponselnya. Dia sudah memesan secangkir minuman yang terlihat panas dari kejauhan.

"Ryan," kataku yang berhasil mengejutkannya. Tanpa ia suruh, aku sudah duduk di kursi seberangnya.

"Zeva." Sebuah senyuman terukir di wajah tampannya yang kuaiku semakin tampan sejak terakhir kali kami berjumpa. Semua orang juga tahu kalau ketampanannya tidak bisa diragukan lagi. Tapi, untuk apa sih wajah tampan kalau kelakuan brengsek?

"Kamu mau pesan apa?" Tanyanya.

"Aku nggak pesan apa-apa. Aku nggak bisa lama-lama, Yan. Setelah ini aku harus ke suatu tempat." Wajah Ryan terlihat sedikit kecewa mendengarnya.

"Aku kangen kamu, Zev," ucapnya to the point. Aku menghela napas. Jadi aku jauh-jauh ke sini hanya untuk mendengar omongan bullshit seperti ini? "Banyak yang ingin aku omongin ke kamu," imbuhnya. Aku balas menatapnya dengan tatapan datar.

InterlockingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang