Level 0

2.6K 364 64
                                    

Pemuda itu bertanya, "Bisakah aku mati seperti ini?"


Entah pada siapa pertanyaan itu diajukan, padahal ia sendirian tanpa berteman seorangpun di ruangan berukuran 4x4 meter tersebut. Meskipun tidak mendapat jawaban, namun ia tetap mengulangi pertanyaan yang sama, sudah tidak terhitung berapa banyak.

"Kau bisa mati seperti ini, bukankah manusia memang dibebaskan memilih jalan seperti apa yang harus mereka lalui?" bisik iblis dalam inner si pemuda, "Jika kau memang memilih untuk mati, mati saja. Itu kan memang pilihan yang kau pilih" lanjut si iblis.

"Jangan dengarkan dia, kau tidak bisa mati seperti ini" kali ini malaikat ikut berbisik di telinga si pemuda, mengingatkan untuk kembali ke jalan yang benar.

"Untuk apa hidup dalam tekanan, jika mati bisa membebaskan segalanya?" iblis berargumen lebih meyakinkan, "Kau sudah lelah bukan? ayo aku akan menemanimu membeli cutter seperti waktu itu" bujuk si iblis.


"Hey, kau pernah bilang bahwa kau benci perpisahan. Lantas kau akan meninggalkan orang tuamu, keluargamu, dan teman temanmu begitu saja?" si malaikat mengingatkan tentang sesuatu yang sebenarnya paling dibenci oleh si pemuda.


"Aku tidak berpisah dengan mereka, tapi aku yang akan meninggalkan mereka" bantah si pemuda. Sepertinya 70% bisikan iblis sudah mempengaruhi jiwa dan raganya.

"Kau akan membusuk di neraka jika kau melakukannya!" kata malaikat tegas.

"Malaikat, bukankah kau tau aku sudah tidak memiliki siapa siapa di dunia ini? Orang tuaku tidak menginginkanku, teman temanku juga sudah menjauhiku sejak insiden itu" si pemuda tampak menahan tangis, "Aku sendirian, aku tidak punya siapa siapa. Jadi untuk apa aku terus hidup?" ungkapnya putus asa, "Toh mereka tidak akan merasa kehilangan jika aku pergi dari dunia ini" si pemuda menekuk lutut dan melingkarkan lengan disana, seraya menenggelamkan kepala berambut hitam itu diantara lipatannya.

"Tuhan akan membencimu!" si malaikat mencoba menakut nakuti.

"Tidak usah khawatir, aku akan terus berada di sisimu jika memang Tuhan benar membencimu" kata si iblis menawarkan bantuan, seolah disisi iblis adalah tempat melarikan diri paling tepat dari urusan dunia.

"Tidak ada seorangpun yang akan menangis untukku nanti, aku sudah tidak layak untuk hidup di dunia ini" pemuda itu kembali mengutarakan pikirannya.

Hatinya sudah menghitam, tak ada setitik cahayapun disana untuk sekedar membantu bangkit kembali. Mendengar pemikiran menyedihkan manusia didepannya, si iblis justru menyeringai puas. Tinggal sekali dorong saja, maka bujuk rayunya akan termakan oleh mangsa.

Si malaikat memang sudah tampak kebingungan, bagaimanapun kebaikan harus tetap menang dari pada kejahatan. Malaikat tercipta dari cahaya surga sedangkan iblis tercipta dari panasnya api neraka. Bukankah manusia berkewajiban mengejar surga dari pada menikmati kenikmatan sesaat di dunia?

"Aku akan menangis untukmu! Ribuan malaikat akan menangisi kepergianmu nanti!" tanpa sadar nada bicara malaikat naik satu oktaf, meyakinkan bahwa teman teman malaikat lainnya akan ikut menangisi kepergian manusia yang satu ini, "Mungkin kau memang tidak punya teman sesama manusia, tapi kau punya aku, malaikatmu!" dan di kalimat terakhir si malaikat berbicara lebih lembut.

"Oh, jangan lupakan bung kau juga masih punya aku. Ingat bukan bahwa aku tidak pernah meninggalkanmu barang sedetikpun, tidak seperti teman teman dan mantan kekasihmu itu" iblis tidak mau kalah. Tidak ada kata menyerah untuk menggoda manusia di sepanjang sejarah peradaban akhirat.

"Aku bingung" lirih si pemuda. Ia tidak menangis, tapi pandangannya kosong. 


"Lihat urat hijau di pergelangan tangan kurusmu" si iblis berkata, kemudian si pemuda melirik ke arah garis garis hijau yang hanya terbalut kulit putih cerah khas penduduk asia, "Kau bisa menggoreskan cutter disana, mengiris salah satu garis hijau itu dan darah akan bercucuran dari sana. bukankah itu keren?" iblis memang pandai memprovokasi manusia.



"Jangan lakukan, kau sudah pernah melakukannya di telapak tanganmu dan itu sakit bukan? kau mau merasakan sakit seperti itu lagi?" malaikat mencoba memancing ingatan si pemuda tentang bagaimana ia menyayat telapak tangannya sendiri beberapa bulan lalu.

Berakhir dengan sang dokter menghadiahi balutan perban di telapak tangan. Percayalah ia jadi tidak bisa menggunakan tangan kirinya saat itu, bahkan untuk mengancingkan kemeja saja ia membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya. Belum lagi pertanyaan pertanyaan membosankan tentang bagaimana pemuda itu bisa mendapatkan balutan perban oleh beberapa manusia disekitar, seperti penjaga mini market langgannya untuk membeli stock mie instan.


"Tapi malaikat, aku ingin bertanya" sela si pemuda setelah si malaikat berbicara.

"Apa itu?" si malaikat penasaran.


"Bisakah aku memberikan sisa umurku pada orang orang yang ingin hidup lebih lama di kejamnya dunia ini?" tanya pemuda itu.


Pertanyaan konyol dari bibir si pemuda sontak membuat si malaikat kebingungan, dari mana ia mendapatkan pemikiran seperti itu?, "Mana bisa begitu! kau harusnya banyak banyak bersyukur karna masih diberikan hidup!" sambar si malaikat setelahnya.


"Maka dari itu aku ingin memberikan sisa umurku pada mereka!" debat si pemuda, meskipun ia tau hal itu tidak akan mungkin terkabul.

"Malaikat, aku mau bertanya lagi, bolehkah?" kini kepala si manusia menoleh ke kanan, menghadap malaikat.

"Apa?" si malaikat mengantisipasi.

"Bisakah kau menanyakan pada Tuhan kenapa aku masih saja diberi hidup di saat orang orang di sekitarku tidak menginginkanku untuk hidup?" tanya si manusia, masih dengan nada putus asa yang kentara.

"Sekalipun aku ini memang utusan Tuhan, aku tidak mungkin diberi tau apa alasannya" jawab si malaikat agak kesal.

"Tidak ada. Kau sudah tidak punya alasan untuk hidup" si iblis menyela cepat, "Ayolah aku akan menemani sampai ragamu sudah tidak bernafas" bujuk si iblis lagi.

"Coba saja turuti dia. Urusanmu di dunia memang akan selesai, tapi tidak dengan urusanmu di akhirat" malaikat tidak akan kalah begitu saja, "Kau itu hanya manusia, jadi jangan sok sok mau melebihi takdir" gertaknya.

"Ini bukan melebihi takdir bung, dia hanya membuat pilihan hidup" si iblis berkata santai seraya bersedekap, seolah keinginan bunuh diri bukan sesuatu yang serius.

"Bunuh diri tidak termasuk dalam pilihan hidup!" bentak si malaikat akhirnya, kesal dengan argumen argumen iblis yang semakin menjerumuskan.

"Itu termasuk!" si iblis menjawab tajam.  


"Dengarkan baik baik omonganku! kau hanya perlu melakukan semuanya dengan baik. makan dengan baik, tidur dengan baik, lakukan pekerjaanmu dengan baik, dan yang terakhir beribadahlah dengan baik. jika kau berhasil melakukan semua itu, aku sendiri nanti yang akan menjemput dan membawamu ke surga" terselip nada serius di tiap kata yang di lontarkan malaikat, dia tidak main main.

"Bisakah aku mati seperti ini?"

"Ya!"

"Tidak!"

TBC

bodo amat ada yang baca apa ngga, yang penting hasrat minhyunbinku terpuaskan.

0256 | PRODUCE 101 S2 minhyunbinWhere stories live. Discover now