Level 1

1.4K 357 60
                                    

Hyunbin menghela nafas pasrah, hari ini pasti akan jadi hari yang melelahkan. Suara teriakan kesakitan bercampur dengan suara tangisan beberapa orang membuat kepalanya pusing. Telinganya tiba tiba saja berdengung, sudah semalam ia begadang karna menonton bola dan sekarang ia disuguhi hiruk pikuk ruang bertuliskan Unit Gawat Darurat di atas pintu masuk.

Seharusnya Hyunbin bisa tidur seharian karna memang hari ini jadwalnya untuk libur. Tapi gara gara telpon mendesak yang mengatakan bahwa Dokter Ong tidak bisa masuk bekerja karna harus ke luar kota menghadiri pernikahan sang kakak, Hyunbin jadi kena imbasnya. Ia harus menggantikan Dokter Ong bertugas kali ini.

Lelaki tinggi itu sudah berniat untuk meminta traktir makanan mahal nanti setelah dokterOng kembali. Untung saja ia dokter senior Hyunbin, kalau saja bukan sudah di pastikan cacian dan makian akan mendarat mengisi rongga telinga Dokter Ong.

"Hey, jangan melamun saat sedang banyak pasien begini" seorang lelaki menyenggol lengan Hyunbin, dengan name tag 'Kang Daniel' tersemat di dada sebelah kiri jas putih yang ia kenakan.

"Maafkan aku dokter Kang, aku hanya sedikit pusing" ungkap Hyunbin.

"Kalau begitu kau tangani yang mudah mudah saja" usul si lelaki yang di panggil Hyunbin dengan sebutan Dokter Kang. Selanjutnya Hyunbin merasakan lengannya sudah di tarik oleh dokter Kang menuju bilik yang tertutup oleh tirai putih, "Tangani dia" titah dokter Kang, lantas berlalu mengurus pasien pasien lainnya.

Lelaki tinggi itu tidak punya pilihan lain selain mengiyakan perintah salah satu seniornya tersebut. Jadi Hyunbin menyibak tirai dan segera memasuki bilik. Bukannya segera bertanya bagian mana yang sakit Hyunbin justru terpaku di tempat selama beberapa saat.



Bukan!



Bukan karna pasiennya kali ini bercucuran darah dimana mana atau tubuh pasiennya melepuh karna luka bakar. Percayalah Hyunbin sudah biasa melihat yang seperti itu. Tapi untuk pasien seindah bidadari seperti ini Hyunbin baru pertama kali melihatnya.

Bagaimana ya? Habisnya tidak ada deskripsi tepat untuk sosok yang sedang duduk manis di ranjang rumah sakit ini. Keindahannya benar benar tidak terdefinisi. Hyunbin tidak melebih lebihkan, ia memang terkagum kagum pada keindahan paras ciptaan Tuhan tersebut.


Tunggu.


Bagaimana jika dia memang bidadari sungguhan?

Ya, dia pasti bidadari yang sedang menyamar jadi manusia.

Lalu apa yang membuat seorang bidadari datang ke rumah sakit?

Apa sayapnya terluka saat mendarat di bumi?

Tuh kan, Hyunbin jadi berimajinasi yang tidak tidak.

Faktanya si pasien memang manusia, tidak ada campuran bidadari atau dewi aphrodite atau apapun itu yang indah indah. Pasiennya 100% manusia.

Dia hanya seorang lelaki tinggi berkulit putih bersih, kelopak matanya mirip sekali dengan rubah, hidungnya mancung, dan bibirnya mungil meskipun agak pucat. Tubuhnya di balut kemeja oversize warna biru muda dan celana panjang warna biru tua.

Sebut saja Hyunbin tertarik pada pandangan pertama oleh pasien bidadarinya ini, hanya sekedar tertarik kok, belum sampai jatuh cinta. Hyunbin tidak semudah itu jatuh cinta, mengingat ia tidak pernah berpacaran selama empat tahun kuliah. Terakhir pacaran juga saat ia menduduki tahun terakhir di sekolah menengah.

Omong omong Hyunbin tidak bisa bengong lebih lama lagi karna ia yakin pasiennya pasti sudah menunggu cukup lama. Sebagai dokter muda yang baru di rekrut Hyunbin ingin menunjukkan pada dokter senior lainnya, bahwa ia cukup kompeten untuk bekerja di rumah sakit ini. Maka ia segera berjalan mendekat ke arah si pasien.

Setelah di lihat lebih dekat, bidadarinya terlihat semakin indah. Hyunbin sebenarnya takut tidak akan bisa berkonsentrasi untuk memeriksa, tapi sekali lagi ia kembali mengingat kata kata 'be a profesional doctor' yang terpajang di ruang tengah rumahnya. Oh iya, semua keluarga Hyunbin berprofesi sebagai dokter.

Mungkin tadi si dokter muda sibuk mengagumi paras menawan si bidadari sampai sampai telapak tangan penuh darah itu luput dari pandangan, bahkan darahnya mengotori ujung lengan kemeja yang bidadarinya kenakan.

Mata monolid Hyunbin terpaku pada telapak tangan si pasien yang tergeletak tanpa tenaga tepat disebelah pahanya. Darahnya lumayan banyak, meskipun sudah mengering dan tidak bercucuran lagi. Sudah berapa lama luka ini di diamkan?

Segera saja dokter muda itu mengenakan sarung tangan, mengambil alkohol dan kapas. Mula mula darahnya harus dibersihkan dulu sampai steril, baru bisa diobati lebih lanjut. Hyunbin meraih telapak tangan si pasien guna memperhatikan di bagian mana sayatan itu terletak.

'Wah, tangannya halus sekali' batin si dokter memuji. Tentu saja bidadari tidak akan punya kulit kasar bukan?, Hyunbin kembali melantur dalam innernya. Bukan bermaksud mencari kesempatan dalam kesempitan kok, tapi ia benar benar tidak bisa mengamati lukanya jika tidak di dekatkan. Ia harus tau seberapa panjang sayatannya, seberapa dalam lukanya, apakah perlu dijahit atau tidak. Iya, hanya seperti itu saja tidak ada yang lain.

Hyunbin memang dokter di poli umum, tapi biasanya ia kebagian menangani anak anak. Ia sendiri bingung kenapa orang tua anak anak kecil itu selalu mengatakan, 'Anakku hanya cocok dengan dokter Kwon', padahal di rumah sakit ini juga ada poli anak.

Jika pasiennya anak anak, Hyunbin pasti akan mengajak pasiennya untuk mengobrol sok akrab dengan bertanya berapa umurnya, sudah sekolah kelas berapa, hobinya apa, dan berakhir dengan memberikan nasehat nasehat agar tidak terlalu banyak makan ice cream, minum minuman dingin, atau makan junk food berlebihan.

Tapi untuk kali ini ia kebingungan, tidak mungkin bukan ia menanyakan pertanyaan yang sama saat menangani anak anak pada pasien bidadarinya ini? Yang ada Hyunbin akan dianggap sok akrab nanti. Membuat kesan buruk di pertemuan pertama sama sekali ide bagus.

Akhirnya Hyunbin memutuskan untuk curi curi pandang saja karna tidak tau harus berbuat apa. Masih dengan tangan kirinya yang memegang jari jari si pasien dan tangan kanan membersihkan darah menggunakan alkohol dan kapas.

"Bagaimana bisa tanganmu mendapatkan luka seperti ini?" Hyunbin sempat memutar otak beberapa kali sebelum pertanyaan tersebut keluar dari bibir tebalnya. Lama lama ia penasaran juga, bagaimana kira kira suara seorang bidadari. Apakah semerdu dawai surga?



Hening.



Sudah dua menit berlalu sejak si dokter muda mengajukan pertanyaan, tapi si pasien sama sekali tidak ada niatan untuk menjawab. Si dokter jadi agak kesal, lantas mengalihkan pandangan pada wajah pasiennya.

Dan sekali lagi Hyunbin baru menyadari, mata bening mirip rubah itu hanya punya tatapan kosong, sama sekali tidak memancarkan binar kehidupan. Dia hanya menatap lurus ke depan, tidak ada yang bisa dibaca dari tatapan matanya.

'Dia buta ya?' Hyunbin bertanya dalam hati.

TBC

Mello's Note :
halo perkenalkan kalian bisa panggil saya mello, karna saya belum se-pro itu buat di panggil author ehe.

semisal ada yang baca another tulisan sampah saya ini, saya ucapin makasih banyak atas apresiasinya, baik itu yang baca langsung pergi, atau yang uda pencet bintang, ngasih comment dan nambahin ke reading list :))

0256 | PRODUCE 101 S2 minhyunbinWhere stories live. Discover now