Level 9

881 279 39
                                    

Sudah tiga kali berturut turut Hyunbin selalu datang mengunjungi rumah Minhyun sejak malam itu. Membawa peralatan dokternya untuk mengobati luka Minhyun, serta dua bungkus makanan untuk dimakan bersama, tentu Hyunbin tidak pernah absen juga menyuapi si bidadari. Toh Hyunbin melakukannya dengan senang hati.

Tapi di malam ke empat, Hyunbin tidak datang, padahal Minhyun sudah sangat menantikannya. Biasanya Hyunbin akan datang sekitar pukul 19.00 jadi ia duduk di kursi teras sejak pukul 18.45. Sampai jam menunjukkan pukul 22.00 mobil Hyunbin tak juga muncul di depan rumahnya.

Mungkin Minhyun tak seharusnya berharap. Benar kata Jinyoung, dia tidak di inginkan. Mana mungkin seseorang yang baru saja mengenalmu tiba tiba memberikan perhatian lebih dan menganggap perhatian itu sebagai emm-rasa sayang mungkin. Sudah cukup, ia tak mau menyalah artikan perhatian Hyunbin. Wajar bukan seorang dokter memberi perhatian pada pasiennya?

Walau ia sudah bilang tidak ingin berharap lagi, nyatanya masih ada sedikit harapan Minhyun pada Hyunbin. Apakah malam ini dia akan datang?

"Berpikir realistis" Jinyoung berujar menyindir. Jihun sendiri hanya menggigiti jempolnya resah, pasalnya ia tidak mendapati batang hidung Donghan berkeliaran disini. Apa misi dua malaikat cinta itu sudah gagal sebelum waktunya?

"Kau benar. Aku mau langsung tidur saja" Minhyun tau benar apa maksud perkataan Jinyoung.

...

Keesokan harinya Minhyun sudah mandi padahal jam masih menunjukkan pukul 09.15. Berbalut sweater abu abu serta skinny jeans hitam, lelaki manis itu melangkah ringan menyusuri trotoar bersama dua makhluk tak kasat mata di samping kanan dan kirinya.

Seperti biasa, ia tidak punya tujuan. Kadang Jinyoung dan Jihun memberi saran kemana ia harus pergi, entah itu hanya duduk duduk di area taman kota, menonton gerombolan remaja di lapangan basket outdoor, atau sekedar diam berdiri menyandarkan tubuh pada pohon rindang.

Baik jalanan maupun trotoar cukup lengang, mengingat hari ini adalah hari aktif bekerja, dan siswa siswa pasti sudah duduk manis di bangku sekolah mereka. Sesuai saran Jihun, Minhyun melangkah ke area taman kota. Letaknya hanya satu blok dari rumah, tidak begitu jauh.

Minhyun memeilih area taman bermain, dimana terdapat dua ayunan kosong yang menggoda untuk di duduki. Biasanya Minhyun ke sini pada sore hari, menikmati sibuknya jalanan saat jam jam pulang kerja. Bokong Minhyun mendarat menduduki salah satu ayunan tersebut, menggoyangnya ringan maju mundur.

"Mau mengunjungi ibu?" celetuk Jihun kala mendapati Minhyun melamun menghadap seorang ibu dan seorang balita di gendongannya.

"Untuk apa mengunjungi seseorang yang sudah membuangmu?" sambar Jinyoung.

"Minhyun sedang merindukannya, pahamilah sedikit perasaan Minhyun" emosi Jihun selalu tersulut mendengar kalimat kalimat provokasi Jinyoung.

"Aku tidak merindukannya Jihun, tidak usah terlalu mengkhawatirkanku" Minhyun balas menenangkan Jihun, bukan bermaksud membela Jinyoung sebenarnya, tapi si iblis malah menjulurkan lidah untuk mengejek Jihun.

Tiga jam Minhyun menghabiskan harinya dengan duduk di ayunan, sembari mendengarkan Jihun dan Jinyoung berdebat, lalu terbang kesana kemari. Minhyun kira dua makhluk berbeda pemikiran itu tidak akan pernah bisa akur, tapi tadi kedunya malah adu cepat terbang mengelilingi jogging track sebanyak sepuluh kali, dan mereka sempat tertawa bersama.

Bisakah Minhyun memilih untuk terlahir sebagai malaikat atau iblis saja? Mereka hanya tinggal terbang mengikuti manusia, menghasut menuju kebaikan atau keburukan, lalu bersaksi di akhirat saat si manusia meninggal nanti. Pasti menyenangkan.

"Jihun, bagaimana caranya jadi malaikat?" tanya Minhyun tiba tiba, si malaikat lantas terbang menghampiri manusianya.

"Mau jadi malaikat? Ku beri tau, manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Jika sudah jadi manusia kenapa masih ingin jadi makhluk yang lain?" jawaban sarkas Jihun agaknya memancing Jinyoung untuk menghasut Minhyun.

"Tidak mau jadi iblis saja?" tawar Jinyoung.

"Bagaimana caranya jadi iblis?" Minhyun mulai tergoda.

"Kau hanya perlu berdiri di tengah jalan, menunggu sampai kendaraan menabrak tubuhmu, dan BOOM-kau bisa jadi iblis dalam sekejap" kata Jinyoung bangga, kedua tangan dan sayapnya melebar ke samping.

"Kenapa kau tidak menceritakan bagaian terburuknya juga? Sebelum jadi iblis, tubuhmu akan direbus dengan panasnya api neraka. Masih mau jadi iblis?" Jihun bertanya lebih sarkas. Ia tau Minhyun memang tidak takut mati, tapi Minhyun masih punya akal untuk takut pada neraka.

Sudah bosan berdebat bersama dua makhluk tak kasat matanya, perut Minhyun jadi lapar. Omong omong Minhyun bukan type orang yang akan makan teratur tiga kali sehari, ia akan makan saat perutnya lapar saja, jika tidak lapar ya tidak makan. Mata rubahnya melirik jam dipergelangan tangan sebentar, pukul 13.12.

Minhyun menghampiri mini market yang biasa ia kunjungi, lelaki itu sudah berniat akan memakan mie instan saja sebagai menu makannya kali ini. Jihun sudah mengomel sepanjang jalan, mengatakan terlalu banyak makan mie instan bisa membuat kerusakan pada organ tubuh. Minhyun tidak peduli, selama rasa mie instan tetap enak di lidah, ia tidak keberatan organ tubuhnya akan rusak.

Tumpukan mie instan berbagai warna kemasan menarik perhatian Minhyun. Dan pilihannya jatuh pada cup mie instan warna hijau muda, tidak lupa ia mengambil sekaleng minuman bersoda dari lemari pendingin. Menyerahkan beberapa lembar uang pada kasir, lantas menghampiri dispenser di sudut ruangan.

Minhyun memilih mendudukkan bokongnya disalah satu kursi berderet menghadap jalanan luar. Pembatas yang sepenuhnya tertutup dengan kaca bening membuat Minhyun tidak merasa kebosanan saat hendak menyantap mie instant.

Tangan kanan lelaki itu mengaduk aduk isi cup tanpa melihat objeknya, ia masih tetap mempertahankan tatapan kosong ke depan. Tidak peduli bisik bisik orang sekitar yang mengatainya sebagai pengidap gangguan mental. Biar saja, toh dirinya memang sedang mengidap gangguan mental.

"Hey, tiup dulu sebelum di makan" si malaikat memberi peringatan, takut kalau Minhyun langsung menyantap gulungan mie dengan asap mengepul tersebut. Ia menurut, meniupnya beberapa kali dan mulai menyuapkan ke dalam mulut.

Memang tidak ada yang bisa menandingi nikmatnya mie instan. Tapi seenak apapun makanan yang Minhyun makan, ia selalu menyempatkan untuk berdiam diri beberapa saat jika kunyahannya telah selesai. Seperti sekarang, setelah suapan pertama ia malah bengong lagi mengamati jalanan. Tangan kanan dan kirinya betengger manis di atas meja.

"Selamat siang Hwang Minhyun" sapa suara bariton di sampingnya.

Jantung Minhyun mendadak berdebar kencang, tanpa melirikpun, ia tau betul siapa pemilik suara tersebut. Suara seorang lelaki yang pernah mengisi beberapa persen relung hati, sekaligus ia harapkan kedatangannya setiap malam. Minhyun sama sekali tidak menyadari sejak kapan lelaki ini datang dan mengambil tempat di samping kursinya. Apa yang sebaiknya Minhyun lakukan?

Kabur?

TBC

makasih banyak yang uda mau baca, vote sama comment :)) kalo masih ada yang bingung lagi silahkan ditanyakan :))

0256 | PRODUCE 101 S2 minhyunbinWhere stories live. Discover now