☕ ~ 9

714 79 21
                                        

Risha melihat cewek yang memanggil Raka itu memberikan sebotol minuman, tapi Raka hanya meliriknya dan berjalan kembali tanpa mengucapkan sepatah katapun, seolah ia tidak membutuhkannya.

Risha berjalan cepat mengejar Raka, ia harus membicarakan sesuatu dengannya.

"Raka tunggu!" teriak Risha seraya berlari menghampiri Raka.

Raka menghentikan langkahnya ketika ada yang memanggilnya, ia tetap diam di tempatnya tanpa menoleh sedikitpun.

Ketika sampai di hadapan Raka, Risha terengah-engah dengan napas yang memburu," Raka lo harus bantuin gue!"

Raka menaikkan sebelah alisnya menatap Risha.

"Gue mohon aktifin ekskul jurnal lagi," ujar Risha dan memandangi Raka dengan tatapan memelas.

"Gak bisa!"

"Lo satu-satunya harapan gue, Ka," kata Risha sambil memohon kepada Raka.

Raka tidak bersuara, pandangannya lurus ke depan, ia melanjutkan langkahnya dan menghiraukan Risha.

Risha menghembuskan napasnya kesal, sepertinya ia harus lebih keras lagi membujuk Raka, untuk itu ia berjalan cepat dan menghadang Raka sambil meretangkan tangannya agar Raka tidak pergi begitu saja.

"Lo mau ya, bantuin gue? Plis!"

"Minggir!"

Risha menggelengkan kepalanya cepat mendengar perkataan Raka," Lo harus bantuin gue dengan cara lo aktifin ekskul gue lagi!"

"Gak bisa!"

"Lo, kan ketua OSIS. Pasti bisa!"

"Gue gak mau ngelanggar aturan," ucap Raka dengan penekanan di setiap kata.

Tangan Risha menyatu seolah memohon kepada Raka, "Plis Raka. Gue gak tau nanti nasib anak jurnal gimana?"

"Bukan urusan gue."

"Makanya gue minta bantuan lo. Soalnya nasib anak-anak gue ada di tangan lo, maksud gue anak jurnal," ujar Risha dramatis.

"Itu salah lo!" Pandangan Raka menatap Risha lurus-lurus lalu pergi meninggalkannya.

Risha berbalik badan dan menatap punggung Raka yang berjalan menjauh, "GUE GAK AKAN BERHENTI, SAMPE LO AKTIFIN EKSKUL JURNAL LAGI."

***

Setelah itu Risha berjalan gontai ke depan sekolah. "Ternyata gak segampang yang gue kira." batinnya sehabis membujuk Raka yang tidak membuahkan hasil.

Sekarang Risha bingung harus pulang dengan siapa, karena sudah tidak ada orang di sekolah kecuali satpamnya yang sedang mengunci pintu setiap kelas.

Saat sampai di depan gerbang sekolah, Risha menatap langit yang mulai gelap dan berjalan cepat ke halte bus, jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah.

Sesampainya di halte, Risha memandang sekitarnya yang tampak sepi.
"Bisnya masih ada gak, ya?" batin Risha yang berdiam diri di halte, menunggu bus lewat. Tapi sepertinya tidak akan ada bus lagi sampai hari esok, karena ini sudah terlalu sore bahkan bisa dibilang malam.

Mata Risha memandangi jalanan yang terlihat lenggang hanya ada beberapa motor dan mobil yang melintas.

Tiba-tiba ada motor berhenti tepat di depan Risha, "David!"

"Cepet naik, jam segini gak ada bis lewat."

"Pasti nanti ada kok."

"Yaudah kalo gak mau, gue cabut," ujar David sambil menjalankan motornya pelan.

Risha menatap sekitar, tempat ini benar-benar sepi. Tidak mugkin ada bus yang lewat, pandangan Risha menatap David yang mengendarai motornya lamban tampaknya ia sengaja.

"David," teriak Risha yang membuat David menoleh kepadanya, "yaudah ... gue mau," lanjutnya dan berjalan ke arah David.

Selama di perjalanan hanya ada keheningan di antara mereka, Risha melayangkan pandangannya menatap jalan yang tidak terlalu ramai.

Risha merasakan HP-nya bergetar, ia-pun langsung mengambilnya dari saku, terlihat panggilan dari ibunya, Risha-pun menggeser icon telepon ke arah hijau.

"Iya bu, ada apa?"

"......"

"Bentar lagi juga nyampe kok."

"......"

"iya, iya."

Risha mematikan HP-nya kesal karena dari tadi ia hanya diceramahi oleh ibunya.

"Lo kenapa?" tanya David yang mendengar Risha menggerutu.

"Lagi kesel, soalnya dari tadi ibu gue ngomel-ngomel terus. Gara-gara gue belum pulang, padahalkan ini lagi di jalan harusnya dia ngerti."

"Dia itu khawatir sama lo, harusnya lo yang ngerti."

Risha menghembuskan napasnya kesal, "Lo gak tau aja Vid ... ibu gue tu selalu aja bawel, ayah gue juga. Pokonya orang tua gue terlalu protektif, kalo gue nginep di rumah temen aja ditanya ini itu dulu, pulang malem kaya gini aja diceramahin dulu."

"Tandanya mereka sayang sama lo, gak mau lo kenapa-napa."

Risha diam sebentar memikirkan perkataan David, lalu ia mendekatkan dirinya ke arah David, "Pasti hidup lo enak, Vid. Punya orang tua yang kaya, hidup lo bebas, kalo mau apa-apa tinggal minta. Gak kaya gue hidup berkecukupan, rasanya gue jadi iri sama lo."

"Harusnya lo bersyukur, punya orang tua yang perhatian dan sayang sama lo."

"Pasti lo ngomong kaya gitu, karena lo dimanjain sama orang tua lo. Apalagi sama ibu lo ... ya, kan?"

David menghela napasnya pelan, "Gue udah gak pernah ngerasain itu lagi."

"Kenapa?" tanya Risha bingung.

"Karena ibu gue udah meninggal."

TBC.

A/N
Mau nanya, nyampe sini udah dapet feelnya belum?
Kayanya sih belum soalnya ini belum klimaks.
Sebentar lagi klimaks kok, paling chapter 15 😁
Semoga aja masih ada yang mau nunggu ini cerita.

You Are ProofTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang