☕ ~ 15

564 33 11
                                        

Cahaya merah mulai terbentang, matahari mulai terbenam. Sinar oranye itu mulai terlihat menjadi pemandangan elok di sore hari.

Hembusan angin terasa menyejukkan. Risha menyenderkan punggungnya di tembok yang menjadi pembatas pagar, memandang ke arah langit, menikmati pemandangan itu.

"Raka, lo pasti sering kesini," ucap Risha seraya menatap ke langit. "Udaranya sejuk, pantesan lo, ke sini," lanjutnya.

Raka diam tak bersuara, hanya menatap langit, sama seperti Risha.

"Kalo gue lagi galau, gue bakal kesini. Pemandangannya enak, pas diliat, apalagi buat orang yang patah hati," ucap Risha.

Mereka asik menikmati angin sore. Beberapa siswa berlalu lalang di depan mereka, mengenakan jersi namun ada juga yang mengenakan seragam.

"Nggak," ucap Raka tiba-tiba.

Risha menoleh mendengar perkataan Raka. "Nggak?" kata Risha mengulangi ucapan Raka, tak mengerti.

"Gue, nggak sering kesini."

Hening. Tak ada yang bersuara lagi.

Matahari semakin tenggelam, hari kian sore, namun belum ada yang beranjak dari situ, mereka berdua masih diam di tempatnya, sampai getaran di kantong Risha membuat cewek itu mengeluarkan HP-nya dan membaca pesan yang tertera di layarnya.

Mata Panda

Gue duluan, gak bisa nganterin lo, balik.

Mengetik di keyboard yang ada di HP, nya. Ia-pun membalasnya.

Yaudah, gapapa. Gue bisa pulang sendiri.

Send.

Setelah itu, Risha kembali memasukkan HP, nya.

Kepala Risha menoleh, tak mendapati Raka di situ. Memalingkan wajahnya ke depan, mata Risha tertuju pada cowok jangkung di hadapannya. Ya ... itu Raka, bergerak menjauhinya tanpa menoleh sedikitpun!

"Bilang, gue pulang duluan kek!" batinnya jengkel, Seolah Risha hanyalah angin lalu, tak menghiraukannya.

Risha menghela napasnya lagi, dan lagi. Mencoba untuk tetap sabar menghadapi sikap cowok itu yang sok cool. Coba saja kalau ini bukan demi nilai B. Indonya, ia tak akan mau melakukan hal yang menurutnya sia-sia seperti ini.

Berjalan ke arah gerbang, Risha melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul lima sore. Masih ada angkot atau bus yang lewat, namun sebelum itu ia harus berjalan kaki dulu untuk sampai depan. Tidak terlalu jauh memang, tapi pasti akan terasa capek bila sepulang sekolah, apalagi Risha membawa buku paket yang memberatkan isi tasnya. Sebenarnya bisa saja ia membawa motor, namun kondisi ekonominya tidak memungkinkan, dapat bersekolah dengan beasiswa saja dia sudah bersyukur.

Setelah sampai depan gerbang, ia berjalan kembali, kali ini lebih cepat dari sebelumnya. "Keburu, udah gak ada bis atau angkot." Pikirnya.

Di tengah jalan, Risha ingat jika pulsanya hampir habis. Ia harus menelepon atau setidaknya mengirim SMS pada ibunya agar tak khawatir padanya. Ia harus membeli pulsa terlebih dahulu.

Melangkahkan kakinya mendekati konter yang ada di depannya, ia-pun memasuki konter itu.

Casing HP terpajang di tembok, berbagai macam jenis digantung, kan. Etalase penuh dengan berbagai macam kartu. Handphone terjajar di etalase itu mulai dari yang android maupun tidak. Di atasnya terdapat buku panjang yang biasanya dipakai untuk menulis nomor jika ingin membeli pulsa.

Risha mendekati buku itu dan menuliskan nomornya serta jumlah pulsa yang ingin dibelinya. Penjual itu mengetikkan nomor dan banyaknya pulsa yang ingin dibeli Risha, sambil menunggu cewek itu memainkan HP-nya.

You Are ProofTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang