☕ ~ 11

860 60 4
                                    

Air hujan membasahi mereka dengan intensitas sedang, membuat David menepikan motornya dan berhenti di samping trotoar.

"Mending sekarang kita neduh dulu," ucap David merasakan rintik hujan yang semakin banyak membasahi mereka.

"Gak usah, Vid, kita lanjut aja," jawab Risha dengan suara pelan.

David memalingkan kepalanya ke arah Risha, "Yakin? Nanti lo sakit,"ucapnya terdengar khawatir.

"Tenang aja, gue gak bakal sakit. Lagian juga gak terlalu deres kok." Suara Risha terdengar parau, kedua tanganya tampak memeluk dirinya sendiri, terlihat kalau ia kedinginan.

David langsung melepaskan jaketnya dan memberikannya pada Risha, "Pake nih!"

Risha menggeleng-gelengkan kepalanya menolak pemberian David, "Gak usah, Vid. Gue gak mau," ujar Risha sambil menatap David, bukanya ia tak mau hanya saja ia tidak ingin merepotkan David.

"Gue tau lo kedinginan. Mending lo pake, gue gak mau lo sakit, " kata David memandangi Risha dengan tatapan tak terbaca, "soalnya rumah sakit jauh, gue males nganterinnya."

Risha langsung menyambar jaket pemberian David dan melihat David dengan tatapan kesalnya, "iya, ini gue pakek!" Lalu ia memakai jaketnya dengan cepat membuat David tersenyum tipis.

Setelah itu David kembali menyalakan motornya dan menjalankannya dengan kecepatan sedang. Perjalanan mereka diiringi hujan yang tidak terlalu deras, tapi cukup untuk membuat mereka pulang dengan keadaan basah kuyup.

Angin malam terasa menusuk di kulit David ditambah air hujan yang merembes masuk ke dalam seragamnya membuat udara malam ini terasa lebih dingin,

"Risha ... lo masih kedinginan?" tanya David dengan pandangan lurus ke depan.

"Nggak kok, gue, kan udah biasa ujan-ujanan. Gue juga make jaket lo," balas Risha dengan suara pelan tapi masih bisa didengar David. "Lagian juga gue suka hujan."

"Lo, suka hujan?"

"Iya, karena setiap kali hujan ... ada kenangan yang buat gue bahagia." Kepala Risha mendekat ke arah David dan menyandarkannya di punggung David. "Kalo, lo, suka sama hujan gak?"

"Gue gak suka hujan."

"Kenapa?" tanya Risha bingung.

"Soalnya gue bakal inget sama seseorang yang coba gue lupain," kata David dengan suara seraknya.

"Siapa? Saudara lo?"

"Bukan."

"Terus siapa?" tanya Risha yang penasaran tentang kehidupan David.

"Udah, lah, lagian juga gak penting," ucap David ketus, seperti tidak ingin membahasnya.

Risha terdiam dalam pikirannya, menerka-nerka siapa yang dimaksud David, ia penasaran dengan orang itu. Apa mungkin itu ayahnya? Rasanya tidak mungkin, atau ibunya? Jelas bukan, atau jangan-jangan sahabatnya?! Itu bisa jadi, kan?

Pikiran Risha melayang-layang memikirkan hal itu, ia ingin menanyakannya pada David, tapi nampaknya David tidak akan menjawabnya, dilihat dari perkataanya tadi, seolah-olah 'jangan bahas lagi soal itu'.

Risha semakin merapatkan jaket yang cukup kebesaran ditubuhnya, karena suhu udara yang cukup rendah, lalu ia meletakkan tanganya di pinggang David dan memejamkan matanya sejenak merasakan hangatnya mendekap David.

Rasanya hujan ini cukup menenangkan bagi Risha, karena setiap datangnya hujan, selalu ada momen menyenangkan. Seperti waktu dulu, ia selalu bermain hujan dengan sahabatnya, Lintang. Lalu pertama kalinya ia merayakan ulang tahun oleh kedua orang tuanya, orang yang paling disayanginya dan sekarang,
saat bersamanya seperti ini.

Tak lama kemudian, motor David berhenti tepat di depan pagar rumah Risha, tidak jauh dari situ berdiri seseorang yang sepertinya sedang menunggu dengan raut cemas.

"Ris, bangun," ucap David cukup kencang, membuat orang yang ada di belakangya membuka mata perlahan dan langsung menarik tangannya dari pinggang David ketika menyadari tatapan seseorang yang sedang berdiri sambil menatapnya tajam.

"Ibu," kata Risha lalu turun dari motor dan menghampiri ibunya.

"Habis dari mana kamu tuh?! Dari tadi ibu SMS gak dibales-bales?!!"

Risha merundukkan kepalanya tak berani menatap wajah ibunya, "Tadi Risha ada urusan dulu, bu, di sekolah," jawab Risha pelan.

"Ibu khawatir sama kamu, kalo kamu kenapa-napa gimana! Sekarang kalo mau pulang malem kabarin ibu!"suara Ibunya cukup memekakkan telinga Risha, terlihat jika ia marah dengan anaknya.

"Iya, maaf, bu." Risha masih merundukkan kepalanya, sejujurnya ia cukup takut jika ibunya marah.

Ibunya menghela napas dan menatap anaknya dengan pandangan lembut, "Yaudah gak papa, yang penting kamu baik-baik aja. Tapi lain kali kalo kaya gini lagi telpon ibu atau SMS. Oh ya, habis ini kamu langsung mandi, jangan lupa keramas juga, badan kamu basah kuyup gini. Entar kamu masuk angin."

Tiba-tiba Risha memeluk ibunya erat seakan takut kehilangan.
"Kamu kenapa? Kok tiba-tiba meluk ibu gini," ucap ibunya yang heran melihat anaknya mendadak seperti ini.

"Aku sayang sama ibu," ujar Risha dan memeluk ibunya lebih erat. Ibu Risha membalas pelukan anaknya tak kalah erat, "Ibu bahkan sangat sayang sama kamu, nak."

David hanya tersenyum menatap mereka yang terlihat saling menyayangi. Andai saja ia masih mempunyai sosok ibu, mungkin sekarang ia masih dapat merasakan kasih sayang darinya.

"Nak, David." Ibu Risha memanggil David yang sedari tadi memandangi mereka, "Maaf, ya, dari tadi diacuhkan." Lalu menatap David sambil tersenyum. "Ibu sangat berterimakasih, soalnya udah mau nganterin Risha pulang," ucap ibunya tulus.

"Iya, bu, sama-sama," balas David.

"Apa mau mampir dulu?"

"Tidak usah, bu. Saya pamit pulang." David tersenyum dan melihat ke arah Risha.

"Yasudah, hati-hati di jalan, ya, Nak." Setelah itu David langsung pergi dan kembali ke rumahnya, sedangkan Risha masuk ke dalam rumah beserta ibunya.

***

Malam semakin larut, tapi Risha belum menutup matanya untuk tidur. Ia malah membuka buku diary, nya dan mulai menulis apa yang ada di dalam hatinya.

Pikirannya melayang ke arah pembicaraannya dengan David, mendengarkan tetang kematian ibunya. Dan sekarang Risha mengerti, David itu anak yang baik tidak seperti kelihatannya.

Risha sadar, bahwa ia masih beruntung mempunyai kedua orang tua, tidak seperti David yang keluarganya kurang lengkap karena ibunya telah tiada.

Risha membayangkan jika ibunya telah meninggal, mungkin ia akan menjadi orang yang tertutup atau lebih parah lagi, ia akan menjadi gila. "Ternyata David itu orang yang kuat ya." Pikir Risha. Ya, ia mengakuinya, David lebih kuat secara batin ketimbang dirinya dan ia juga sadar, kalau ia mulai nyaman dekat dengan David yang menurutnya orang pemaksa.

"Lo itu emang nyebelin dan suka maksa, kalo gue harus nurutin perintah lo. Tapi sebenernya lo itu orang yang baik. Bener ya, kata pepatah, 'jangan nilai orang dari covernya' karena penampilan itu belum tentu sama dengan isinya, kaya, lo. Meskipun begitu, gue belum punya perasaan sama lo, entahlah gue juga bingung dengan perasaan gue sendiri."
-Mata Panda-

TBC.

Akhirnya up juga. Btw maaf ya telat banget updatenya karena tugas yang menumpuk dan juga rasa mager yang menyerang membuat ni cerita terbengkalai :v
Udah deh gitu aja.
Semoga kalian menikmati ceritanya.

You Are ProofTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang