☕ ~ 19

214 10 5
                                    

Cowok itu menghadap ke depan. Menatap lurus ke arah ring. Tangan kanannya bergerak ke atas ke bawah, memantulkan bola basket bewarna oren itu.

"Ngapain lo, disini?" tanyanya.

"Gue, cuman mau nemenin lo latihan. Gue, kira lo udah pulang Ka," ucap Risha. Matanya masih fokus memandang Raka yang kini tengah melempar bolanya.

Bola oren itu masuk dengan pas di ring.

Raka membalikkan badannya dan maju beberapa langkah lalu mengambil bola yang ada di hadapan Risha. Cowok itu melakukan hal yang sama seperti tadi. Memasukkan bolanya ke dalam ring.

Risha menghela napas sebentar, lalu kakinya berjalan ke samping mengambil bola basket yang tadi dimainkan Raka.

"Gue, juga bisa main basket." Risha menaruh tasnya dekat pagar besi yang tak jauh darinya lalu berjalan mengambil bola itu dan mendekat ke arah Raka. Berdiri di samping cowok itu sambil memantulkan bolanya seperti Raka lakukan tadi.

Matanya fokus ke depan. Menatap ring, kedua tangannya memegang benda bulat itu dan melemparkannya ke ring.

Bola itu melayang jauh ke atas. Memantul kembali mengenai papan besi sebagai penyangga ring tanpa mengenai lingkaran itu sama sekali.

Raka menatap Risha sekilas, kemudian ia mengambil benda bulat itu dan memasukkannya lagi ke dalam ring. "Lo, gak bisa main," ucapnya enteng.

Risha menelan ludahnya, gugup. Ya ... Dia memang tidak bisa main basket sama sekali. Entahlah, ucapan tadi juga keluar dari mulutnya begitu saja. Risha berpikir memasukkan bola ke dalam ring itu mudah, hanya tinggal melemparkannya dengan posisi yang pas, tapi nyatanya sulit tidak segampang yang ia bayangkan.

"Gue, kira gampang masukinnya, ternyata susah," jawabnya jujur. "Tapi gue, pengen bisa," lanjutnya.

Kaki Risha beranjak dari tempatnya berdiri. Mengambil bola oren yang berada tidak jauh dari Raka. Cewek itu mencoba memasukkan benda bulat itu lagi, namun meleset jauh dari ring. Kakikanya berjalan, mengambil bola itu lagi lalu mendekati ring, kali ini lebih dekat dan melemparkannya kembali, namun lagi-lagi tidak masuk ke dalam ring. Dengan wajah kesal, cewek itu mencobanya berulang kali.

Raka hanya menonton Risha dari samping. Memerhatikan cewek itu yang sedang berusaha keras memasukkan benda bulat itu. Raut mukanya terlihat dongkol, mulutnya bergumam sesuatu yang tidak jelas, keringat mengucur di dahinya, tanda bahwa ia mulai lelah.

"Fokus Risha," kata Raka, memberi saran padanya.

Risha memalingkan wajahnya ke arah Raka. Cowok itu bersender pada pagar besi yang mengelilingi lapangan basket, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, tatapannya menatap lurus ke arahnya membuat Risha sedikit gugup.

Menghela napas pelan. Risha menatap bola yang ada di kedua tangannya. Jujur, cewek itu senang akhirnya Raka membantunya walaupun hanya dengan dua kata. Biasanya ia hanya diam atau malah meninggalkannya.

Matanya kembali fokus pada bola yang  dipegangnya lalu menatap ring. Memejamkan matanya sejenak, Risha menghembuskan napasnya kembali. Matanya terbuka perlahan, ia mencoba untuk fokus pada benda yang ada di hadapannya. Tidak terlalu jauh, mungkin satu meter, kemudian cewek itu melemparkan bola itu.

Bola itu terlempar ke atas, berputar di lingkaran ring. Risha masih menatap lekat bola itu, berharap dapat masuk ke dalam ring.

Raka tersenyum kecil melihatnya, ia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi, seketika itu juga bola masuk dalam ring. Mata Risha terbelalak, tak menyangka bola itu akan masuk. Senyum lebar terbit di wajahnya dengan peluh membasahi pelipisnya.

"Liat, Ka. Gua bisa, kan," ucap Risha dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya. Cewek itu mengalihkan pandangannya ke samping, melihat Raka datang menghampirinya. Senyumnya lebih lebar dari sebelumnya.

Raka menatapnya, namun kakinya tetap melangkah. Berjalan ke arah tasnya yang berada tidak jauh di belakang Risha.

Risha mengerutkan alisnya dalam saat melihat Raka menggendong tas hitam di bahunya dan berjalan ke luar lapangan. "Lo, mau kemana Raka?"

"Pulang," jawabnya singkat

Alis Risha mengkerut, heran. Bukankan ini masih sore, matahari belum tenggelam sepenuhnya, masih ada sedikit cahaya kemerahan. "Lo, gak latihan lagi?" tanyanya.

"Gerbangnya mau dikunci," ucapnya acuh tanpa menatap lawan bicara.

Seketika itu juga Risha melirik jam tangannya dan terkejut melihat jarum jam menunjuk ke angka enam lewat tiga puluh. Pantas saja Raka tidak melanjutkan latihannya.

Buru-buru Risha mengambil tasnya lalu berjalan cepat mengikuti Raka dari belakang.

Langkah kakinya bertambah cepat, jalannya terburu-buru saat menyadari pukul enam petang.
"Jam segini mana ada bis," pikir Risha.
Matanya menatap ke depan, ke arah Raka. Cowok itu berjalan ke parkiran, menaiki motornya.

Pandangannya melihat Raka sekali lagi. Pikirannya buntu. Jarak dari sekolah ke rumahnya sangat jauh, sekitar 5 kali lipat dari rumahnya ke rumah neneknya. Bus atau angkot-pun sudah tidak ada. Tidak mungkin dia jalan kaki sampai rumah. Catat Jalan Kaki!

Perlahan arah kakinya mendekati Raka. Mencoba peruntungannya.

"Raka, gua nebeng ya," ucap Risha cepat. Matanya bersitatap dengan Raka, bibirnya terbuka seolah ia ingin mengucapkan beberapa kata lagi.

Oniks hitam Raka balas menatap Risha, alisnya menekuk ke bawah. Tangannya yang sedang memegang helm seketika terhenti.

"Gak," balasnya.

"Kenapa?"

"Lu, punya Go-Jek kan?" tanya Raka balik.

Cewek itu masih memandang Raka, alisnya mengkerut. "Gua, punya cuma lagi gak ada promo," ucapnya memelas.

Tangan Raka kembali memegang helm itu, kali ini ia memakainya lalu menyalakan motor miliknya.

Risha masih diam. Matanya masih terus memerhatikan Raka. Tangannya memegang roknya erat. Oh... Ayolah dia benar-benar berharap pada Raka. Apa cowok itu tak mengerti ia sungguh-sungguh membutuhkan tumpangan.

"Raka," katanya memastikan.

"Terus?"

"Apa katanya? Terus? Cowok ini bener-bener gak peka!" batin Risha.

"Gua pengennya nebeng sama lu, gak mau pake Go-Jek." Oh... Ayolah ia hanya siswi beasiswa yang bahkan rumahnya-pun masih mengontrak. Kalo buat naik gojek, kan sayang.

Uangnya.

Cowok itu melirik Risha dari ekor matanya. Helaan napas terdengar walaupun pelan. Matanya melihat Risha sekali lagi.

"Gue duluan."

"What the..."

Setelah itu hanyalah terdengar suara mesin motor yang menjauh.

"RAKA!" teriak Risha.

Suaranya bahkan terdengar sampai cowok itu yang jaraknya sudah cukup jauh.

Sial!

You Are ProofTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang