Cuman mau ngasih tau, kayanya cerita ini bakal panjang karna belum nyampe ke klimaks. Pengennya sih 30 chapter tapi gatau nantinya gimana. Untuk para reader maaf juga soalnya aku jarang update 😄 Yaudah deh segini aja semoga kalian suka ama jalan ceritanya.
.
.
.
.
.Setelah selesai piket, Risha langsung duduk di tempat duduknya, ia menoleh ke arah samping dan menatap sahabatnya yang sedang menyalin PR. "Tang, lo di rumah ngapain aja?" tanya Risha heran. "Sampe tugas rumah gak diisi," lanjutnya menyadari Lintang belum mengisi sama sekali, baru menulis soalnya.
"Gue gak ngerti ngisinya," balas Lintang tanpa memalingkan mukanya.
Risha menghela napas melihat kelakuan sahabatnya. "Lo jarang belajar sih, makanya gak bisa."
"Gue udah belajar, tapi susah masuk ke otak." Lintang masih terus menulis, mengejar waktu sebelum bel masuk. "Otak gue, kan beku, gak kaya lo encer," ucapnya sadar akan kemampuan yang tidak sebanding dengan Risha.
Tangan Risha membuka ritsleting tasnya dan mengambil buku tulis yang ada di dalamnya. "Kalo lo berusaha pasti bisa, lo harus yakin ama diri lo sendiri," ujar Risha sambil membaca buku yang tadi diambilnya. "Lo harus punya tujuan, kenapa lo harus rajin belajar atau kenapa lo harus berusaha keras. Dan ... Pikirin apa yang lo dapet dari itu semua." Lintang memandangi Risha yang sedang menatap buku dengan serius. "Tapi tetep ada konsekuensinya, lo harus tanggung jawab sama resiko yang udah lo ambil," ucap Risha panjang lebar.
Cewek itu melirik ke sebelahnya, mendapati seseorang yang sedang menatapnya. "Lo ngerti, kan?" tanya Risha kepada sahabatnya.
"Sebenernya gue gak terlalu ngerti apa maksud lo, tapi dari apa yang lo omongin kayanya lo udah berpengalaman," kata Lintang mengerutkan keningnya, mencerna perkataan Risha.
Mata Risha kembali melihat bukunya. "Mending sekarang lo selesein ngisinya, bentar lagi bel masuk."
Tak lama kemudian bel, pun berbunyi, setelah Lintang selesai mengerjakannya dan pelajaran pertamanya yaitu Bahasa Indonesia.
***
Koridor sekolah cukup sepi karena bel yang sudah berbunyi, namun masih saja ada siswa yang berjalan di sepanjang koridor dengan membawa tas. Cowok itu berjalan dengan santai tanpa terburu-buru ke kelasnya. Tiba-tiba ada yang menabrak bahunya dari arah yang berlawanan.
"Urusan kita belum selesai, David." Tampak cowok yang menabrak tadi membisikan kalimat itu kepada David yang ada di hadapannya.
David tersenyum miring mendengarnya. "Kalo gue gak mau?!"
"Kalo lo menang, gue bakal nurutin permintaan lo, tapi kalo lo kalah ... " Cowok itu menghentikan perkataannya, "gue bakal nge-bully orang yang lemah."
David berjalan kembali tanpa berniat menjawabnya.
"Kalo lo gak dateng, berarti lo kalah," ucap cowok itu membuat David menghentikan langkahnya dan mengepalkan tangannya. "Gue tunggu istirahat, di belakang sekolah." Lalu cowok itu melangkahkan kakinya menjauhi David.
***
Tok, tok, tok
Suara sepatu pantofel menggema di kelas XI IPA 1. Guru itu mengedarkan pandangannya ke seisi kelas dan langsung mengadakan ulangan dadakan Bahasa Indonesia, tetapi sebelum itu harus mengumpulkan terlebih dahulu tugas minggu lalu.
Setelah selesai ulangan, guru itu memanggil Risha ke mejanya yang ada di depan, karena ada suatu hal yang harus dibicarakan. Risha, pun maju ke depan, menatap Bu Rani yang sedang menatapnya serius.
"Risha secepatnya kamu harus mengembalikan ekskul jurnal lagi," ucap Bu Rani kepada ketua ekskul itu.
"Baik bu, saya usahakan," balas Risha yakin.
"Saya percaya sama kamu, Ris." Setelah itu Bu Rani keluar dari kelas dan tak lama bel istirahat, pun terdengar oleh Risha.
Risha menuju kantin bersama Lintang yang menemaninya. Tak seperti biasanya, kali ini Risha yang memesankan makanan dan minuman untuk mereka berdua. Mata Risha memandangi makanan serta minuman di deretan stan yang berada di kantin.
Pandangan Risha tertuju pada seseorang yang sedang mengambil minuman dari lemari pendingin dengan gaya rambut sedikit acak-acakan namun tidak mencolok dan terlihat biasa saja serta pandangannya yang dingin.
"Itukan Raka!" batin Risha melihat cowok itu.
"Bu, nih saya bayar, sama yang itu juga." Risha langsung menyerahkan uangnya dan menunjuk minuman yang dibawa Raka.
Dengan cepat Risha membayar pesanannya dan juga minuman Raka, lalu melirik ke arah Raka tapi cowok itu hanya diam tak menanggapi.
Raka maju beberapa langkah dan mengambil uang di kantongnya, tangan Raka menyerahkan uang itu pada Risha. "Gua bisa bayar sendiri."
"Gue traktir lo, ka, jadi lo gak perlu bayar," bantah Risha dan memperlihatkan senyumnya pada Raka.
Raka terdiam tak menjawab, hanya memperhatikan Risha yang tengah tersenyum antara memohon, berharap, dan 'tulus'.
Raka tersenyum, amat tipis sehingga tidak ada yang menyadarinya.Mata Risha melihat Raka yang tengah memandanginya, cowok itu berbalik badan dan menjauhi Risha tanpa sepatah kata, pun.
Risha menghela napas frustrasi, mengatakan terimakasih, pun tidak. Memikirkannya membuatnya bingung, harus menggunakan cara apalagi untuk membujuknya, Cowok itu sangat sulit menurutnya, berbeda dengan orang yang sudah berumur, penjaga pintu gerbang sekolah.
Menghentakkan kakinya kesal, Risha kembali duduk ke tempat Lintang berada. Meletakkan pesanan mereka di atas meja, ia mendudukkan dirinya di hadapan sahabatnya itu.
Lintang memperhatikan kawannya yang sedang cemberut itu. "Lo, kenapa Ris?"
"Gue kesel sama Raka."
Lintang mengerutkan keningnya. "Emang, dia ngapain lu, Ris?"
Risha mengerutkan bibirnya mengingat kejadian tadi. "Dia gak mau bantuin gue, Tang," ucap Risha sambil menyedot minuman yang tadi ia pesan. "Padahal, gue udah bayarin dia minuman."
"Ternyata bener firasat gue, hal itu bakal terjadi."
"Firasat?" tanya Risha, tak mengerti apa maksud Lintang.
Memasukkan cemilan ke dalam mulut, Lintang berucap, "Cowok model Raka, mana mau bantuin orang gitu aja. Meskipun udah disogok."
Risha menatap Lintang tajam. "Gue ikhlas, Tang! lagian itu cuman minuman."
Lintang cekikikan tak menyangka akan reaksi Risha. "Gue bercanda, Ris. Lo jangan baper."
Memutar bola matanya, kesal, Risha kembali menyedot habis minumannya. "Menurut lo, gue harus gimana?" Lalu memandang Lintang serius.
Lintang mengetuk-ngetukkan jarinya pada dagu, berpikir. "Menurut gue, lo harus deketin Raka."
Otak Risha mencerna dan menganalisis perkataan sahabatnya, mempertimbangkan bagaimana kedepannya. "Yaudah, gue bakal coba."
Setelah itu mereka berjalan kembali ke kelas karena sebentar lagi bel berbunyi. Baru beberapa langkah menjauhi kantin, Risha melihat punggung David dengan tangan yang berdarah. Tanpa berpikir panjang, Risha langsung pergi ke arah David dan menghiraukan Lintang yang memanggilnya.
Saat berada tepat di belakang David, Risha langsung memegang lengannya yang tampak terluka.
"David," ucap Risha membuat cowok itu membalikkan badannya.
Risha tercengang, David tidak dalam keadaan baik-baik saja, luka di dahinya dan lebam yang ada di wajahnya, serta tangannya yang tampak berdarah mencerminkan bahwa dia pasti sedang kesakitan. Mencoba memahami apa yang terjadi pada David.
"Lo, kenapa?" tanya Risha.
Minal aidzin wal Faidzin mohon maaf lahir dan batin.
Vote dan komennya ya biar cepet update 😊

KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Proof
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] Risha yang baru pertama kali terlambat masuk sekolah bertemu dengan David, yang notabenenya Bad boy dan memintanya untuk menjadi pacarnya karena alasan tertentu. Bagaimanakah hari-hari Risha selanjutnya? Apa alasan David memi...