☕ ~ 10

801 72 14
                                    

Rintik hujan membasahi mereka, mengiringi perjalanan David dengan Risha yang diliputi keheningan.

Sebenarnya Risha terkejut, tapi ia tidak mau menanyakannya lebih lanjut, karena ia tahu pasti David menjadi sedih atas apa yang diucapkannnya.

"Davi, maaf ... gue gak tau," ucap Risha pelan namun masih dapat didengar oleh David.

"Gapapa Ris," balas David dan menghembuskan napasnya pelan, "lo mau tau, kenapa ibu gue bisa meninggal?" tanyanya kepada Risha.

Risha mengerutkan keningnya mendengar perkataan David, "Lo yakin? Pasti nanti lo bakal sedih inget ibu lo lagi," ujar Risha memastikan. Sebenarnya ia juga penasaran tentang keluarganya dan juga David.

"Iya."

Flasback

"David, papa bangga sama kamu, nak." Tangan ayahnya mengacak-acak rambut anaknya pelan, ia tersenyum bangga melihat David yang berprestasi.

David mengembagkan bibirnya menatap ayahnya, "Terimakasih pa, aku juga senang melihat papa senang."

Tiba-tiba sebuah pelukan hangat mendekap tubuh David, "Kau memang anak mama yang pintar, selalu mendapat ranking satu di kelas. Mama bersyukur mempunyai kamu."

David membalas pelukan ibunya, "Aku juga bahagia mepunyai orang tua seperti mama dan papa."

"David, besok umurmu dua belas tahun, kan. Kamu mau minta apa sama papa?" tanya ayahnya sambil memandangi anaknya.

David tampak berpikir, "Aku hanya ingin papa dan mama selalu menyayangiku."

"Itu sudah pasti, nak ... apa kau tidak mau meminta sesuatu yang lain?"

"Sepertinya semua kebutuhanku sudah terpenuhi," jawab David seraya menatap ayahnya. "tidak ada, hanya itu saja, pa." Ayahnya tersenyum mendengar jawaban anaknya.

"Pa, bagaimana kalau kita daftarkan David mengikuti lomba masak? David pandai memasak lo, pa ... ia sering membantu mama masak di dapur," kata ibunya yang dijawab anggukan oleh ayahnya, "Baiklah kalau begitu, kita akan mendaftarkannya besok. Karena besok pagi akan diadakan lombanya." Tangan ibunya memegang pundak David, lalu ia tersenyum lembut dan mengecup kening anaknya penuh sayang.

"Sebaiknya kau tidur." David mengangguk mendengar perkataan ibunya.

***

Keesokan paginya, mereka bertiga bersiap-siap dan berangkat menggunakan mobil menuju lomba tempat memasak diadakan.

Setelah sampai, mereka turun dari mobil dan masuk ke dalam gedung perlombaan.
Banyak peserta lomba yang mengikuti lomba itu. Mereka bertiga menghampiri stand pendaftaran lalu mendaftarkan David dengan nomor peserta enam belas.

Setelah selesai mendaftar, mereka langsung masuk ke dalam aula, sedangkan David dan ibunya berada di meja perlombaan. Lomba ini antara ibu dengan anaknya, maka dari itu ayahnya hanya memandangi mereka dari kejauhan.

Berjam-jam kemudian, akhirnya lomba itu selesai dan dimenagkan oleh peserta nomor enam belas yaitu David dan ibunya. Ayahnya langsung menghampiri mereka dengan perasaan bahagia.

"Mama bangga sama kamu, Vid," ucap ibunya dan memeluk David erat.

"Papa juga," sambung ayahnya sambil memeluk mereka berdua.

Sehabis itu, mereka keluar dari gedung tersebut dan menaiki mobil dengan membawa piala. Selama di perjalanan, mereka pulang dengan raut wajah senang.

"Selamat ya, vid. Papa dan mama benar-benar bangga sama kamu," ujar ayahnya yang ada di kursi kemudi. Ibunya menoleh ke arah David sambil tersenyum lembut kepadanya.

David membelalakkan matanya melihat ke arah jendela depan mobil, sebuah mobil berkecepatan tinggi melaju ke arah mereka.

"AWAS PAPA!"

Ayahnya mebanting stir ke arah samping, berharap mobil itu tidak menabrak mobil mereka. Namun nahas, mobil mereka tidak bisa menghindar dan bagian samping kiri remuk karena tertabrak mobil itu.

***

David mengerjab-ngerjabkan matanya lalu ia memandangi sekeliling, keningnya mengkerut ketika ia sadar ini di rumah sakit. Ingatannya berputar pada kejadian waktu itu, peristiwa yang membuat dirinya terbaring di sini.

David langsung bengun mengingat kecelakaan itu, ia memegangi kepalanya yang terasa sakit.

"Lebih baik anda istirahat dulu ... dan jangan dipaksakan untuk bergerak," kata seseorang yang membuat David menoleh ke arahnya.

"Dimana orang tuaku?" tanya David kepada dokter itu.

"Mungkin sebentar lagi Pak Kusuma akan segera sadar, anda tidak usah mencemaskannya."

"Dimana orang tuaku?" David mengulang pertanyaanya dan menatap dokter itu tajam.

"Dia ada di Unit Gawat Darurat bersebelahan dengan ruang ICU."

David langsung melepaskan selang infus yang ada di tangannya, ia bergerak turun dari ranjang rumah sakit dan berjalan pelan. Dokter itu-pun menahan tangan David yang hendak pergi.

"Lepas!" ucap David marah.

"Lebih baik anda istirahat dulu."

"Kubilang lepas!" bentak David setengah berteriak membuat dokter itu melepaskan pergelangan tagannya.

David berjalan perlahan, karena bagaimanapun juga ia baru saja sembuh dan belum pulih sepenuhnya. Mata David melihat tulisan UGD yang terpampang di hadapannya, ia langsung membuka pintu itu dan menatap ayahnya yang sedang terbaring lemah.

David menghampiri ayahnya dan menatap ayahnya sendu, "Pa ...," ucapnya lirih, "David ada di sini." Tangan David menggeggam erat tangan ayahnya. Lalu ia mengedarkan pandangannya, tapi orang yang ia cari tidak ada.

"Suster, dimana ibu saya?" tanya David dan menolehkan kepalanya ke arah suster tersebut.

Perawat itu tampak ragu-ragu untuk menjawabnya, "Dia ada di ruang ICU."

Dengan segera David berjalan menuju ruang itu. Sesampainya di ruang ICU, ia membuka pintu dan masuk ke dalamnya.

Mata David menatap seseorang yang terletak di ranjang rumah sakit dengan dilapisi kain putih, ia-pun menghampiri sosok yang terbujur kaku itu. Air mata menetes dari matanya, tangannya bergetar menyentuh pipi mayat yang ada di hadapannya. Lidahnya seakan kelu untuk mengucapkan sepatah kata, air mata mengalir di pipinya, ia berharap ini semua hanyalah mimpi.

Tapi tidak,

Ini semua nyata ... kenyataan yang menyakitkan,

Ditinggal seseorang yang sangat berarti ...

Bahkan sekarang ia menyentuh pipi itu ... dan melihat bibirnya yang pucat,

Tubuhnya terbaring kaku ditutupi kain putih ...

Dia sudah tidak bernyawa lagi,

Ya ... dia adalah ibunya.

TBC.

Sekedar promosi, aku bakal bikin cerita kedua aku yang judulnya True Detective, ceritanya tentang wartawan yang bekerja di kantor pusat detektif dan bertemu dengan teman masa kecilnya yang ternyata seorang detektif.
Kalo penasaran baca aja di lapak sebelah 😉

You Are ProofTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang