10 - Pedih

1.9K 107 0
                                    

"udah yu sayang, kita pulang" ucap Rey ketika aku sudah ada didekatnya

"si anjir kenapa gue ditinggalin tadi!?"

"hahaa iya maafin dong, upil badak ku sayang" ucap Rey sambil memonyongkan bibirnya

"kmvret lu, dasar eek kuda"

"pulang yuk sayang, udah malem nih nanti kamu dicariin sama orangtua kamu"

"tumben peduli njir haha, ayo lah pulang" ku raih tangannya dan berjalan menembus keramaian

Diperjalanan, tak ada satupun kata yang ku lontarkan, tiba-tiba Rey mencengkram tanganku dengan lembut, berdesir darahku, terasa dingin membeku, Rey hanya tersenyum dan menatapku dengan tatapan lembut.
Limabelas menit berlalu, Rey menghentikan mobilnya didepan pagar rumahku, Rey mengecup keningku dan berkata "Udah sampai sayang, sana masuk"

"eh iya"

Aku melangkah menjauh dari mobil dan berhenti didepan pintu, aku baru saja akan menekan belnya tapi tiba-tiba pintu terbuka.
Aku mendapati papah dengan wajah marahnya menatapku.

Mampus gue kena omel lagi pasti ini, dasar udah tua masih aja suka ngurusin urusan orang! Cih' benakku

"kenapa kamu pulang Dara?! Gak usah pulang sekalian! Kemana aja kamu hah! Dasar anak tak tahu diuntung! Papah malu dara malu! Dengar cacian dari tetangga!" papah menyeret tanganku masuk kedalam rumah

Plakk.

Satu tamparan mendarat dipipi mulus Dara

"Oh, jadi papah malu punya anak kaya dara?! Papah sadar dong! Buah tak jatuh jauh dari pohonnya! Jadi kalo Dara seperti ini berarti ada yang mewakili dari sifat dan sikap mamah sama papah!" aku berucap sambil memegang pipiku yang terasa sakit sambil menangis sesegukan.

"cukup Dara!! Jaga ucapanmu!!" bentak papah yang hendak menamparku lagi dan tiba-tiba mamah yang dari tadi hanya menangis kini angkat bicara

"su,, hiks, dah pah sudah" mamah yang memegang tangan papah menangis sesegukan melihat anak kesayangannya, ya itu tentunya aku, diperlakukan seperti itu oleh papahku sendiri, walaupun itu kesalahanku namun mamah selalu membelaku dan menyayangi ku.

"mamah! Biarkan papah memberi pelajaran untuk dia! Dia sudah keterlaluan"

Ibu terus saja menangis.

"Dara lihat ini" Suara papah yang semakin melemah dan dengan mata berbinar, papah memperlihatkan foto masa kecilku yang dengan bahagianya papah mengangkatku. Dan fotonya seperti ini :

Aku terdiam sejenak memperlihatkan foto itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terdiam sejenak memperlihatkan foto itu.

"dulu, papah dan mamah sangat bahagia memilikimu. Kau berusia delapan bulan waktu itu, papah dengan bangganya mengangkat kau sampai ke atas dan tersenyum lebar, setiap malam waktu ibumu hamil papah selalu membacakan surat Maryam untukmu agar kau tumbuh menjadi wanita santun seperti Maryam. Itu harapan papah" papah menitihkan air mata tapi karena rasa sayang ku terhadap Rey lebih besar dari pada rasa sayangku kepada orangtuaku waktu itu, aku tetap egois dan lebih memilih Rey

"udahlah pah itu dulu! Sekarang Dara gini ya gini!" aku berlari menuju kamar dan mengemasi barang-barangku ke koper, aku menemukan foto yang seperti tadi foto yang papah tunjukan kepadaku, tanpa fikir panjang akupun memasukan foto itu ke dalam koper, aku menuruni anak tangga sambil menyeret koperku.
Tampak dilantai bawah mamah sedang menangis dipelukan papah.
Papah melihatku dengan membawa koper

"mau kemana kamu Dara?!" bentak papah yang kelihatan terkejut akan perlakuanku.

"mau pergi!"

"sayang, mamah mohon jangan pergi dari rumah ini" ucap mamah memohon dan menahan tanganku agar tak pergi dari rumah.

"udahlah dara cape! Dara pengin bebas! Tadi papah yang bilang sendiri malu punya anak kaya dara kan? Yaudah Dara juga cape dimarahin mulu! Mending Dara pergi bisa bebas" ku melangkah meninggalkan mereka tanpa memperdulikan isak tangis mamah yang selalu berlinang.

Kan Ku Gapai Dirimu Dengan DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang