14

480 29 11
                                    

“tek tek tek” eomma ji hyo sedang memotong beberapa sayuran. Namun eomma berhenti dari kegiatannya itu karena memikirkan ji hyo, terlebih berarti ji hyo bekerja dengan tae ho, orang yang sudah mencampakannya, dengan gusar eomma mengambil handphonenya mencoba menghubungi ji hyo.

“anak ini benar-benar keterlaluan, tidak mengangkat telpon, tidak membalas pesan, tidak menelpon, tidak mengirim pesan, apa dia baik-baik saja” tepat saat eomma sedang mengomel oppa ji hyo keluar dari kamar, ia memperhatikan eommanya. Ia menunduk sedih melihat eomma sedih.

---

Sementara itu ji hyo masih bersama 3 laki-laki itu, mereka pergi ke sebuah restoran disekitar situ. Mereka makan daging dan meminum soju.
“nampaknya ini bukan waktu yang tepat untuk makan daging” gumam ji hyo dalam hati karena melihat, 3 pria itu diam saling menatap.
“biar aku” pinta ji hyo melihat jong kook membakarkan dagingnya. Bukannya memberikannya jong kook malah menatap ji hyo tajam.
“ne, ne kamu saja”
“sejak kapan depan rumahku jadi tempat terkenal?” tanya jung jae
“aku ingin menjengukmu, namun karena sudah malam tidak jadi. Aku malah bertemu dengan ji hyo ditempat tadi” ucap jong kook membuat alasan.
“oh, alasan dia bagus, dia pandai berbohong” ujar ji hyo dalam hati menatap jong kook
“kamu?” tanya jung jae pada ji woon
“aku? A…ku mau bertemu dengan temanku. Tapi bagus jika kita berkumpul makan daging disini, ini kesempatan langka” jawab ji woon gugup
“aku tidak suka” jawab ji hyo dalam hati namun dia hanya tertawa kecil menanggapi itu.

Jong kook, tae ho dan jung jae meminum soju secara bersamaan sekali teguk. Ji hyo memperhatikanya nyeri.
“jong kook berapa umurmu?”  tanya jung jae
“33”
“wah, laki-laki umur segini paling pantas untuk bertemu dengan wanita dan berkencan. Kalau begitu dengan umurmu yang sudah banyak bukannya berarti kamu sudah memahami senioritas” lanjut jung jae menatap jong kook dengan senyum

(“kamu bisa bertemu wanita lain, aku sudah tua, mengalah padaku” ji hyo menganalisa)

“kamu?” tanya jung jae pada ji woon
“27 tahun”
“aigoo, masih bayi. Diusia ini kamu harus berkonsentrasi pada pekerjaan. Jangan ada yang menghalangi, apalagi berkencan” ujar jung jae

(“anak bayi brengsek yang menghambat, pergilah atau aku akan membuatmu menghilang atau mengalah padaku” ji hyo menganalisa lagi)

“ne, aku memang konservatif. Tapi era digital mengatakan kalau harus menghargai usia yang dimiliki, jangan mau ditindas” aku jong kook

(“pikirkanlah usiaku, dasar bodoh, aku tak akan mengalah” ji hyo kembali menganalisa namun ia malah bingung”

“kalian sedang berbicara apa?” tanya ji hyo, namun malah mendapat tatapan tajam dari ketiganya
“silahkan lanjutkan” ji hyo akhirnya mempersilahkan  saja.
“ji woon, dengarkan kalau jung jae sunbae bicara, walaupun sangat tampak bertele-tele, tapi aku tahu kamu pasti mengerti. Lagi pula mendengarkan orang tua tidak ada salahnya” ujar jong kook
“aku sangat menghormati kalian berdua. Tapi kalau di lihat-lihat sepertinya kesehatan jung jae sunbae sudah semakin melemah. Kamu harus berolahraga seperti ku, dan kamu akan mempunyai tubuh seperti jong kook sunbae. Namun, dengan usia seperti kalian berdua, aku agak penasaran dengan kekuatan kalian” ucap ji woon

(“orang sudah tua membicarakan cinta, apa tidak malu”)

Setelah berperang kata-kata, ji woon, jong kook dan jung jae kembali meneguk soju langsung habis tak tersisa.
“kamu tahu biaya sekolah? Wah, aku membiayai sekolah keponakanku, sekarang dia sudah besar. Apa kamu tidak memikirkan ini?”ujar jung jae menyombongkan diri

(“aku punya banyak uang”)

“ah benar, akhir-akhir ini aku berpikir untuk mengganti mobil, apa kamu tahu?”tanya jong kook

THE STARRY NIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang