Seorang perempuan menghampiri sepasang kakak beradik yang sedang menonton di depan layar yang menampilkan sebuah film entah menceritakan tentang apa ia tidak tahu. Dengan sekali hentakan ia menutup laptpop tersebut hingga mengundang tatapan kesal dari keduanya. Sedangkan yang ditatap hanya cengengesan. Tanpa di sangka sepasang kakak beradik itu meraih bantal yang sedang ada dipangkuannya lalu memukul tubuh perempuan itu hingga mengaduh kesakitan.
Tiba-tiba ketiga orang itu terdiam dan saling pandang saat mendengar ada benda yang mengenai jendela kamar Helena Gladista. Helen melangkahkan kakinya menuju balkon, diikuti oleh sepasang kakak beradik yaitu Aldi dan Netha yang berada dibelakangnya.
Sesuai dugaan, Helen mendapat amplop yang dijadikan pembungkus untuk batu berukuran sedang. Mungkin si pengirim agar lebih mudah melempar amplop yang berisikan kertas itu ke balkon kamar Helen. Dengan hati-hati Helen membuka amplop tersebut lalu membacanya dengan suara pelan tapi masih bisa terdengar oleh Aldi dan Netha.
'Sekarang mungkin aku mencintaimu dalam diam, layaknya cinta seorang Fatimah kepada Ali, mungkin sekarang bagiku memilikimu adalah ketidakmungkinan, tapi bukankah Allah begitu mudah membolak-balikkan sebuah hati?'
♡ Senja
"Pengirim yang sama," ucap Helen sambil menghela napas berat.
"Pengirim yang sama? Emang udah berapa kali Kak Helen dapet surat kaya gitu?" tanya Netha penasaran.
Aldi menggelengkan kepalanya sambil bertepuk tangan. "Gila, sahabat gue punya penggemar rahasia ternyata. Matanya perlu dicek tuh ke bengkel mata. Siapa tau ada kesalahan teknis sama mesin yang bekerja dimatanya pas liat lo."
Helen memutar bola matanya malas. Ini bukan saatnya untuk bercanda. Dia benar-benar di buat penasaran oleh si pengirim. Akhir-akhir ini dia sering mendapatkan surat seperti itu.
"Bentar, Fatimah kepada Ali? Terus itu nama pengirimnya siapa, Kak?"
Helen memperlihatkan kertasnya kepada Netha, jika ada yang berpikir Aldi sedang berdiri bersama mereka kalian salah, karena nyatanya laki-laki itu sedang tidur terlentang di kasur Helen sambil memainkan ponselnya, hingga akhirnya ponsel itu terjatuh pada wajahnya, lebih tepatnya kepada bibirnya sehingga laki-laki itu mengumpat kesal. Helen menahan tawa melihat hal itu.
Netha menjentikkan jarinya membuat Helen mengalihkan pandangannya kepada Netha. "Fatimah kepada Ali? Cewek ke cowok dong. Tapi kan Kak Helen cewek. Masa iya dia salah sasaran, kan kata kakak dia udah ngirim surat beberapa kali. Tapi itu namanya Senja lho kak. Senja kan cewek."
Helen mendengus sebal mendengarnya. "Gila kali kalo cewek. Masa iya cewek suka ke cewek. Enggak, gak mungkin."
"Apa mungkin... itu cuma perumpaan aja ya? Jadi kita jangan fokus ke situnya. Kita fokus ke maksudnya aja. Mungkin cowok itu posisinya sama kaya Fatimah. Cinta dalam diam."
Aldi melempar bantal kepada mereka berdua yang masih anteng berdiri di dekat balkon. Bukannya meminta maaf karena bantal itu sudah mengenai kepala Helen, Aldi malah tersenyum jahil. "Dipikirin mulu, lama-lama kepala lo berdua botak kaya Trio Macan!"
"TRIO MACAN RAMBUTNYA PANJANG, ALDIIIII!"
"Eh, Kak Helen. Itu ada cowok lari dari arah pohon deket taman rumah sini. Mungkin dia orang yang suka ngasih kakak surat!" pekik Netha saat ia melihat laki-laki berlari secepat mungkin.
Helen ikut melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Netha, sayangnya Helen sudah tidak melihat laki-laki tersebut. "Ciri-ciri nya gimana?"
"Pake bandana warna merah di kepalanya, Kak."
💌
Baru prolog ya. Semoga kalian suka, aamiin.
Awalnya ini bukan sequel, tapi karena banyak yang minta di bikinin sequel dan aku bingung judul yang pas buat sequel apa, so aku ubah aja cerita Mr. Bandana jadi sequel Bilan.
Nama lengkap Helen aku ubah jadi Helena Gladista ya hihi.
Jangan lupa buat vote, comment, dan kasih tau temen-temen kalian buat baca cerita Mr. Bandana dan Bilan😋
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Bandana [Completed]
Teen Fiction[SEQUEL BILAN] Helen jadi berurusan dengan laki-laki berbandana hanya untuk mencari tahu siapa sebenarnya laki-laki berbandana yang melempar surat ke balkon kamarnya. Tapi, masalahnya laki-laki yang memakai bandana itu bukan hanya satu. Di mulai dar...