"Kemaren ke rooftop ngapain?"
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Aldi membuat Helen menjadi terdiam seribu bahasa. Seperti biasa, disaat bingung Helen pasti menggaruk pipinya, tentu saja perilaku Helen membuat Aldi tahu jika Helen sedang kebingungan. Otaknya berpikir keras untuk mencari jawaban yang pas untuk ia jawab. Jika ia jujur pasti Aldi akan marah. Tapi, kenapa Helen berpikiran bahwa Aldi akan marah?
Bibirnya terasa kelu saat akan mengatakan yang sejujurnya. Jika Aldi bertanya apa saja yang telah ia lakukan, bisa-bisa Aldi melarangnya untuk pergi ke markas geng Jordan. Dan itu akan membuat misi Helen terganggu. Helen memutuskan untuk menyembunyikan misi ini dari Aldi saja, karena ia tidak bisa menjamin jika Aldi akan mendukung apa yang akan dilakukannya. Kalau saja Aldi tidak bertengkar dengan Jordan, pasti Aldi akan membantunya.
"Gue cuma pengen nyari inspirasi di sana aja. Ternyata di sana tenang banget, enak buat dijadiin tempat nyari inspirasi," jawab Helen meyakinkan.
"Pas lo ke sana ada siapa aja?"
Helen menggelengkan kepalanya ragu. "Gak ada siapa-siapa kok."
Aldi menganggukkan kepalanya. "Mulai sekarang, lo pulang bareng gue aja."
"Kok gitu?!" tanya Helen cepat. Jangan bilang Aldi sudah tau yang dilakukannya kemarin.
"Aldi mau posesif ke lo katanya," sahut Regan yang sedang duduk di belakang bangku Adiba. Adiba yang menyimak obrolan mereka berdua hanya terkekeh kecil.
"Lumayan kali, Hel. Ngirit ongkos. Kapan lagi lo bisa naik motor sama cogan," rayu Aldi sambil mengeluarkan ponselnya dari tas.
Dengan cepat Helen segera menggelengkan kepalanya. "Enggak mau enggak. Pokonga enggak mau!"
"Helen biar bareng sama gue aja, kan searah," kata Adiba yang mengerti maksud dari tatapan Helen. Helen menghela napasnya saat mendengar Adiba membantunya.
"Sama gue juga searah, Dib. Apa lagi masa depan kita," kata Aldi tak mau kalah. Masih pagi Aldi sudah menyebalkan di mata Helen. Jika ia pulang bersama Aldi, maka menjalani misinya akan semakin mengulur waktu.
"Ya udah sih, Hel. Sama Aldi aja biar lebih aman," sahut Regan.
"Hel, pulang sekolah lo ke rumah gue. Nyokap yang minta," ujar Arga yang baru saja datang ke kelas, lalu sesudah mengatakan itu Arga duduk di bangkunya. Aldi yang mendengar itu mendengus kesal, ia memilih keluar kelas saja karena kebetulan bel sudah berbunyi.
"PULANG SEKOLAH SAMA GUE, AWAS LO KALO KABUR!" teriak Aldi ketika sudah sampai di ambang pintu kelas.
Helen mencak-mencak di tempat sambil mengacak-acak rambutnya. "Pusing gueeeee!"
💌💌💌
"Bandana merah, bandana merah." Nita memberi tahu dengan suara pelan sambil menepuk bahu Helen dan Adiba beberapa kali.
Helen mengikuti arah pandah Nita, begitu juga Adiba. Terlihat seorang laki-laki berada diantara perkumpulan laki-laki yang duduk dipojokan kantin.
"Itu masih gengnya Jordan?" tanya Helen kepada mereka berdua. Ia melihat laki-laki itu menyuruh Jordan untuk membelikan minuman. Helen mengernyitkan dahinya bingung. "Sebenernya ketua mereka siapa sih?"
"Kalo masuk geng mereka gampang gak sih?" tanya Adiba sambil terus memperhatikan perkumpulan laki-laki itu.
Nita menoleh ke Adiba dengan alis terangkat satu. "Kenapa? Lo mau masuk geng mereka?"
Adiba menggelengkan kepalanya pelan. "Enggak."
"Terus?" Kini giliran Helen yang bertanya.
"Kita suruh satu cowok aja buat masuk ke geng itu buat nyari tau," usul Adiba.
Helen tersenyum sumringah. "Ide bagus tuh! Tapi siapa ya?"
"Kalo Regan sama Bilan gak mungkin, soalnya kan mereka tau kalo Regan sama Bilan temennya Aldi." Jeda sejenak, Nita menjentikan jarinya saat teringat sesuatu. "Temen sekelas gue aja, namanya Bobi. Dia baik kok, sogok aja pake makanan, pasti mau."
💌💌💌
"Gampang kan, Bob?" tanya Nita.
Sepulang sekolah, Helen, Adiba, dan Nita cepat-cepat ke taman belakang sekolah untuk menemui Bobi. Helen tidak ingat jika hari ini Helen harus ke rumah Arga. Ia juga tidak ingat jika Aldi menyuruh pulang bersama. Yang ia ingat hanya satu, misi.
Bobi menatap mereka dengan tatapan ragu, ia menggaruk dahinya yang tak gatal. "Bukannya kalo mau masuk geng mereka gak gampang ya?"
"Ada syaratnya?" tanya Adiba dan diangguki oleh Bobi.
"Angkatan kita ada yang masuk geng dia gak sih?" tanya Helen penasaran.
Bobi mencoba mengingat-ingat sambil memakan cemilan yang sudah ia pegang sedari tadi, setelah ingat ia menggelengkan kepalanya. "Enggak ada deh. Mereka satu angkatan, gak ada adik kelas gak ada kakak kelas."
Nita membuka aplikasi Instagram untuk mencari akun Jordan, siapa tau ada petunjuknya. "Lo tau gak persyaratannya apa aja?"
Muka Bobi mendadak jadi sendu, tangannya meninju-ninju cemilan dengan pelan. Ia menganggukkan kepalanya dengan kesal. "Tau."
"Apa, apa?" tanya Helen tidak sabaran.
"Harus ganteng," jawab Bobi lalu pura-pura menangis, sesekali ia sesenggukan sambil menghapus air mata, padahal tidak ada air matanya.
"Pantesan! Geng mereka di sekolah ganteng semua," kata Nita sambil terus mencari tahu tentang geng itu di akun Jordan.
"Semua cowok juga ganteng, gak ada yang cantik," kata Adiba.
Bobi mendengus kesal mendengarnya. "Lo gak liat kalo muka gue di bawah rata-rata gini? Gak mungkinlah gue diterima di geng itu."
Helen menggaruk pipinya yang tak gatal sambil memperhatikan tampang Bobi dari bawah sampai ke atas. Ia menghela napas pelan. "Tapi kan lo belum nyoba, Bob. Ayo dong, bantuin gue."
"Nih ya, kalo gue udah masuk ke geng itu, pasti susah lagi buat keluarnya. Gak semudah itu." Bahu Helen merosot saat mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Bobi.
Bullies is calling..
Helen menepuk bahunya saat teringat sesuatu. Nita yang melihat itu bertanya. "Siapa?"
"Aldi."
💌
Siapa yang tau artinya bullies???? Acungkan tanganmu teman temaaaaaan, maka aku akan follow akunmu😂
Gimana sama part ini?
Ada yang punya saran atau kritik?
Kalian suka sama tokoh yang mana?
Barang siapa yang menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas kalian bakal aku follow akun nya, lumayan nambah satu yang follow kan😂
Jangan lupa vote, comment, dan kasih tau temen-temen kalian buat baca cerita ini. Tengkyuuuuuuu
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Bandana [Completed]
Novela Juvenil[SEQUEL BILAN] Helen jadi berurusan dengan laki-laki berbandana hanya untuk mencari tahu siapa sebenarnya laki-laki berbandana yang melempar surat ke balkon kamarnya. Tapi, masalahnya laki-laki yang memakai bandana itu bukan hanya satu. Di mulai dar...