34. Fakta baru💌

1.6K 182 30
                                    

Flashback on

"Lho? Gue kira Bang Senja beneran udah meninggal, Kak. Gue mau ketemu dong, parah tuh orang, udah lama balik ke Indo tapi gak ngasih kabar."

Helen mengerjapkan matanya beberapa kali. "Bang.. Senja?"

"Hooh Bang Senja! Kenapa si?!"

"G-gue baru inget, kalo lo.. suka manggil dia Senja. Lo keinget sesuatu gak sih?" Helen segera mengambil kotak tempat ia menyimpan surat-surat misterius. "Surat-surat ini atas nama senja! Seno sering lo panggil Senja. Apa orang yang sama?"

Teyo mengangkat kedua alisnya, mulutnya sudah terbuka lebar, jika ini bukan obrolan serius Helen pasti sudah tertawa. Wajah adiknya benar-benar seperti orang bodoh. "Masa sih ah?! Ngaco lo!"

"Nih, Teyo. Dengerin gue. Fakta pertama, dia balik ke Indo udah lama. Fakta kedua, dia pernah suka gue. Dan fakta ketiga, nama dia Seno Jaebi terus kalo disingkat jadi Senja! Hah, kepala gue lama-lama pecah mikirin si bandana ini," kata Helen dengan nada kesal. Bagaimana tidak, kasus ini sangat memusingkan.

"Gue rasa.. iya."

Flashback off

"Ah, sialan!" Helen menyimpan pensil mekaniknya dengan kasar sehingga mengundang tatapan kesal dari teman sekelasnya karena sudah mengganggu konsentrasi mereka yang sedang mengerjakan tugas dari guru yang sudah memelototi Helen dari tempat persinggahannya.

"Ada apa, Helen?" tanya Bu Dadah dengan wajah sangarnya.

Helen menggelengkan kepalanya sambil nyengir. "Heheh i-ini, Bu. Ini pensil saya.. pensil saya tintanya abis. Kan saya jadi kesel, Bu."

Bu Dadah mengernyitkan dahinya bingung, ia melangkahkan kakinya untuk menghampiri bangku Helen dan Adiba. "Sejak kapan pensil ada tintanya?"

"Sejak.. aku tinta ibu," jawab Helen sambil mengedipkan sebelah matanya.

"CINTA ANJIR, HEL!" Tawa teman sekelasnya pecah saat mendengar teriakan dari Papian, teman sebangku Arga. Terkadang, teman sekalasnya itu geleng-geleng kepala dengan perdebatan Helen dan Bu Dadah. Entah awalnya bagaimana sehingga dua orang itu tidak pernah bisa akur ketika jam pelajarannya.

"Mau ibu hukum atau bagaimana?" tanya Bu Dadah sambil bersedekap dada.

"Minta maaf aja, Helen," kata Adiba dengan suara pelan.

Helen melirik Adiba sekilas. Ngomong-ngomong, ia jadi teringat hubungan dengan kedua sahabatnya masih belum membaik, Helen masih belum mengajak mereka untuk mengobrol. Oke, lupakan dulu masalahnya karena sekarang ia sudah dipelototi oleh Bu Dadah. "Matanya biasa aja, Bu. Mau saya cium mata ibu?"

"Dimana-mana orang pasti nanya 'Mau gue congkel mata lo?' ini malah cium. Keliatan banget ngebet pengen diciumnya," sahut Papian lagi sambil tertawa. Ya ampun, ternyata Papian itu receh sekali.

"Saya lelah dengan kamu. Terserah mau di sini atau di luar, ibu gak peduli!"

"Yah.. yah.. dicampakkan nih," ucap Helen dengan wajah pura-pura sedih saat Bu Dadah kembali ke mejanya.

💌💌💌

"Gue minta maaf. Gue ngaku gue salah."

Helen cengo di tempat saat mendengar penuturan perempuan yang ada di depannya. Tak ada angin tak ada hujan, tak ada basa-basi apapun, perempuan itu berkata dengan satu tarikan napas. Helen meminum es teh manisnya lalu berdiri dan berhadapan dengan Seha. "Kesambet apaan lo? Dapet hidayah buat tobat?"

Sialan. Jika tidak diancam oleh seseorang, Seha tidak pernah sudi meminta maaf kepada perempuan yang ada di depannya ini. Sama saja dengan menjatuhkan harga dirinya, ia tidak pernah tulus jika meminta maaf, seperti sekarang ini. "Gue gak akan urusin urusan lo lagi."

Mr. Bandana [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang