19. Markas Fascia💌

2.1K 206 23
                                    

Helen mengembuskan napasnya pelan. Di tangannya masih terdapat sebuah kertas yang tak lain adalah surat dari Senja. Langit sudah mendung dan mulai tak bersahabat. Gemuruh terdengar bersahutan, namun tak menandakan serintik air dari langit akan membasahi bumi. Sekarang adalah rabu malam, dugaan Helen benar, pasti pengirim itu akan memberikan surat lagi. Kali ini pengirim itu menyimpan suratnya tepat di balkon kamar Teyo. Pantas saja tidak ada suara-suara seperti batu dilempar atau apa pun itu ke kamar Helen.

Helen menghampiri Teyo yang sedang memainkan ponselnya. "Teyong"

"Hm."

"Menurut lo.. Senja itu siapa ya?"

Teyo mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Au dah."

Helen berdecak kesal lalu memberikan surat itu kepada Teyo, Teyo mengerutkan keningnya lalu menaruh ponsel di atas nakas. Teyo membaca surat itu dengan posisi badan ditelungkupkan di kasur. "Apaan nih gue gak ngerti?"

Helen menggelengkan kepalanya, ia merebahkan tubuhnya dengan menggunakan punggung Teyo sebagai bantal untuk kepalanya. "Yang jadi pertanyaannya, ini orang emang serius atau cuma iseng doang!"

Teyo menyimpan surat itu dengan kasar. "Iseng doang kali ah. Bikin gue puyeng aja, 11209 apaan coba?!"

Helen merubah posisinya menjadi duduk. "Lo tau Jordan kelas XI IPS 3 gak?"

"Yang pake bandana kan? Kenape?" Jeda sejenak, seperti menyadari sesuatu Teyo merubah posisinya seperti Helen. "Eh anjir, bandana. Lo gak curiga sama dia?"

"Justru itu. Banyak keanehan dari dia. Apalagi kemaren, dia bilang kalo bosnya lagi ngincer gue. Maksudnya apa? Terus bosnya siapa? Menurut Adiba sih, mungkin aja bosnya Jordan yang suka ngirim surat-surat ke gue, makannya akhir-akhir ini Jordan aneh. Gue gak ngerti apa sih ini?"

Teyo terdiam sambil mencerna perkataan kakaknya. "Bos? Gila bos. Dia punya geng?"

Helen menganggukkan kepalanya. "Tapi setau gue justru dia bos di gengnya. Kalo di sekolah sih gitu, gak tau kalo di luar sekolah."

Teyo menjentikkan jarinya. "Berarti geng di luar sekolah. Lo harus cari tau dia kalo di luar sekolah."

"Caranya?" Tanya Helen yang membuat Teyo kembali berpikir.

💌💌💌

"Gila, pada pake bandana semua," kata Helen sambil terus memperhatikan kumpulan laki-laki yang sedang bersenda gurau di dalam sana.

Pulang sekolah, Helen, Adiba, dan Nita memutuskan untuk mengikuti geng Jordan. Tepat di depan markas mereka tertera tulisan 'Fascia'. Helen tidak tahu arti dari kata itu apa yang paling penting sekarang adalah mencari tahu siapa ketua dari geng itu.

"Ketua gengnya yang mana ya? Gila banyak banget cowoknya," ujar Nita.

"Bandananya beda-beda semua. Seandainya bandana mereka sama, pasti ketua gengnya pake yang beda biar nandain kalo dia ketua," ucap Adiba sambil mencari-cari orang yang menurutnya patut dicurigai.

"Bener juga. Nyari tau nya gimana ya?" tanya Nita sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Helen menatap Adiba dan Nita. "Kita minta bantuan ke Bilan aja. Dia pasti banyak kenalan, siapa tau Bilan kenal sama salah satu yang di dalem. Yang penting kita udah tau markas Jordan."

"Nama gengnya tadi apaan?" tanya Nita sambil mengingat-inget.

"Pasya, eh apaan sih lupa?" tanya Helen kepada mereka sambil nyengir.

"Fascia."

"Nah!" pekik Helen dan Nita berbarangan.

Adiba melotot lalu membungkam mulut mereka menggunakan kedua tangannya. Helen dan Nita mengerjapkan matanya saat tidak mendengar lagi suara laki-laki yang sedang bercanda. Dan mereka mendengar suara langkah laki-laki yang terus saja mendekat.

"Ada cewe cantik nih guys!"

Adiba menurunkan tangannya dengan gemetar. "Gimana nih?"

"Kalo kabur juga pasti dikejar kali," bisik Nita yang membuat Helen dan Adiba semakin ketakutan.

Mereka mendengar semakin banyak langkah kaki yang mendekat. Helen berkata dengan pelan. "Kabur aja ayo. Gue itung. Satu, dua, tiga, kab-"

"EEEEEEEH MAU PADA KEMANA?"

Baru juga berlari beberapa langkah, mereka dihadang oleh satu laki-laki yang...tampan? Tangan mereka bertiga saling berpegangan dengan erat ketika laki-laki itu mendekat.
Laki-laki itu tertawa kencang membuat perempuan-perempuan di depannya kebingungan. "Kok pada takut banget sih? Ya ampun, kita gak jahat kali." Laki-laki itu berpaling menatap ke laki-laki yang ada di ambang pintu. "Woy Karel, ambilin tas yang biasa."

"Siap!"

"Hel, menurut gue dia bosnya deh," bisik Nita kepada Helen.

Helen menganggukkan kepalanya setuju. "Gue juga mikir gitu."

"Ngomong yang kenceng aja kali, gak usah bisik-bisik gitu," ucap laki-laki itu. Tak lama laki-laki yang bernama Karel datang membawa tas dan menyerahkannya kepada laki-laki itu.

"Nih coklat buat lo," katanya sambil memberikan coklat itu kepada Adiba. Adiba menerimanya dengan dahi mengerut pertanda bingung.

"Ini buat lo." Nita menerima coklat itu dengan canggung.

Laki-laki itu tersenyum saat menatap Helen, yang ditatap hanya diam sambil terus memandangi laki-laki yang ada di hadapannya. "Ini juga buat lo."

Helen tidak menerimanya, kepalanya terus saja bertanya-tanya apakah laki-laki yang ada di hadapannya ketua geng atau bukan. Helen tersentak kaget saat tanganya dipegang oleh laki-laki itu, dan coklat itu mendarat tepat di telapak tangan Helen. "Gak semua orang yang ada di sini jahat."

💌

Gimana gimana part ini? Jawab dong jawab

Katanya ada yang rindu cerita ini kan? Nih aku up. Maap nih ya telat mulu up nya soalnya aku lgi fokus ke sesuatu xixi

Seperti biasa yang komen pertama bakal aku follow. Mau ga mau ga?

Jangan lupa vote vote vote

Sampai ketemu lagi di part selanjutnya😍😍😍😍

Mr. Bandana [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang