“Bahagia banget lo dipindahin ke kelasnya Bilan. Terbebas dari bahasan mimi peri," kata Helen lalu duduk di kursi yang berada di depan kelasnya.
Ini adalah hari ke lima murid-murid sekolah di semester baru. Dan di hari ke lima ini Aldi dipindahkan ke kelas Bilan karena perintah dari kepala sekolah. Entah karena apa, Aldi juga tidak tahu.Aldi memasang ekspresi pura-pura sedih lalu ikut duduk di samping Helen. "Jangan gitu sama panutan gue."
Helen mengernyitkan dahinya bingung. ”Panutan lo?”
“Iya lah, dia bisa buat orang lain ketawa karna kelakuannya. Menurut sebagian orang sih mimi peri itu receh, tapi yang kaya gitu tuh patut diapresiasi,” oceh Aldi.
“Ayo kenalan.” Lanjutnya.
"Lah? Ngapain sih lo?!”
Aldi mengulurkan tangannya, dengan perasaan bingung Helen menerima uluran tangan tersebut. ”Kenalin gue Aldi Anindito, utusannya mimi peri yang bertugas untuk membuat Helena Gladista selalu tertawa."
Helen memutar bola matanya malas lalu menjauhkan tangannya. ”Gak jelas lo!”
“Woy, Di. Ayo shalat jum’at,” kata Regan yang baru saja keluar dari kelas yang sama dengan Helen.
“Eh, sendal jepit gue kemana?!” tanya Aldi heboh saat melihat kakinya tidak memakai alas apapun.
“Kebiasaan lo, dari kelas sepuluh kalo mau shalat jum’at pasti sibuk nyari sendal jepit,” kesal Helen.
Aldi melangkahkan kakinya ke kelas Helen lalu berdiri di ambang pintu sambil menatap satu persatu kaki orang-orang yang berada disitu. Ia merasakan ada seseorang yang menepuk bahunya, Aldi hanya menepis saja tanpa melihat orangnya karena ia terlalu fokus mencari sandal jepitnya. Tepukan itu semakin keras, dengan cepat Aldi memegang tangan itu sambil memelotot kesal.
“Biasa aj-“ ucapannya terhenti saat Helen menariknya secara paksa untuk keluar dari kelas itu.
Helen menarik Aldi agar tidak terlalu dekat dengan kelasnya. ”Lo liat gak? Lo sadar gak?”
Aldi mengerutkan dahinya bingung. ”Liat? Sadar? Apaan sih?!”
“Cowok tadi pake bandana merah di kepalanya. Gue baru liat dia, dari tadi pagi dia gak ada di kelas. Lo kenal dia gak? Atau dia murid baru?”
Aldi bersedekap dada sambil mengernyitkan dahinya. ”Murid baru kali. Gue gak pernah liat dia.”
“Kok murid baru dateng jam segini?” tanya Helen kepada dirinya sendiri.
💌💌💌
“Perut gue sakit banget. Ayo dong, Dib, anter gue ke UKS,” ajak Helen sambil memegang perutnya yang sangat sakit sejak tadi. Kebiasaan Helen ketika datang bulan ya seperti ini.
“Bentar.” Helen mendengus kesal saat mendengar hanya satu kata jawaban dari teman sebangkunya yang sedang mengerjakan tugas matematika, padahal ini sudah jam istirahat ke dua. Biasanya jika Helen sakit perut karena datang bulan, ia akan berdebat dengan Nita teman sebangkunya saat kelas sebelas. Dan biasanya juga yang menjadi pelampiasan amarah Helen adalah Aldi, tapi Aldi malah berbaik hati memberikan jamu pereda nyeri haid. Adiba orangnya pendiam, berbicara saja kalau ada yang penting. Gak asik emang.
“Lena.”
Helen dan Adiba menoleh ke arah sumber suara. Ia mendapati teman lamanya sedang menyerahkan kantung plastik berwarna putih. Bosan memang tiga tahun sekelas dengan orang yang berada di depannya, tapi mau bagaimana lagi.
“Tadi gue ke minimarket depan. Sekalian aja beli jamu pereda nyeri haid. Abisnya berisik dari tadi lo bilang sakit perut mulu. Nih.” Andre menaruh kantung plastik itu di meja setelah itu duduk di bangkunya yang berada di belakang bangku Helen.
Helen membalikkan badannya, menatap Andre dengan tatapan penuh selidik. ”Dre, kok gue aneh. Dari kelas sepuluh lo sekelas sama gue, lo gak pernah kasih gue jamu pereda nyeri haid walaupun gue selalu berisik debat sama Nita, keliatannya lo b aja tuh.” Mata Helen memicing curiga. ”Woah, jangan-jang-”
“Woy nyet, ayo kantin. Nita sama yang lain udah nungguin noh. Apa gue harus jemput lo dulu, biar lo mau ke kantin? Iya deh Hel, gue tau kok, lo pasti gak mau kan kalo gak ada gue? Ya udah ayo, sekarang kan ada gue. Laper nih.”
Helen memutar bola matanya malas. Tanpa membalikkan badannya saja ia sudah tahu siapa pemilik suara itu. ”Gak! Gue mau di kelas aja. Banyak tugas, pusing gue.”
“Udah gak usah dipikirin. Tugas aja gak mikirin lo,” ucap Aldi yang sudah duduk di kursi Regan karena Regan duduk bersama Andre.
“Baperan,” sahut Regan enteng yang baru saja datang, setelah itu ia duduk di mejanya hingga menghalangi pandangan Aldi dan Helen.
“Kok lo malah kesini sih? Tungguin aja sono di kantin.” Aldi mendorong lengan Regan hingga Regan berdiri lagi.
“Lama lo berdua. Cepet.”
Helen berdecak kesal, ia melirik Adiba yang masih saja anteng menulis. ”Dib, ikut kantin gak?”
“Gak deh, Hel.”
“Yakin, Dib? Gue mau bahas soal murid baru tadi sama Nita di kantin,” kata Helen dengan suara sepelan mungkin karena takut ada laki-laki itu.
“Oke.”
💌
5ud4h 53k14n l4m4 q t4k n0ng0l h1h1. Apa kabar dengan pembaca setia? Masih ingat denganku? Apakah masih ada yang menunggu aku up? 4l4y
Sebelumnya maaf maaf nih jarang banget up, kalian tau lah kelas 9 tuh sibuk nya kek apaan,megang hp aja buat ngerjain tugas(
Jadi sekali lagi maaf yang sebesar besarnyaaaaa
Jangan lupa di vote, comment
))
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Bandana [Completed]
Teen Fiction[SEQUEL BILAN] Helen jadi berurusan dengan laki-laki berbandana hanya untuk mencari tahu siapa sebenarnya laki-laki berbandana yang melempar surat ke balkon kamarnya. Tapi, masalahnya laki-laki yang memakai bandana itu bukan hanya satu. Di mulai dar...