27. Mahen💌

1.5K 183 55
                                    

"Lah, tumben. Pada mau ngapain kesini?" teriak Bilan dari balkon kamarnya.

Helen memelotot saat melihat ada Aldi juga Regan yang sedang duduk santai di samping Bilan. Tangan yang semula akan membuka pagar beralih menjadi menggaruk pipinya yang tak gatal. "Mampus! Gimana nih? Kalo ada mereka berdua kan gawat. Bisa-bisa gue dimarahin Aldi. Apalagi kita mau nanyain tentang geng Fascia."

Nita menggigit jari telunjuknya sambil berpikir, ia menatap dua laki-laki yang masih anteng menatap dirinya juga Helen dan Adiba, Sedangkan Bilan sudah tidak ada di balkon. "Gue aja yang nanya ke Bilannya, biar Aldi sama Regan gak curiga. Lo berdua samperin mereka ke balkon. Jangan sampe salah satu mereka dengerin obrolan gue sama Bilan."

"Iya deh. Makasih, Nit." Setelah mendapat anggukan dari Nita, Helen dan Adiba melangkahkan kakinya untuk memasuki rumah Bilan. Tak lupa, mereka meminta izin kepada asisten rumah tangga Bilan, karena kebetulan orang tua Bilan sedang keluar.

"Aduh, senangnya disamperin calon istri. Kenapa masih pake baju seragam sekolah? Belum pada pulang? Mau ganti baju pake bajunya Mimi Per-"

Helen menutup mulut Aldi dengan tangan kanannya, ia duduk di lantai dengan tubuh yang disandarkan di kaki Aldi karena Aldi sedang duduk di kursi. "Jangan ngomong mulu. Gue cape. Mau minum dong!"

Aldi meraih satu gelas minuman jeruk yang ada di meja, lalu menyodorkannya kepada Helen. "Nih, bekas gue. Minum aja, gue ikhlas minumannya diminum sama lo."

Helen menerima gelas itu sambil memelotot kesal, lalu menyimpan kembali gelas itu di atas meja. "Lo ikhlas, gue gak ikhlas! Jijik banget bekas bibir lo."

"Ya udah, gue ambilin. Minggir, utusan  Mimi Peri mau lewat," kata Aldi sambil beranjak dari duduknya. Dengan cepat Helen menarik tangan Aldi agar duduk kembali. Aldi mengernyitkan dahinya bingung. "Katanya haus. Gue gak mau, calon istri gue mati kehausan. Minggir!"

Helen mendengus kesal, bisa gawat kalo Aldi turun ke bawah, bisa-bisa rencananya gagal. "Gue minum yang lo aja deh, gak papa" Helen meraih gelas itu lalu menatap Adiba. "Lo mau minum?"

"Punya gue aja. Belum diminum. Nih," kata Regan lalu menyodorkan gelasnya kepada Adiba. Adiba tersenyum lalu mengucapkan makasih.

"Regan mah modus. Mentang-mentang baru putus sama Tata," celetuk Aldi yang mendapat jitakan gratis dari Regan.

"Pasti Tata yang minta putus duluan. Soalnya Regan ngebosenin sih orangnya,'' tebak Helen sambil terkekeh kecil.

"Sama Adiba aja. Cocok, sama-sama kalem. Ya gak, Hel?"

Helen menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Aldi. "Setuju banget gue kalo lo berdua jadian. Ah, pasti lucu deh."

"Lo juga sama Aldi cocok. Ya gak, Dib?"

Kini giliran Adiba menganggukkan kepalanya saat mendengar pertanyaan Regan. "Mereka berdua kalo jadian, bakal diem-dieman, atau kaya biasanya ya?"

"Brisik deh!"

💌💌💌

Helen hampir tersedak minumannya saat melihat orang yang baru saja memasuki kantin bersama.. Aldi dan Bilan? Gila, jangan bilang laki-laki itu pindah sekolah kesini. Tatapannya langsung beralih ke seragam yang digunakan oleh laki-laki itu, seragam milik SMA Central. Helen langsung menatap kedua orang di depannya yang sedang menikmati sarapan bersama. Nita dan Adiba tidak melihat laki-laki itu, karena posisi mereka membelakangi pintu kantin. Helen menatap kembali kepada keempat laki-laki yang sedang membeli jajanan di salah satu stand penjual makanan.

"Dia pindah sekolah. Dia sekolah di sini," gumam Helen. Nita dan Adiba saling melempar tatapan bingung, lalu membalikkan badannya, mencari tahu apa yang sedang ditatap oleh Helen.

Nita mengucek kedua matanya berkali-kali. "Hel, itu cowok yang ngasih kita coklat di markas kan?! Kok.. dia di sini?!" Tatapannya beralih ke orang-orang yang berada di samping laki-laki itu. "Sekelas sama Bilan?"

"Apa ada hubungannya sama lo?" tanya Adiba yang langsung membuat Helen dan Nita menatap dirinya dengan kedua alis terangkat.

"Tapi kita bakal lebih gampang nyari tau, kalo dia ketua geng Fascia atau bukan. Bener gak?" tanya Nita.

Helen mengangguk setuju. "Sebenernya Arga atau dia sih yang ketua geng? Gue bingung deh. Arga yang galak ke gue, dan cowok itu yang manis ke gue. Mana yang lebih mencurigakan?"

"Kalo diliat dari sikap sih, ya cowok itu yang lebih mencurigakan. Tapi, bisa jadi Arga bersikap kaya gitu biar gak ketauan. Dan.. Andre, menurut gue Andre mencurigakan banget. Tapi masa iya Andre ketua geng Fascia? Ah, gak mungkin," cerocos Nita sambil mengaduk-aduk teh manisnya.

💌💌💌

"Hari ini, mau jalanin misi kaya gimana?" tanya Nita dengan suara pelan ketika sudah sampai di depan kelas Helen juga Adiba. Mereka berjalan bersama menuju parkiran. Nita pulang bersama Bilan, Adiba dijemput oleh kakaknya, sedangkan Helen bersama siapa lagi kalo bukan dengan utusannya Mimi Peri. Helen jamin, jika Aldi sudah mengirim pesan agar pulang bersama, pasti laki-laki itu sudah duduk anteng di motornya.

"Enggak dulu deh. Masih bingung juga mau pake cara apalagi. Seandainya Bilan punya satu informasi aja, niatnya gue mau cari tau itu. Tapi gak ad-"

"Hai, ketemu lagi kita."

Ketiga perempuan itu menghentikkan langkahnya. Helen mendongakkan kepalanya saat mendengar suara itu. Ia menatap laki-laki di depannya sambil mengerjapkan matanya beberapa kali, senyum yang manis itu membuat Helen terpaku. "Lo.. pindah ke sini?"

Laki-laki itu menganggukkan kepalanya, ia mengulurkan tangannya kepada perempuan yang memiliki rambut panjang dan berkulit putih. "Gue Mahen."

Helen menerima uluran tangan itu dengan ragu. "Helena."

"Ya, gue tau."

Helen mengangkat dua alisnya. "Kok tau?"

Mahen menunjuk badge yang tertempel  di baju Helen. Helen menundukkan pandangannya, bermaksud mengikuti arah yang dimaksud oleh Mahen. Mahen tersenyum kepada Adiba dan Nita. "Salam kenal juga buat lo berdua. Gue pulang duluan ya."

Helen menahan tangan laki-laki itu lalu melepaskannya saat Mahen sudah menatapnya kembali. "Tunggu, tunggu. Gue mau nanya sama lo, kenapa lo pindah ke sini?"

Mahen tersenyum manis, Helen yang melihat senyum itu terpaku lagi, sedangkan Nita jelas ia tidak terpesona oleh Mahen karena ia sudah punya Bilan yang memiliki senyum tak kalah manis, jika Adiba pastinya biasa saja. "Harus ada yang gue urusin di sini. Kenapa?"

"Penting banget ya, sampe-sampe lo pindah sekolah ke sini?" Sedetik kemudian, Helen merutuki mulutnya sendiri, takut jika ia disebut kepo, ya walaupun iya.

Mahen menganggukkan kepalanya. "Banget, nanti juga lo tau sendiri."

"Ha?"

"Gue pulang ya."

💌

Nah loh, Mahen kenapa pindah sekolah ya? Ayo tebak alesannya karna apa

- Biar deket sama Helen

- Ada urusan sama kepala sekolah

- Ada urusan sama Jordan

Di jawab loh beb, jgn di anggurin😂

sampai jumpa di part selanjutnya:)

Mr. Bandana [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang