"Berarti kemungkinan Arga jadi Senja dikit dong. Ya gak?"
"Gak juga sih, Hel," Adiba yang sedari tadi mengamati akhirnya angkat bicara. "Gimana kalo ternyata itu adalah bagian dari rencananya? Dia bersikap kaya kemaren pas di bazar biar gak ketauan."
Nita mengetuk jari telunjuknya di atas meja. "Maksud lo, kalo emang iya itu Arga, berarti Arga tau kalo Helen itu udah tau yang sering ngirim surat ke rumahnya pake bandana, makannya dia jadi kaya gitu biar gak ketauan? Tapi kok aneh aja gitu kalo Arga pengirimnya."
Helen mengerucutkan bibirnya mendengar penuturan kedua temannya. Ia menaruh dahinya di atas meja sambil memejamkan mata untuk beristirahat sejenak karena sedari tadi mereka membahas kasus ini di perpustakaan dan rela mengorbankan jam istirahatnya. Helen menegakkan kembali badannya lalu membuka tutup pulpen dan mulai menulis di buku yang sudah ia bawa.
"Gue tulis aja orang-orang yang patut dicurigai disini. Arga menjadi nomor pertama yang patut dicurigai," katanya sambil menulis nama Arga. "Terus... siapa lagi? Apa masih ada orang yang suka pake bandana di sekolah?"
Adiba menganggukkan kepalanya. "Ada, tapi bukan di kepala. Dia sering ngiket bandananya di tangan, dan dia adik kelas kita."
Helen mencoba mengingat adik kelas yang seperti Adiba sebutkan. "Dia ketua geng itu bukan sih? Jor..dan ya kalo gak salah?"
Nita merebut buku dan pulpen yang sedang Helen pegang lalu menuliskan nama-nama orang yang dicurigainya. "Nih, orang-orang yang menurut gue patut dicurigai"
Helen membaca nama itu satu persatu, ia menatap Nita dengan tatapan bingung. "Kok ada Andre?"
Nita memutar bola matanya malas. "Ya gue curiga aja sam-"
BRAK, BRAK, BRRAAAKK
"ADUH, BAPAK KAN SUDAH MELARANG KAMU AGAR TIDAK MASUK PERPUSTAKAAN. BAPAK BINGUNG, SETIAP KAMU MASUK SINI, INI NIH LIAT, BUKU-BUKU YANG TADINYA RAPI TIBA-TIBA JATUH, BUKU YANG KAMU PEGANG LECET. LAMA-LAMA BUKU YANG KAMU BACA TULISANNYA JADI HILANG. UDAH SANA KELUAR. CARI GARA-GARA AJA JADI ANAK."
Aldi cengengesan mendengar penjaga perpustakaan sekolahnya berkata seperti itu. "Gara-gara yang nyari saya mulu Pak, bukan saya yang nyari dia. Nih ya Pak, kalo kita dicariin, berarti kita hidupnya berguna."
Pak Toha mengibaskan tangannya ke udara. "Halah bisa aja ngelesnya. Mana ad-"
"Pak, bentar, Pak, aduh permisi dulu ya Pak. Saya ada urusan sama Aldi, bentar aja."
"Tuh, terbukti kan Pak, ada yang cari saya. Berarti hidup saya berguna." Tatapan Aldi beralih kepada Wina, teman sekelasnya. "Iya ada apa, Win?"
"Balikin jam tangan gue!" kata Wina sambil menunjuk pergelangan tangan Aldi.
"Jam tangannya Wina?" bisik Helen kepada Adiba.
"Iya kali. Lo ga liat gambarnya aja Hello Kitty."
Nita menggelengkan kepalanya berkali-kali sambil menahan tawa. "Gila emang sahabat lo, Hel."
Aldi mengangkat tangan kirinya lalu menunjuk jam tangan yang ia pakai. "Ini jam tangan lo? Punya bukti gak kalo ini jam tangan lo? Gue nemu ini jam."
"Nemu? Ya berarti itu punya gue!" kata Wina dengan nada sewot.
"Nemu dimana, Di?" tanya Adiba.
"Di laci mejanya Wina."
"Dasar bego! Ya itu punya Winalah! Makannya kalo punya otak digunakan dengan baik, jangan dipajang aja, sayangku!" kata Helen sewot tidak memperdulikan ada penjaga perpus yang menatap Aldi dengan tatapan pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Bandana [Completed]
Novela Juvenil[SEQUEL BILAN] Helen jadi berurusan dengan laki-laki berbandana hanya untuk mencari tahu siapa sebenarnya laki-laki berbandana yang melempar surat ke balkon kamarnya. Tapi, masalahnya laki-laki yang memakai bandana itu bukan hanya satu. Di mulai dar...