Di malam hari, Helen melangkahkan kakinya menuju kamar adiknya. Sambil memakan keripik kentang, ia menatap pintu kamar Teyo yang berwarna coklat. Tak lupa juga, ada tulisan yang membuat Helen mendengus geli 'Lagi pacaran dulu, jangan ganggu' padahal Teyo tidak punya pacar, paling dia sedang berduaan bersama gitar kesayangannya. Karena takut adiknya tiba-tiba berubah seperti monster, ia membuka pintunya dengan perlahan. Benar saja, di atas kasurnya, Teyo sedang bermesraan dengan gitar kesayangannya sambil menyanyikan lagu Rey Mbayang yang berjudul untuk apa.
Lagu itu kan mengisahkan tentang seseorang yang merasakan jatuh cinta sendirian, Teyo sedang merasakannya? Helen lebih memilih menikmati Teyo yang sedang bernyanyi, suara Teyo bagus, sedangkan dirinya jauh dari kata bagus. Saat Teyo sudah selesai bernyanyi, Helen bertepuk tangan sampai- sampai ia melupakan jika ia sedang membawa satu bungkus keripik. Alhasil, keripik itu berjatuhan. Teyo yang melihat itu memelotot kesal, sedangkan Helen hanya cengengesan. Teyo itu walaupun laki-laki, tapi hidupnya sangat menjaga kebersihan, sangat berbeda sekali dengan dirinya. Helen merasa, Teyo lebih cocok jadi perempuan, dan dirinya menjadi laki-laki.
"Yong, mau bantuin gue gak?"
Teyo yang sedang memainkan gitar kesayangannya langsung menatap Helen yang sudah duduk di sampingnya, ia menghentikan aktivitasnya, lalu berkata. "Beresin dulu keripiknya."
Helen mengerucutkan bibirnya kesal, ia merebut gitar Teyo lalu memainkannya dengan asal. "Nanti gue beresin. Tapi gue mau ngobrol dulu penting."
"Eh, nanti rusak dong ah gitar gue!" Teyo merebut gitarnya kembali lalu memeluknya dengan erat seolah tidak mau direbut oleh kakaknya lagi. "Gue gak mau bantuin lo, udah sana keluar."
"Ih, Teyong. Gue ingetin kalo lo lupa, kemaren-kemaren lo ngajak siapa ke pesta ulang tahun temen ekskul lo?" sengit Helen tak terima.
"Ngajak elo! Tapi kan lo nya kesenengan disana, bisa dempet-dempetan sama Bang Aldi."
Helen mendelik sebal mendengarnya, ia melempar bantal yang ada di sampingnya ke wajah Teyo. "Kesenengan dari mana?! Yang ada gue tersiksa diikutin mulu sama Bang Aldinya elo!"
"Aduh ini berantakan ko gak diberesin sih?"
Helen cengengsan saat bundanya memasuki kamar Teyo sambil membawa nampan berisikan cemilan-cemilan, Yeri duduk diantara Helen dan Teyo setalah menyimpan cemilan itu di atas nakas. "Nanti Teyo beresin ko, Nda. Tenang aja."
"Enggak, Nda. Kakak yang ngotorin, berarti kakak yang beresin," kata Teyo tak mau kalah.
"Udah, nanti aja sama bunda," kata Yeri lalu mengusap rambut kedua anaknya. "Tadi bunda denger, lagi pada bahas Aldi ya? Bunda mau ikutan ngobrol dong."
Helen menggelengkan kepalanya cepat. "Enggak boleh! Bunda ngobrol aja sama ayah sana. Ini urusan anak remaja."
Yeri mengerucutkan bibirnya. "Ayah kan belum pulang, makannya bunda ke sini biar ada temen." Yeri menatap Teyo yang sedang memainkan gitarnya dengan pelan. "Ayo lanjutin lagi bahas Aldinya. Kalo gak dilanjutin, bunda aduin loh ke Aldinya langsung, bunda kan punya nomor Aldi."
"Aduin aja bunda, gak papa. Palingan dia kesenengan," kata Helen lalu beranjak dari duduknya untuk mengambil sapu. Sampai-sampai, ia melupakan tujuan utamanya untuk meminta bantuan kepada adiknya
💌💌💌
Sesudah membereskan kamar adiknya, Helen memutuskan untuk melanjutkan membaca novel pemberian Andre yang tinggal tersisa dua halaman lagi. Matanya tiba-tiba terasa perih saat membaca bagian menuju ending dari cerita itu. Dengan cepat Helen menutup novel itu. "Gue gak mau lanjutin baca. Belum ending aja udah sedih. Ah, parah tuh novel."
"Eh, apa tuh? Jangan bilang.. cowok bandana?"
Dengan langkah tergesa-gesa, Helen menuju balkon kamarnya, sudah tidak ada siapa-siapa di luaran sana. Helen menghela napas berat, padahal ia berharap ia bisa melihat laki-laki itu karena Helen belum pernah melihatnya, hanya Netha yang pernah melihat. Akhir-akhir ini Helen tidak menunggu laki-laki itu, karena sudah jarang juga Helen mendapat surat-surat misterius. Terakhir, malah Teyo yang menemukannya saat akan pergi ke pesta ulang tahun.
'Aku bukan senja yang singgah sebentar, lalu pergi, datang lagi, pergi lagi. Aku bukan seperti senja yang orang-orang pikirkan. Nanti juga kamu mengerti kenapa aku menulis seperti ini'
♡ Senja
"So misterius lo! Kalo nanti gue ketemu lo, gue tampol kepala lo sampe lo lupa ingatan! Lo harus dengerin kata-kata gue senja!" teriak Helen sambil menginjinjak-injak kertasnya. Namun sedetik kemudian, Helen tersadar akan perbuatannya, ia mengambil kertas itu lalu masuk ke dalam kamar. Seperti biasa, Helen menyimpan surat-surat itu di sebuh kotak.
"Pegang lo ye, kata-kata gue. Kalo gue ketemu lo, gue mau nampol kepala lo sampe lo lupa ingatan. Dengar gak lo?!"
💌💌💌
Seperti biasa, sebelum pulang, Helen pasti memperhatikan terlebih dahulu Arga. Namun, tiba-tiba ada yang menghalangi tubuhnya. Helen mendongak, ternyata Andre pelakunya. "Kenapa, Ndre?"
"Pulang bareng yum. Ayo lah, Len. Kali-kali sama gue," kata Andre dengan wajah memelas.
Helen meringis mendengar ajakan Andre, memang ia tidak pernah mau pulang bareng dengan Andre, entah karena apa Helen juga tidak tahu. Helen menganggukkan kepalanya. "Ayo dah. Lo tungguin aja di parkiran. Ntar gue ke sana."
Andre tersenyum senang sambil menganggukkan kepalanya. "Gue tunggu di parkiran ya."
Ketika Andre sudah pergi, Helen menatap Adiba yang juga sedang menatapnya. "Aneh gak sih?"
Adiba menganggukkan kepalanya setuju. "Kenapa banyak cowok yang dicurigain ya? Tapi, soal Ozi yang suka nulis puisi itu, lo gak suka ketemu dia lagi?"
Helen mengernyitkan dahinya. "Iya, ya. Kok gue sampe lupa sama dia." Jeda sejenak. "Eh, gue mau ke kelas Bilan dulu. Gue duluan ya. Kalo lo ketemu Bilan di parkiran, kasih tau dia jangan kemana-mana dulu, tapi kalo ada Aldi sama Regan lo bilangnya pelan-pelan."
"Kenapa gak lo chat aja Bilannya?"
"Udah, tapi gak dibales. Gue duluan ya cantik. Dadah."
"Aduin ke Bu Dadah jangan?" tanya Adiba sambil terkekeh pelan.
"Aduin sono! Gak takut gue."
Helen keluar dari kelasnya dengan langkah sedikit berlari, tak membutuhkan waktu yang lama, ia sudah sampai di tempat tujuan, perlahan ia memasuki XII IPA 2 untuk mencari Bilan, siapa tau masih ada. Ia akan meminta antar kepada Bilan ke tempat yang membuatnya penasaran, mungkin Bilan tahu tempat itu jika ia mengajaknya langsung kesana. Bahu Helen merosot saat melihat kelas Bilan sudah tidak ada siapa-siapa, mungkin Bilan sudah di parkiran. Sebelum melangkahkan kakinya untuk menuju parkiran, ia melihat papan tulis putih yang penuh dengan coretan spidol. Matanya menangkap angka '112' tapi Helen tidak menemukan angka '09'.Helen menggelengkan kepalanya, bisa saja orang yang menulis angka itu bermaksud lain.
"Tadi ada pelajaran matematika kali ya? Pasti cuma kebetulan doang nih. Ah, gue terlalu mikirin si senja sih!"
Helen membalikkan badannya, namun sedetik kemudian ia teringat sesuatu. Ia mendekati papan tulis itu lalu menatap bangku-bangku yang kosong. "Mahen.. iya Mahen! Mahen kan disini kelasnya. Gue makin curiga sama dia." Jeda sejenak. "Tapi tadi Andre juga aneh."
"Ya Allah, Helen salah apa?"
💌
Makin pusing kan siapa itu senja alias cowok berbandana?
Iya sama, aku juga pusing mikirin ini cerita wkwk
Menurut kalian cerita ini flat ga sih?
Flat ya?
Iya ya flat?
Jawab dong
JAWAAAAAAAAAAAAB
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Bandana [Completed]
Novela Juvenil[SEQUEL BILAN] Helen jadi berurusan dengan laki-laki berbandana hanya untuk mencari tahu siapa sebenarnya laki-laki berbandana yang melempar surat ke balkon kamarnya. Tapi, masalahnya laki-laki yang memakai bandana itu bukan hanya satu. Di mulai dar...