Helen tak henti-hentinya menggerutu kepada ponsel miliknya sendiri karena sedari tadi Aldi terus saja menelpon tanpa henti. Sambil berjalan menuju parkiran, Helen mengedarkan pandangannya, berharap ia tidak bertemu dengan Aldi. Yang harus ia lakukan saat ini adalah, pergi ke rumah Arga untuk mencari petunjuk bahwa Arga pelakunya atau bukan.
Jika waktu itu Helen tidak menemukan petunjuk apapun di rumah Arga, sekarang Helen harus mendapatkannya. Satu ruangan yang harus Helen masuki, kamar Arga. Tapi bagaimana caranya ia bisa masuk, Arga pasti melarangnya. Helen sudah bergedik ngeri membayangkan wajah Arga dengan mata memelotot saat mendengar ia meminta izin ingin memasuki kamarnya.
Karena terlalu asik melamun sambil berjalan, kaki Helen sampai tersandung oleh batu. Untung saja ia masih bisa menjaga keseimbangan, tapi Helen mendengar suara tawa dari arah belakang badannya. Tanpa melihat orangnya pun Helen sudah tau itu suara siapa.
"Makannya nurut sama suami, jadinya kualat kan? Udah ayo pulang itu kerjaan masih banyak. Udah seminggu kamu belum cuci piring, lama-lama busuk tuh piring di rum-" Aldi nyengir saat Helen memelototinya, ia menghampiri motornya lalu beralih menatap Helen. "Ayo, mau ke rumah Arga kan? Gue anter"
Helen yang sedang menatap sepatu beralih menatap Aldi yang sudah duduk anteng di motornya. "Serius mau nganter nih?"
Aldi menganggukkan kepalanya, lalu memberikan helm kepada Helen. "Sebagai suami yang baik, aku harus memastikan istrinya sampai ke tujuan dengan selamat. Ya walaupun kamu mau mengunjungi laki-laki lain aku bisa apa. Yaudah deh yuk, semoga kamu bisa mendapatkan petunjuk kali ini. Kalo waktu itu kamu gagal berarti kam- aw."
Helen memukul bahu Aldi menggunakan helm yang ia pegang sambil melotot. "Ngomong lagi gue jedotin kepala lo ke motor yang ada di sebelah lo, mau?!"
Aldi menggelengkan kepalanya cepat. "Enggak bunda, enggak."
"Mau gue jedotin beneran?!"
Aldi menganggukkan kepalanya. "Mau, tapi jedotinnya ke kepala lo, biar bis-" Aldi menangkap tangan Helen yang akan menyentuh kepalanya, lebih tepatnya yang akan menjedotkan kepala Aldi. "Simpan baik-baik tangannya di samping badanmu."
"TERSERAH!"
💌💌💌
"Imut banget nih kuenya, Tan."
Arini tersenyum sambil mengusap rambut Helen lalu mengajak Helen untuk membawa kue-kue itu ke ruang tamu. Helen membawa satu wadah berisikan kue lalu mengikuti Arini dari belakang sambil celingak-celinguk. Sedari tadi Helen tidak menemukan keberadaan Arga. Helen mendengus kesal saat mengingat bahwa hari ini adalah jadwal futsal latihan. Jika ingat Arga akan latihan, Helen pasti mengecek lapangan futsal. Tapi mengingat misinya, Helen menjadi tersenyum bahagia.
Helen duduk di samping Arini sambil memakan kue yang telah mereka buat. "Tante, Arga kalo main malem suka pake bandana gak?"
Arini mengunyah kue nya lalu menganggukkan kepalanya. "Semenjak masuk SMA, Gaga jadi suka pake bandana mulu kalo kemana-mana."
Helen mengangguk-anggukan kepalanya, otaknya berpikir keras untuk bertanya apa lagi agar ia mendapat petunjuk. Helen menghela napas lalu bertanya dengan hati-hati. "Arga punya geng gitu gak sih, Tan?"
Arini berhenti mengunyah lalu menatap Helen dengan dahi mengerut. "Tante gak tau kalo itu. Tapi Arga pernah bawa banyak temen ke sini, semuanya laki-laki."
"Semuanya pake bandana juga, Tan?" tanya Helen dengan cepat.
"Enggak, mereka gak pake bandana. Cuma Arga aja yang pake."
Bahu Helen merosot saat mendengarnya, ia mengambil kue itu sambil berpikir lagi. Ia tersenyum saat mengingat sesuatu. "Oh iya, Arga bawa temen-temennya itu pas sekolah dimana ya, Tan?"
"Sekolah lamanya." Tangan Arini menunjuk kamar Arga yang berada di lantai dua. "Di kamarnya ada album foto sama temen-temennya, kamu mau liat?"
Helen menggaruk pipinya yang tak gatal sambil tersenyum canggung. "Nanti kalo Arga liat gimana, Tan? Takutnya dia marah. Arga serem kalo marah."
Arini terkekeh kecil mendengarnya. "Nanti tante marahin balik kalo Gaga nya marah. Yuk, ke buru Gaga pulang."
💌💌💌
Helen memperhatikan wajah teman-teman Arga yang berada di foto itu dengan teliti. Ia mencoba mengingat-ingat dengan laki-laki yang berada di markas Fascia. Yang Helen tidak tahu adalah, berapa jumlah anggota Fascia.
Apa orang-orang yang berada di dalam foto ini tergabung dalam geng itu atau tidak? Jika iya, mengapa mereka tidak menggunakan bandana? Dan mengapa orang-orang ini tidak ada di markas saat Helen ke sana? Helen menggelengkan kepalanya, ia mencoba berpikir jika Arga dan orang-orang yang berada di dalam foto bukan anggota Fascia.
Helen menatap ke luar kamar Arga saat Arini belum juga kembali, ia segera memotret foto-foto itu agar ia lebih mudah untuk mencari petunjuk. Ditutupnya album itu lalu ia simpan di tempat semula. Sebelum keluar kamar Arga, Helen melihat ke segala penjuru. Pandangannya terhenti di meja belajar yang berada didekat jendela kamar Arga. Ia melangkahkan kakinya dengan ragu karena takut tiba-tiba Arga datang lalu melihat kegiatannya.
Perlahan Helen meraih novel yang disenderkan ke dinding kamar, lalu membaca judul dari Novel itu dengan dahi mengerut. "Novel senja? Arga suka senja?" tanya Helen kepeda dirinya sendiri. Ia segera menyimpan novel itu saat mendengar derap langkah terburu-buru. Namun saat membalikkan badannya Helen menghela napas lega.
"Gaga ada di depan. Ayo keluar. Nanti kamu kena pelototnya dia."
💌
Hayo lhooo
Arga geng Fascia bukan ya?
Menurut kalian Arga geng fascia bukan?
Atau.. menurut kalian Arga ketua dari geng fascia bukan?
Menurut kalian temen2 Arga yang ada di foto itu geng fascia bukan?
Menurut kalian part ini gimana?
Suka part ini ga?
Yang komen aku phhollloooowwwww😃
Jangan lupa comment and voteeeeee
Sampai jumpa di part selanjutnya♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Bandana [Completed]
Fiksi Remaja[SEQUEL BILAN] Helen jadi berurusan dengan laki-laki berbandana hanya untuk mencari tahu siapa sebenarnya laki-laki berbandana yang melempar surat ke balkon kamarnya. Tapi, masalahnya laki-laki yang memakai bandana itu bukan hanya satu. Di mulai dar...