Aku menangis tergugu melihat tubuh Didit yang tergolek lemah. Ya gusti, apa salahku selalu merepotkan dia. Padahal sebelumnya aku cukup mandiri. Aku sedikit takut menghubungi Dewi tentang kondisi abdi dalem kirimannya ini. Tapi diriku sungguh terdesak melihat laki-laki ini tak kunjung sadar dalam seminggu.
Kepada Dewi,
Aku harap kabarmu baik-baik saja. Aku baik jika kau ingin mengetahuinya, tapi tidak dengan abdi dalem yang kau titipkan padaku. Ku tampaknya tak menerima surat-surat yang ku kirim sebelumnya, olehnya ku kirim ini bersama temanku dari Blitar yang akan pulang ke Indonesia. Aku hanya 1 bulan sekolah disini, sisanya ku habiskan melarikan diri selama 4 bulan lebih hingga ujung semester ini habis. Tapi kau tak perlu risau.Seperti perkataanku sebelumnya, Didit tidak dalam keadaan baik. Ia tak sadarkan diri berhari-hari sebab diriku, apalagi. Ah diriku tetap saja lemah. Aku sebenarnya ingin menuntutmu untuk memceritakan tentang dia. Tentu saja aku tak bisa begitu saja menelan dia sebagai orang biasa atau ilmuwan, ia tampak lebih ahli dibandingkanku, bukan hanya tentang Eropa dan Londo tapi juga tentang kondisi tanah air.
Singkatnya, aku diculik, dia menyelamatkanku, lalu terbaring dengan segala selang yang rumit. Lastri baik, tapi aku terlalu takut ia ikut terluka. Tak lama setelah surat ini sampai, ku perkirakan 13 hari setelahnya, Lastri akan segera pulang. Bukan ke rumah Romo, kau tau maksudku. Tolong jagalah dan sembunyikan Lastri sementara. Doakan Didit, aku akan menebus salahku dengan menunggunya hingga sadar dan mengikuti aturan main aksinya. Aku tau dia aksinya lebih terencama dibandingkan Ajeng si keras kepala ini.
Harapanku padamu, Dewi.
Tertanda,
Ajeng.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Gadis Keraton
Ficção Histórica#80 HR in Historical Fiction (18/05/2018) Ajeng, gadis belia berumur 17 tahun yang hidup di jaman penjajahan. Tak ada kesusahan berarti dalam hidupnya, kecuali siksaan diri dari keinginannya bergabung dalam organisasi memperjuangkan kemerdekaan bang...