Penyambutan

105 12 0
                                    

Tak ada kecerahan saat kurasakan matahari bersinar hari ini, meski inilah yang begitu ku rindukan di negeri entah berantah asal muasal sekutu yang menjajah demi rempah-rempah. Bohong jika hanya itu, nyatanya manusia memang tak bisa fokus hanya mengambil seperlunya ketika mereka berada dalam tumpukan logam mulia. Tak cukup sekarung membawa emas, berlian yang berkilauan membutakan mata hati hingga rela menjajah sesama manusia. Kegelapan hariku bahkan takkan bisa pulih jika musim dingin coba membekukan, sebab matahariku sudah tiada, meninggalkan kelelaham dunia yang tak berujung. Romo tercinta ternyata telah tiada saat surat itu berhasil ku baca, bahkan sudah sebulan yang lalu. Artinya bertepatan saat aku terjatuh pingsan kekurangan gizi. Romo!

Saat aku mengetahuinya tentu saja aku akan pulang, meski hanya bisa mengunjungi pusara tak bersuara itu. Penghormatan terakhir itu begitu terlambat, sebab sudah dua bulan sejak tragedi berdarah itu. Keadaan kacau, terutama pada suatu malam ketika aku ingin mengamuk kepadanya tak mengabari dengan cepat berita terpenting tentang tanah air, terutama tentang Romo. Menyedihkannya berita kematian Romo itu pun dikirimkan oleh Dewi sesudah kapal berlayar selama berminggu-minggu di samudera luas, menyebrangi benua. Keadaan kacau itu bertambah buruk ketika ku dapati Raditya hanya meninggalkan kopi yang tertumpah berantakan di atas kertas surat berbahasa aksara jawa. Ya, Radit menghilang sejak itu. Atau lebih tepatnya dia diculik dan malam itupun mengubah lagi arah kehidupanku.

Aku segera bergegas sesuai pesan surat yang tak selesai. Aku tak tahu kemana kakiku akan melangkah. Tapi aku tau terlalu bahaya berada dalam sarang yang sudah terbuka seperti ini. Olehnya, aku menyerahkan diri sebagai bagian imigran ilegal. Kehidupan ini bahkan nyaris membuatku menjadi budak sebenarnya seandainya aku tidak bertemu dengan seorang wanita yang mengaku mengenal dengan Raditya. Aku tau pasti hutangku sudah tak terbatas padanya, tapi tetap saja aku kecewa padanya yang berusaha menyembunyikan yang terjadi. Aku disini, di dekatnya selama setahun lebih, tapi tak mengenal apapun tentangnya. Tapi tetap saja bantuannya tak pernah bisa ku tolak.

Ada hal lain yang mengacaukan pikiranku. Romo ternyata telah menitipkan diriku kepada Didit sejak lama, hanya saja baru terlaksana saat Dewi membawanya ke rumah ketika diriku sudah mengeluh terlalu berat, memiliki keinginan tapi tak bisa mewujudkan. Kenapa Didit? Maksudku, kenapa dia ingin diributkan dunianya oleh wanita keras kepala sepertiku. Dan pertanyaan itu semakin mengusikku ketika ku ketahui surat selanjutnya yang ku simpan saat proses pelarian diri jilid kesekian, bahwa ternyata Romo telah menjodohkanku dengan dia, olehnya aku tak pernah didesak menikah meski sudah terbilang menjadi perawan tua di desa.

Bersambung...

(Bukan) Gadis KeratonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang