"Kamu tuh kebiasaan deh ya," ujar Maara sembari berkacak pinggang menghadapi orang yang baru menyimpan tas di meja dan menguap lebar-lebar.
"Apa?" tanya Putra dengan polosnya.
"Kalau weekend, gak pernah megang HP," Maara cemberut. Dengan sedikit keras ia menaruh bingkisan di meja Putra. "Coba kalau HP-nya dipegang, kan gak perlu nebak-nebak."
"Apa nih?" Putra mengambil bingkisan itu dan melihat isinya.
"Kue kekinian," jawab Maara, menggelengkan kepalanya. "Bandung Makuta."
"Aku gak minta," kata Putra datar lalu menaruh kembali bingkisan itu dan duduk di kursinya.
"Heh," Maara mencubit lengan Putra dan dia mengaduh kesakitan.
"Apa sih. Sangar banget," Putra menarik lengannya lalu menatap Maara sambal mengernyit.
"Itu judulnya oleh-oleh. Aku baru dari Bandung kemarin dan aku beliin kamu itu. Aku kemarin WA, kamu mau rasa apa. Karena kamu gak bales, jadi aku beliin rasa keju," Maara mulai merepet.
"Oke," Putra menatap layar komputernya yang mulai menyala lalu mengeluarkan ponsel dari saku.
"Oke apa?"
"Ya udah, kuenya aku terima," ujar Putra lagi. Dia membuka aplikasi WhatsApp dan mengetikkan sesuatu.
Ting!
Maara mengeluarkan ponselnya dan melihat balasan dari Putra.
"Ish, udah dibeliin kali. Gak usah dibales," Maara menggeleng lalu menurunkan ponselnya lagi. Hanya balasan dari Putra yang mengatakan 'terserah'. "Aku mau kerja lagi ya. Bye!"
Maara mengibaskan rambutnya lalu meninggalkan Putra dan berjalan menuju lift, kembali ke mejanya di lantai 31.
Ting!
Maara melirik layar ponselnya lagi dan rupanya ada chat lain dari Putra.
Thank you kuenya. Aku memang suka keju.
Diam-diam Maara tersenyum.
***
"Report untuk Mas Tito sudah?" tanya Nitya melalui telepon.
"Report yang mana?" Hansa balas bertanya.
Nitya mengetukkan jarinya di meja lalu membuka Outlook untuk melihat email dari atasannya, Mas Anas, yang mengatakan bahwa report untuk Mas Tito ditunggu paling lambat siang ini. Sementara timnya Hansa lah menyediakan report itu.
"Soal analisa program internasional yang kita akuisisi. Terutama untuk Q1 dan Q2 buat evaluasi paruh kedua tahun ini," ujar Nitya dengan sabar.
"Oh itu," Hansa tersenyum pelan. Ia bisa melihat Nitya yang wajahnya sedikit panik dan tidak sabar. Nitya pasti panik karena Hansa belum tiba di kantor padahal sekarang sudah pukul 11 siang. Sementara Mas Tito meminta report itu sudah ia terima sebelum pukul 12. Padahal Hansa sudah mengirim report itu malam sebelumnya. Maka dari itu ia bisa melenggang dengan santai dan memperhatikan Nitya dari jauh. "Kayaknya belum dikerjain deh."
"Serius? Kok bisa?" Nitya bangkit berdiri dari kursinya lalu berbalik. Dilihatnya Hansa sedang tertawa tanpa suara. "Jangan bercanda deh lo."
Nitya mematikan telepon dan berkacak pinggang menghadap Hansa.
Hansa tertawa. "Udah gue kasih ke Mas Anas tadi malem. Sebelum ke sini bahkan gue abis ketemu Mas Tito dulu. Aman, Nit," kata Hansa sambal menyimpan ranselnya.
"Bagus deh kalau gitu. Tapi lo kok gak cc emailnya ke gue sih?" Nitya sekarang lebih tenang dan duduk kembali di kursinya, tepat di hadapan Hansa.
"Gue lupa. Cuma kirim ke yang penting-penting aja," kata Hansa cuek. Mulai menyalakan laptopnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Office Affairs - END (GOOGLE PLAY)
RomanceIni bukan cerita perselingkuhan. Meski mungkin lama kelamaan kamu akan merasa ada yang tidak benar di hubungan orang-orang ini. Ini juga bukan cerita sedih. Meski mungkin ada beberapa kejadian yang membuat kamu akan ikut merasa sedih. Ini cerita bia...